Rabu, 17 Februari 2010

Pelaku Nikah siri akan di pidanakan.

Nikah siri di-pidana-kan.

Saya baca di Jawa Pos Senin 15 Pebruari 2010 dan malamnya saya lihat di metro TV.

Dengan alasan sudah banyak korban dari pelaku nikah siri dan kawin kontrak, mereka yang melakukan nikah siri di pidanakan atau penjara. Logikanya, kalau pelaku nikah siri akan di pidanakan ya mestinya nikah siri harus di buatkan fatwa “haram” dulu ! Kira-kira berani nggak ? Kalau kawin kontrak sih kurang masuk “logika”. Okelah tinggal atur aja undang-undangnya. Masalahnya Al Qur`an membolehkan poligami dengan syarat-syarat tertentu. Dan apabila semua syarat itu terpenuhi, agama tidak melarang.

QS. AN Nisaa` : 3

وَإِنْ خِفْتُمْ أَلَّا تُقْسِطُوا فِي الْيَتَامَىٰ فَانْكِحُوا مَا طَابَ لَكُمْ مِنَ النِّسَاءِ مَثْنَىٰ وَثُلَاثَ وَرُبَاعَ ۖ فَإِنْ خِفْتُمْ أَلَّا تَعْدِلُوا فَوَاحِدَةً أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ ۚ ذَٰلِكَ أَدْنَىٰ أَلَّا تَعُولُوا ﴿٣﴾
”Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi : dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya.”

Sudah lama sekali kalau “poligami” selalu di perdebatkan, dengan alasan yang macam-macam, mulai dari merendahkan derajat perempuan, perempuan yang menjadi korban, status anak-anak yang terlahir dari perkawinan itu. Mungkin masih banyak lagi ! Tapi kalimat Allah telah sempurna. Tidak akan ada perubahan terhadap kalimat Allah yang ada di dalam Al qur`an.

Mestinya bukan hanya pelarangan dengan sanksi yang berat saja yang harus di pikirkan. Harus ada solisinya. Mungkin dengan melegalkan poligami dengan syarat-syarat yang lebih konkret dan lebih berat lagi sehingga bisa menjamin tidak akan terjadi kekerasan dan korban dalam sebuah perkawinan. Mungkin juga syarat yang sangat berat yang hampir tidak mungkin di penuhi oleh mereka yang benar-benar tidak mempunyai kemampuan, baik secara material maupun moril. Sehingga tidak akan terjadi sebuah pengingkaran terhadap suatu ayat Al Qur`an, yang dampak dari pengingkaran itu kita semua sudah banyak yang tahu, dari berbagai ayat yang ada.

Selalu berdebat ! Tidak ada ujungnya. Paling-paling ujungnya adalah waktu yang terbuang sia-sia, karena tidak pernah menghasilkan suatu rumusan bagaimana cara mengantisipasinya. Lha bagaimana bisa ketemu ? Satunya pakai hukum Allah dan satunya pakai hukum manusia ? Kecuali kalau hukum yang di produk manusia itu mau mengakomodasi hukum Al Qur`an.

Dan yang pro dan kontra ya kelompok itu-itu saja yang merasa direndahkan, diperlakukan diskriminatif, di rugikan dan pahlawan-pahlawan atau pembela mereka yang nggak jelas apa tendensinya. Satunya lagi mereka yang cenderung atau sudah melakukan praktik poligami.

Yang satu sudah jelas hukumnya, tinggal penuhi syarat-syaratnya bisalah dilakukan perkawinan atas dasar suka dan keikhlasan antara keduanya. Prahara yang akan terjadi selanjutnya adalah konsewensi dari perkawinan itu sendiri, jangankan yang berpoligami, yang beristri satupun tak luput dari prahara dari sebuah perkawinan yang mereka tempuh.

Rujukan hukum melarang poligami itu dari mana asalnya ? Apa dari logika ? Logikanya siapa ? Orang-orang mu`min atau orang-orang di luar Islam. Kalau orang di luar Islam, itu orang mana ? Orang indonesia ? Atau orang-orang benua Asia atau justru dari orang-orang di luar benua Asia ? Mungkin lebih spesifik lagi orang-orang benua Eropa atau benua Amerika ?

Kalau dari luar benua Islam, mesti diteliti lagi bagaimana kehidupan sehari-hari mereka, lebih baik dari pada kehidupan orang-orang Islam dengan segala aturan ke-Islaman-nya atau memang mereka lebih baik perilakunya dari orang-orang mu`min ? Ataukah justru perilaku mereka yang mirip kera dan babi ?

Bagaimanapun juga kita orang Islam telah meyakini kalau Al qur`an dan seluruh isinya itu haq atau benar adanya. Kita tentunya harus berpikir positif untuk apa ayat itu ada dan apa maksudnya ? Harus juga di kaji seberapa besar kontribusi poligami terhadap perkembangan dan kemajuan agama tauhid ini ?
Kalau ke belakang melihat sejarah, jaman pra Islam perempuan tidak di hargai, Islamlah yang menghargai perempuan dengan penerapan syariat-syariatnya. Sangat berbeda dengan keadaan perempuan di luar Islam atau laki-laki di luar Islam !

Bandingkan saja ! Perempuan Islam yang taat menjalankan ibadah dan taat dalam menjalankan syariatnya, betapa indah mereka ! betapa anggun mereka ! dan laki-laki muslim yang memegang aturan syariatnya bagaimana perilakunya ? bagaimana cara berpakaiannya ? Bukankah itu indah sekali !

Sedangkan perempuan di luar Islam terutama di benua yang lain dari benua yang kita tempati ini ? Ini tidak merendahkan lho ! Bagaimana perilaku mereka ? Bagaimana cara berpakaian mereka mirip nggak dengan perilaku kera ? Yang suka menunjukkan pantatnya ? Dan laki-lakinya ? Bukankah itu mirip dengan perilaku babi ? Milikku milkmu ! Milikmu milikku ! Cepat atau lambat budaya-budaya yang seperti itu akan dan mungkin sudah menular di benua asia bahkan di negara kita yang tercinta.

Mereka menolak poligami, tapi perilaku mereka tidak lebih baik dari pelaku poligami bahkan melebihi batas. Batasan-batasan mengenai perkawinan hanyalah bingkai belaka, untuk membungkus segala kerusakan dan kebusukan yang ada di dalamnya. Kalaupun ada pria-pria dan wanita-wanita Islam yang ikut gaya dan perilaku mereka, sangat perlu di pertanyakan, Islamkah mereka ? Jangan-jangan hanya labelnya saja Islam ?

Sebuah perkawinan, adalah atas kemauan dan kerelaan bersama, jika takut akan terjadi apa-apa di kemudian hari. Lebih baik dipikirkan lagi saja, apakah harus di teruskan atau di batalkan demi masa depan keduanya.

Perkawinan, baik itu sah menurut hukum sipil atau sah menurut hukum agama adalah di bangun atas kemauan bersama. Sudah sepatutnyalah sebagai negara yang mayoritas penduduknya muslim harus bisa mencari solusinya. Dan sudah sepetutnya juga kalau solusi itu bisa di jadikan jembatan antara hukum sipil dan hukum agama. Tidak bertentangan ! Jika sampai bertentangan, sudah siapkah kita ? Untuk bersedia di hakimi sebagai orang-orang yang mengingkari ayat-ayat Allah ? Sepertinya kita ini lebih tahu dari Allah mengenai takwil suatu ayat. Sehingga berani membuat keputusan yang bertentangan dengan hukum-hukum Allah.

Tulisan ini bukan untuk mendukung salah satu dari mereka yang pro dan yang kontra, bagi saya poligami itu sesuatu yang tidak harus selalu diterapkan, tetapi saya tidak mau menolaknya atau menerima untuk segera di buang ke tempat sampah, tidak sama sekali. Saya mencoba untuk berpikir positif dan mengembalikan ke hakihat awal sebuah kehidupan.

Bahwa kehidupan ini adalah sebuah kesempatan untuk mengikuti ujian dari Allah. Barang siapa lolos dengan menyandang ijazah takwa dialah yang akan berhak untuk menikmati segala sesuatunya di alam “sana”. Siapapun itu orangnya sepanjang mati dengan membawa ke-Iman-an dan amal shaleh niscaya dia akan memperoleh kemenangan yang nyata.

Laki-laki atau perempuan, tua atau muda, janda atau duda, beristri atau lajang, bersuami atau atau masih perawan, tidak ada bedanya semua akan menghadap Allah dengan sendiri-sendiri dengan membawa amalnya sendiri-sendiri pula. Tidak ada halangan status mereka untuk mendapatkan ke-ridha-an Allah, tidak ada halangan status mereka untuk menempati surganya Allah.

Suami, istri, harta, banyaknya anak hanyalah kebersamaan di dunia yang akan berakhir tidak lama lagi, sepanjang umur yang tersisa. Catatan tentang kualitas Iman dan amalan yang shaleh menjadi tanggungan sendiri-sendiri. Segala apa yang menimpa kita masing-masing adalah tidak lepas dari sebuah cobaan Allah. Untuk mengetahui siapa diantara kita ini yang paling baik amalnya !

Seorang suami yang tidak mendapatkan ijin dari istrinya untuk berpoligami walaupun dia mampu secara materi adalah juga cobaan, seberapa kesabarannya dalam menghadapi larangan istrinya. Demikan juga seorang istri yang dimintai ijin suaminya untuk berpoligami, adalah juga cobaan seberapa kerelaan atau keikhlasannya dalam menghadapi keinginan dari suaminya.

Keikhlasan dan kesabaran itu pertanggungan jawabnya ada di tangan Allah. Kalau di sadari bahwa kita hidup ini adalah mencari ke-ridha-an Allah semata, tentu akan ada solusi untuk keduanya. Tentunya solusi itu tidak lepas dari hukum Allah. Kesabaran suami ada nilainya sendiri, keikhlasan atau kerelaan dari istri tentu juga ada nilai sendiri. Ini kalau diri kita dan hidup kita terbungkus oleh ke-Iman-an dan ke-tauhid-an. Dan tentunya juga sudah dilandasi oleh ilmu dari keduanya.

Laki-laki dan perempuan itu sama mempunyai keinginan untuk menguasai satu sama lain, kalau laki-laki sudah jelas, rasa ingin menguasainya besar sekali. Tetapi juga dibarengi dengan tanggung jawab yang besar pula, dimana laki-laki harus menafkahi, mengayomi, membimbing dalam agama, melindungi dari segala gangguan keamanan terhadap istri-istrinya. Suatu beban tanggung jawab yang tidak ringan.

Sedangkan perempuan juga mempunyai rasa ingin menguasai laki-laki. Laki-laki dengan segala apa yang ada pada dirinya kalau bisa hanya untuk dirinya sendiri. Mana ada perempuan yang mau memberi ijin suaminya untuk berpoligami ? Mana ada istri yang mau membagi-bagi hartanya kepada perempuan lain ? Kalaupun ada justru di anggap sebagai suatu kebodohan ! Suatu keanehan, padahal poligami ini telah melibatkan banyak tokoh-tokoh besar. Tokoh sekaliber nabi-nabi, para sahabat nabi. Dan perempuan yang rela dan ikhlas untuk berbagi dengan perempuan lain juga tidak sedikit.

Lantas apakah perempuan di jaman dahulu itu kita anggap bodoh dan aneh ? Dan perempuan di jaman sekarang yang tidak mau mengijinkan suaminya berpoligami, dianggap lebih pintar dan lebih berderajat? Jawabnya relatif, dilihat dari sudut mana ? Ini menyangkut masalah dunia dan akhirat.

Sekali lagi tulisan ini bukan untuk mendukung yang pro atau yang kontra. Tetapi kalaupun terpaksa harus mendukung karena selalu terjadi perdebatan yang tak kunjung ada ujungnya, saya lebih memilih untuk mendukung Al Qur`an. Bahkan jika saya tidak mengerti bagaiman takwil dari ayat tersebut, saya akan tetap mendukungnya. Karena hanya Allahlah yang mengetahui takwil ayat yang sebenarnya.

Dasarnya ? Saya tetap akan membela agama tauhid ini sehingga bisa berharap bisa masuk dalam barisan pembela pembela agama Allah. Dasar lainnya?

Saya baca di surat Al An`am ayat 115 – 117.

وَتَمَّتْ كَلِمَتُ رَبِّكَ صِدْقًا وَعَدْلًا ۚ لَا مُبَدِّلَ لِكَلِمَاتِهِ ۚ وَهُوَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ﴿١١٥﴾

“Wa tammat kalimatur rabbika shidqan wa `adlan, laa mubaddila li kalimaatihi, wa huwas samii`ul `aliimu”
“Telah sempurnalah kalimat Tuhanmu (Al qur`an) sebagai kalimat yang benar dan adil. Tidak ada yang dapat merubah-rubah kalimat-kalimat-Nya dan Dialah yang Maha mendengar dan Maha mengetahui.

وَإِنْ تُطِعْ أَكْثَرَ مَنْ فِي الْأَرْضِ يُضِلُّوكَ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ ۚ إِنْ يَتَّبِعُونَ إِلَّا الظَّنَّ وَإِنْ هُمْ إِلَّا يَخْرُصُونَ﴿١١٦﴾
“Wa in tuthi` aktsara man fiil ardhi yudhilluuka `an sabiilillahi, `in yattabi`uuna illadh zhanna wa inhum illa yakhrushuuna”
Dan jika kamu menuruti kebanyakan orang-orang yang di muka bumi ini, niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allah. Mereka tidak lain hanyalah mengikuti persangkaan belaka, dan mereka tidak lain hanyalah berdusta (terhadap Allah).

إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ مَنْ يَضِلُّ عَنْ سَبِيلِهِ ۖ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ﴿١١٧﴾

“Inna rabbaka huwa a`lamu man yadhillu `an sabiilihi, wa huwa a`lamu bil muhtadiina”
Sesungguhnya Tuhanmu, Dialah yang lebih mengetahui tentang orang yang tersesat dari jalan-Nya dan Dia lebih mengetahui tentang orang orang yang mendapat petunjuk.

Sekian. Selengkapnya...

Selasa, 16 Februari 2010

Sunnatullah &Takdir

Sunnatullah & Takdir.

Apakah Sunnatullah itu ? Sunnatullah adalah aturan main atau hukum-hukum yang bekerja di seluruh penjuru alam semesta. Suatu aturan main atau hukum yang tidak akan pernah berubah dari mulai dulu sampai nanti. Allah berkehendak untuk memberikan kepastian kepada makhluknya.

Hukum yang memberikan kepastian, seperti hukum sebab akibat, bahwa kalau kita melakukan sesuatu yang bersifat positif akan berakibat positif pula dan apabila kita melakukan sesuatu yang bersifat negatif akan berakibat sesuatu yang negatif pula. Dan Allah adalah maha pemurah kepada makhluknya.

Itulah ketentuan Allah, manusia yang terlahir sampai dia menemui ajalnya dia terikat oleh Sunatullah, dimana hal ini sangat berkaitan dengan permasalahan takdir yaitu rukun iman yang ke enam.

Takdir di bagi menjadi 2 macam, yang pertama adalah qodar, yaitu ketentuan Allah yang sudah tidak dapat di ganggu gugat keberadaanya, seperti kita terlahir dengan dua kaki, dua tangan, mata, dan telinga, rambut di lahirkan di sini atau disana atau apapun yang berkaitan dengan penciptaan makhluk atau juga bisa di katakan sebagai suatu ketetapan yang mengikat. Yang kedua adalah Qada` yaitu suatu ketetapan yang bersifat bebas menentukannya , atau harus di usahakan atau di upayakan untuk memperolehnya.

Hal ini sangat terkait dengan sifat kehendak yang di berikan Allah kepada manusia, sebagai satu makhluk yang dikatakan paling sempurna dari makhluk yang sudah ada. Dengan di bekali akal sempurna yang menyebabkan manusia mempunyai keinginan-keinginan yang berbeda dengan makhluk yang lain. Menjadikan manusia sebagai makhluk yang berbudaya di karenakan akal yang sempurna tersebut.

Karena sifat kehendak yang ada pada diri manusia, manusia bisa menentukan sendiri masa depannya, baik itu masa depan kehidupan dunianya maupun masa depan akhiratnya. Manusia bisa menentukan ke arah mana langkahnya, dengan mempergunakan akal dan kehendak yang telah di anugerahkan oleh Allah kepadanya. Allah memberikan banyak pilihan kepada manusia terkait dengan qada` ini dan penerapannya sangat tergantung pada Sunnatullah yang telah ada dan di sediakan oleh Allah swt.

Dalam perkembangannya, persepsi mengenai takdir ini ada 2 (dua) keyakinan. Keyakinan yang pertama yaitu mereka yang mendasarkan pada beberapa ayat diantaranya :

QS. Ali Imraan : 145.
وَمَا كَانَ لِنَفْسٍ أَنْ تَمُوتَ إِلَّا بِإِذْنِ اللَّهِ كِتَابًا مُؤَجَّلًا ۗ
“Wa maa kaana linafsin `an tamuuta illa bi`idznillahi kitaaban mu`ajjalan,......”
“Sesuatu yang bernyawa tidak akan mati melainkan dengan izin Allah, sebagai ketetapan yang telah ditentukan waktunya. ,......”

QS. Al A`raaf : 34.
وَلِكُلِّ أُمَّةٍ أَجَلٌ ۖ فَإِذَا جَاءَ أَجَلُهُمْ لَا يَسْتَأْخِرُونَ سَاعَةً ۖ وَلَا يَسْتَقْدِمُونَ ﴿٣٤﴾
“Wa likullin ummatin `ajalun, fa idzaa jaa`a ajaluhum laa yasta`khiruuna saa`atan wa laa yastaqdimuuna”
“Tiap-tiap umat mempunyai batas waktu; maka apabila telah datang waktunya mereka tidak dapat mengundurkannya barang sesaatpun dan tidak dapat (pula) memajukannya.”

QS. Al Hadiid : 22.
مَا أَصَابَ مِنْ مُصِيبَةٍ فِي الْأَرْضِ وَلَا فِي أَنْفُسِكُمْ إِلَّا فِي كِتَابٍ مِنْ قَبْلِ أَنْ نَبْرَأَهَا ۚ إِنَّ ذَٰلِكَ عَلَى اللَّهِ يَسِيرٌ ﴿٢٢﴾
“Maa ashaaba mim mushibatin fiil ardhi wa la fii anfusikum illa fii kitaabin min qabli an nabrahaa inna dzaalika alallahi yasiirun”
“Tiada suatu bencanapun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauhul Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah.”

QS. At Taubah : 51.
قُلْ لَنْ يُصِيبَنَا إِلَّا مَا كَتَبَ اللَّهُ لَنَا هُوَ مَوْلَانَا ۚ وَعَلَى اللَّهِ فَلْيَتَوَكَّلِ الْمُؤْمِنُونَ ﴿٥١﴾
“Qul lan yushibanaa illa maa kataballahu lana huwa maulaanaa wa alallahi fal yatawakkalil mu`minuuna”
“Katakanlah: "Sekali-kali tidak akan menimpa kami melainkan apa yang telah ditetapkan Allah untuk kami. Dialah Pelindung kami, dan hanya kepada Allah orang-orang yang beriman harus bertawakal."

Ayat-ayat itulah yang mempersepsi pikiran mereka bahwa Islam mengajarkan pasrah total kepada apa yang telah dan akan menimpa mereka tanpa ada usaha untuk menghindarkan diri dari padanya. Mereka memasrahkan diri sepenuhnya kepada nasib dan mengesampingkan kehendak.

Usaha atau ikhtiar bagi mereka adalah upaya yang sangat relatif dan hasilnya sangat sedikit kemungkinannya sesuai dengan harapan. Sikap yang seperti inilah yang mendukung pembenaran teori bahwa : Manusia itu produk lingkungannya. Ini sudah dianut oleh banyak orang bahkan anggapan itu sampai sat ini masih kental sekali dalam pikiran sebagian masyarakat. Yang menyebabkan secara psikologis mereka menjadi tidak mau lagi mengusahakan suatu perubahan terhadap dirinya dengan lebih keras, bahkan mereka cenderung untuk bermalas-malasan.

Kita yakin bahwa Allah itu Maha adil, tetapi jika berpikir bahwa orang yang sesat adalah sengaja di sesatkan oleh Allah sejak awal adalah menjadi tidak adil. Kita punya kehendak, maka barang siapa yang sesat berarti dia telah menganiaya dirinya sendiri. Kita diberi kehendak oleh Allah dan kita diberi kebebasan untuk menentukan jalan kita melalui hukum alam yang telah disediakan yaitu Sunnatullah.

Keyakinan yang ke dua yaitu mereka yang mendasarkan pada beberaapa ayat di bawah ini,

QS. Asy Syuura : 30.
وَمَا أَصَابَكُمْ مِنْ مُصِيبَةٍ فَبِمَا كَسَبَتْ أَيْدِيكُمْ وَيَعْفُو عَنْ كَثِيرٍ ﴿٣٠﴾
“Wa maa ashabakum min mushiibatin fa bimaa kasabat aidiikum wa ya`fuu an katssirin”
“Dan apa saja musibah yang menimpa kamu Maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu).”


QS. An Nisaa` : 79.
مَا أَصَابَكَ مِنْ حَسَنَةٍ فَمِنَ اللَّهِ ۖ وَمَا أَصَابَكَ مِنْ سَيِّئَةٍ فَمِنْ نَفْسِكَ ۚ
“ Maa ashaabaka min hasanatin fa minallah wa maa ashaabaka min saiyiatin fa min nafsika,....
“Apa saja nikmat yang kamu peroleh adalah dari Allah, dan apa saja bencana yang menimpamu, Maka dari (kesalahan) dirimu sendiri. ,.....”

Dua ayat di atas memberikan makna buat kita bahwa ada keterlibatan dari diri manusia sendiri atas segala musibah atau sesuatu yang negatif yang menimpa diri mereka, sedangkan semua nikmat datangnya dari Allah memang tidak bisa disangkal karena Allahlah yang telah memberikan kepada kita Sunnatullah atau hukum alam yang bisa berakibat baik atau buruk bagi pelakunya. Sangat rasional atau bisa diterima oleh akal.

QS. An Najm : 39.
وَأَنْ لَيْسَ لِلْإِنْسَانِ إِلَّا مَا سَعَىٰ ﴿٣٩﴾
“Wa an laisa lin insaani illa maa saa`aa”
“Dan bahwasannya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah diusahakannya,”

QS. An Najm : 40.
وَأَنَّ سَعْيَهُ سَوْفَ يُرَىٰ ﴿٤٠﴾
“Wa anna sa`yahu saufa yuraa”
“dan bahwasannya usaha itu kelak akan diperlihatkan (kepadanya).

QS. An Najm : 41
ثُمَّ يُجْزَاهُ الْجَزَاءَ الْأَوْفَىٰ ﴿٤١﴾
“Tsumma yujzahul jazaa`al aufaa.”
“Kemudian akan diberikan kepadanya dengan balasan yang paling sempurna.”

Ayat inilah yang mengajak pada setiap manusia untuk mengusahakan apa saja yang menuju kearah yang lebih baik dengan iradat atau kehendak yang telah disertakan kepada setiap diri kita oleh Allah swt. karena dalam satu ayat Allah juga berfirman :

QS. Ar Ra`d : 11.
ۗ إِنَّ اللَّهَ لَا يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتَّىٰ يُغَيِّرُوا مَا بِأَنْفُسِهِمْ ۗ
“ ,.....Innallaha laa yughaiyiru maa bi qaumin hattaa yughaiyiru maa bi anfusihim,......”
“Sesungguhnya Allah tidak akan merobah keadaan suatu kaum, sehingga mereka merobah keadaan yang ada diri mereka sendiri,..... “

Ayat-ayat di atas semakin memperjelas buat kita, bahwa ketentuan Allah atas diri manusia yang berkaitan dengan hasil adalah harus di upayakan atau harus di usahakan dengan sungguh-sungguh. Kemudian barulah bertawakal kepada Allah atas segala apa yang akan di terima dari upaya-upaya tersebut.

Menyerahkan semua hasil upaya yang telah dilakukan kepada Allah adalah sangat penting. Bahkan sesuatu yang sangat di anjurkan, karena Allah lah yang mempunyai kuasa atas segala apa yang akan di berikan kepada hambanya melalui hukum alamNya. Juga merupakan salah ciri-ciri orang yang beriman dengan sebenar-benarnya iman. Dan agar manusia tidak terlarut dalam kekecewaan yang sangat dalam apabila hasilnya tidak sesuai dengan yang diharapkan. Karena pada dasarnya, Allah akan memberikan cobaan atau ujian kepada hambanya, untuk mengetahui, siapa diantara manusia yang sabar dan yang paling baik amalnya. Dan kemudian Allah akan memberikan balasan yang sempurna kepada mereka.

Keyakinan seperti ini juga di kuatkan dengan beberapa ayat yang memberikan informasi kepada kita, bahwa Allah akan mengabulkan do`a kita asal semua ketentuan-ketentuan tentang terkabulnya do`a itu semua dipenuhi.

Qs. Al Baqarah 186.
ۖ أُجِيبُ دَعْوَةَ الدَّاعِ إِذَا دَعَانِ ۖ فَلْيَسْتَجِيبُوا لِي وَلْيُؤْمِنُوا بِي لَعَلَّهُمْ يَرْشُدُونَ ﴿١٨٦﴾
“,....Ujiibu da`watad daa`i idza da`an, fal yastajiibuuli wal yu`minuubi la`allahum yarsyuduuna”
“,....Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, Maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran.”

Qs. Al Mu`min : 60.
وَقَالَ رَبُّكُمُ ادْعُونِي أَسْتَجِبْ لَكُمْ ۚ إِنَّ الَّذِينَ يَسْتَكْبِرُونَ عَنْ عِبَادَتِي سَيَدْخُلُونَ جَهَنَّمَ دَاخِرِينَ ﴿٦٠﴾
“Wa qaalaa rabbukumud `uunii astajib lakum, innal ladziina yastakbiruuna `an `ibaadati sayad khuluuna jahannama daakhiriina.”
",....Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan kuperkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku, akan masuk neraka Jahannam dalam keadaan hina dina".

Yakinlah bahwa Allah akan mengabulkan do`a-do`a kita. Apa saja yang kita minta asalkan semua ketentuan-ketentuan tentang terkabulnya do`a kita penuhi. Dan dalam satu ayat Allah juga memerintahkan kepada kita untuk berdo`a atau meminta dengan disertai kesabaran. Sabar dalam menunggu terkabulnya do`a-do`a kita dan tetap menjalankan shalat. Di ayat lain Allah berfirman : Dan yang demikian itu sungguh berat , kecuali bagi orang-orang yang khusyu`. Yang bagaimanakah orang yang khusyu` itu ? Yaitu orang-orang yang yakin akan pertemuan dengan Tuhannya dan yakin bahwa mereka akan kembali kepadaNya.

Oleh karena itu, janganlah kita berputus harapan dari rahmat Allah, marilah selalu berusaha untuk memperoleh ketentuan Allah yang lebih baik dari saat ini, dan tetaplah untuk selalu mengingat Allah dalam kondisi apapun, berbuat baiklah terhadap sesama seperti Allah sudah berbuat baik kepada kita dan janganlah melakukan kerusakan di muka bumi, karena Allah tidak suka terhadap orang-orang yang selalu berbuat kerusakan. Selengkapnya...

Minggu, 14 Februari 2010

Surga hanya untuk mereka yang bertakwa.

Surga hanya untuk orang bertakwa.

QS. Adz Dzaariyaat : 56.

“Wa maa kholaqtul jinna wal insa illa liya`buduuni”
“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepadaku”

Ayat di atas mengatakan dengan tegas bahwa Allah tidak menciptakan manusia dan jin kecuali hanya untuk beribadah kepadaNya. Jadi sebenarnyalah tidak ada alasan bagi manusia untuk tidak beribadah. Permasalahannya, manusia sangat jarang yang melakukan ibadahnyanya dengan ikhlas karena perintah Allah tersebut. Kebanyakan manusia berpikir “hasil”. Apa hasil yang akan di dapatnya kalau seseorang melakukan ibadah ? Dan kebanyakan manusia juga mendasarkan pada hasil yang nyata, bukan abstrak.

Dan kebanyakan pula manusia beranggapan bahwa “hasil” dari beribadah itu “abstrak” masih berupa janji-janji yang belum tentu terbukti. Kalaupun benar waktunya juga “abstrak”. Kapan ?

Nah, persepsi-persepsi yang demikian adalah karena tidak adanya ilmu dalam melakukan ibadah itu sendiri. Ibadah itu ada ilmunya, jika tidak tahu ilmunya ibadah, tentu ibadah itu akan sia-sia ! Maka dari itu ilmu dan ibadah itu ibarat mata rantai yang saling berkaitan, yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain.

Mempunyai ilmu tapi tidak beribadah jauh lebih berbahaya dari pada beribadah dengan ilmu yang sederhana atau pas-pasan. Orang yang berpikiran sederhana tentang ibadah tapi mempunyai keyakinan yang kuat tentang ke-tauhid-an, akan lebih selamat dari pada orang yang mempunyai ilmu atau sedikit ilmu tapi sudah berlagak sok berilmu tetapi tidak mau menjalankan perintah ibadah.

Jadi lebih dulu mana yang harus di pelajari ? Ilmu haruslah di pelajari lebih dulu, agar dalam melaksanakan ibadah nantinya kita tidak akan tersesat karena “ketidaktahuan” kita tentang sesuatu hal yang berkaitan dengan ibadah itu sendiri.

Orang yang tidak berlimu menganggap bahwa “hasil” beribadah itu “abstrak” padahal tidak demikian ! Hasil dari pada ketaatan seseorang dalam beribadah itu langsung bisa di rasakan dan di nikmati. Mereka yang selalu beribadah dalam hidupnya akan mendapatkan kemuliaan di dunia bahkan Allah akan memuliakan pula kelak di akhirat. Hatinya akan selalu tenang karena setiap saat selalu mengingat Allah. Dan segala sesuatu pekerjaan atau usaha yang dilakukannya hasilnya disandarkan pada ketentuan Allah. Karena Allah telah memberikan ketentuan-ketentuan yang bersifat universal melalui sunnatullah.

Nah, pada kenyataannya banyak dari kita yang terjerat pada hasil akhir dari ibadah itu sendiri ! Allah menjanjikan kepada mereka yang taat beribadah dengan surga dan berbagai macam kenikmatan yang ada di dalamnya, dan Allah juga memberikan ancaman untuk memasukkan mereka yang lalai dalam menjalankan perintah ibadah itu kedalam neraka dengan berbagai azdab berupa siksa yang menyengsarakan.

Ibadah yang kita lakukan tak lebih di karena takutnya akan neraka Allah dan keinginan yang kuat kelak akan di masukkan surga oleh Allah swt. hal ini sah-sah saja, padahal kalau saja, ibadah kita tidak kita sandarkan kepada surga dan neraka, tetapi kita sandarkan karena Allah swt. saja, sudah cukup untuk menempatkan kita nantinya di tempat yang baik sesuai dengan janji-janji Allah swt.

Untuk siapakah surga ?

QS. Ali Imraan : 133.
“Wa saari`uu ilaa maghfiratin mir rabbikum wa jannatin `ardhuhas samaawaatu wal ardu u`iddat lil muttaqiina”
“Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi, yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa”

QS. Al Hadiid : 21.
“Saabiquu ilaa maghfiratin mir rabbikum wa jannatin `ardhuhaa ka`ardhis samaa`i wal ardhi u`iddat lilladziina `amanuu billahi wa rusulihi,.....”
“Belomba-lombalah kamu kepada (mendapatkan) ampunan dari Tuhanmu dan surga yang luasnya seluas langit dan bumi, yang disediakan bagi orang-orang yang beriman kepada Allah dan rasul-rasulNya,....”

Ternyata,.... surga hanya di peruntukkan bagi orang-orang yang bertakwa ! Dan di ayat satunya hanya di peruntukkan bagi orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-rasulnya.

Takwa identik dengan beriman dan beramal shaleh, amalan yang shaleh tentunya yang sesuai dengan Al Quran dan tuntunan para rasul yang membawa syariat-syariat masing-masing. Jika merujuk kepada apa yang akan diberikan oleh Allah swt, kepada orang-orang yang beriman dan beramal shaleh akan banyak sekali yang akan kita temukan dalam Al Qur`an , bahwa Allah akan memberikan kepada orang-orang yang beriman dan beramal shaleh berbagai kebaikan di dunia dan di akhirat. Dan Allah akan mengampuni dosa-dosa mereka dan Allah akan memberikan kepada mereka surga dengan segala fasilitas yang ada di dalamnya. Insya Allah akan saya tulis di lain waktu.

Pada hari kiamat Allah akan mendekatkan surga kepada orang-orang yang bertakwa.

QS. Asy Syu`ara : 90
“Wa uzlifatil jannatu lil muttaqiina”
“Dan (di hari itu) di dekatkanlah surga kepada orang-orang yang bertakwa”

QS. Maryaam : 63.
“Tilkal jannatul latii nuuritsu min `ibaadinaa man kaana taqiiyan”
“Itulah surga yang akan kami wariskan kepada hamba-hamba kami yang selalu bertakwa”

di tegaskan lagi pada ayat lain,

QS. Al Hijr : 45.
“Innal muttaqiina fii jannatin wa `uyuunin”
“sesungguhnya orang-orang yang bertakwa itu berada dalam surga (taman-taman) dan (di dekat) mata air-mata air (yang mengalir).

QS. An Nahl : 30.
“,....wa ladaarul akhirati khairun, wa lani`ma daarul muttaqiina”.
Sesungguhnya kampung akhirat adalah lebih baik dan itulah sebaik-baiknya tempat bagi orang yang bertakwa”.

QS. An Nahl : 31.
“Jannaatu `adnin yadkhuluunahaa tajrii min tahtihal anhaaru, lahum fiihaa maa yasyaa`uuna, kadzaalika yajziillahul muttaqiina”
“Yaitu surga `adn yang mereka masuk ke dalamnya, mengalir di dalamnya sungai-sungai, di dalam surga itu mereka mendapat segala apa yang mereka kehendaki. Demikianlah Allah memberi balasan kepada orang-orang yang bertakwa”

Jelaslah bahwa surga hanya untuk orang-orang yang bertakwa. Lantas apakah takwa itu ?

Takwa adalah perasaan takut kepada Allah swt. atau sikap taat kepada Allah swt dengan keyakinan yang mendalam tentang dzat Allah dan selalu berusaha untuk memenuhi seluruh yang di perintahkan dan selalu berusaha untuk menjauhi seluruh apa yang dilarang.

Sedikit penjelasan mengenai bagaimanakah orang-orang yang bertakwa itu ada di :

QS. Ali Imraan : 134.
“Alladziina yunfiquuna fiis sarraa`i wadh dharraa`i wal kazhimiinal ghaizha wal `aafiina `anin naasa wallahu yuhibbul muhsiniina”
“Yaitu, orang yang mengeluarkan nafkah baik di waktu lapang maupun sempit, dan yang dapat menahan amarahnya dan yang (mudah) memaafkan kesalahan orang lain, dan Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan”

Yaitu orang-orang yang suka menafkahkan hartanya baik di waktu ada kelapangan maupun di waktu keadaan yang sempit. Dan mereka yang mampu menahan amarahnya hingga ia tidak melampiaskannya walaupun ia punya kesanggupan untuk itu, dan mereka yang mudah memaafkan kesalahan orang lain dan tidak melakukan pembalasan walaupun orang tersebut telah melakukan penganiayaan kepadanya.

QS. Ali Imraan : 135.
“Waladziina idzaa fa`aluu faahisyatan au zhalamuu anfusahum dzakarullaha faastaghfaruu li dzunuubihim,......”
Dan juga orang yang apabila mereka berbuat kekejian (perzinahan) atau menganiaya diri mereka sendiri, mereka ingat kepada Allah lalu memohon ampun atas dosa-dosanya,....”

Orang-orang yang bertakwa selalu berbuat kebajikan. Perbuatan kebajikan yang bagaimanakah itu ?
Kita lihat ayat yang lain yang saling melengkapi dengan ayat-ayat sebelumnya.

QS. Al Baqarah : 177.

“Laisal birra an tuwalluu wujuhakum qibalaa masyriqi wal maghribi walakinnal birra man aamana billahi wal yaumil aakhiri wal malaa`ikati wal kitaabi wan nabiyyina, wa aatal maalaa `alaa hubbihi dzawil qurbaa wal yataamaa wal masaakiina wabnas sabiili, was saa`iliina wa fir riqaabi, wa aqaamas shalaata wa ataz zakaata, wal muufuuna bi`ahdihim idzaa `aahaduu, was shaabiriina fil ba`saa`i wadh dharraa`i wa hiinal ba`si. Ulaa`ikal ladziina shadaquu wa ulaa`ika humul muttaquuna”

“Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta ; dan (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan shalat dan menunaikan zakat dan orang-orang yang menepati janjinya apabila dia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar (imannya); dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa.

Takwa, menjadi demikian pentingnya bagi manusia sehingga perlu diingatkan dalam setiap shalat jum`at berupa seruan untuk selalu meningkatkan takwa kita dengan takwa yang sesungguh-sungguhnya, atau berimanlah dengan sebenar-benarnya iman, seperti yang dijelaskan pada :

QS. Al Anfaal : 2.
“Innamal mu`minuunal ladziina idza dzukirallahu wa jilat quluubuhum wa idza tuliiyat alaihim ayaatuhu zadathum iimaanan wa alaa rabbihim yatawakkaluuna”
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman (sempurna imannya) ialah mereka yang apabila disebut nama Allah, bergetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan ayat-ayatNya bertambahlah iman mereka (karenanya) dan hanya kepada Tuhannyalah mereka bertawakal.”

QS. Al Anfaal : 3.
“Alladziina yuqiimuunash shalaata wa mimmaa razaqnaahum yunfiquuna”
“(yaitu) orang-orang yang mendirikan shalat dan menafkahkan sebagian dari rezeki yang kami berikan kepada mereka”

QS. Al Anfaal : 4.
“Ulaa`ika humul mu`minuuna haqqan, lahum darajaatun inda rabbihim wa maghfiratun wa rizkun kariimun”
“Mereka itulah orang-orang yang beriman dengan sebenar-benarnya, mereka akan memperoleh beberapa derajat ketinggian di sisi Tuhannya dan ampunan serta rizki (nikmat) yang mulia”

Oleh karena itu, marilah senantiasa mengusahakan diri kita menjadi orang-orang yang bertakwa, bukannya hanya mengejar kekayaan semata atau mengejar kenikmatan-kenikmatan dunia yang lain yang akan mencelakakan kita. Gunakan harta yang telah di limpahkan oleh Allah swt kepada kita ke jalan yang telah ditentukan menurut Al qur`an, agar kita juga di masukkan ke dalam golongan orang-orang yang bersyukur atas semua nikmat yang telah kita terima.

Amin,.. allahumma amiin. Selengkapnya...

Rabu, 10 Februari 2010

Kehidupan Dunia adalah kesenangan yang memperdayakan.

Kesenangan yang memperdayakan.

Kehidupan dunia ini kesenangan yang memperdayakan.

QS. Ali Imraan : 185.
“Kullun nafsin dzaa`iqatul maut, wa innama tuwaffauna ujuurakum yaumal qiyaamati, faman zuhziha `anin nari wa udkhilal jannata faqad faaz, wa maal hayaatud dunyaa illaa mata`ul ghuruuri”.

“Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Dan sesungguhnya pada hari kiamat sajalah di sempurnakan pahalamu. Barang siapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan kedalam surga, maka sungguh ia telah beruntung. Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan”

Orang-orang yang beriman dengan sebenar-benarnya iman pasti meyakini kalau akhirat itu benar adanya, surga itu benar adanya, neraka itu benar adanya dan mereka juga yakin sekali kalau ajal akan menjemputnya kapan saja tanpa bisa di ketahui sebabnya. Informasi itu semua ada dalam Al Qur`an, dan semua janji-janji Allah terhadap manusia juga ada di dalamnya.

Lantas apa persepsi kita tentang kehidupan dunia dan segala apa yang ada di dalamnya ini ? yang menurut informasi juga diciptakan untuk manusia ? Bisa dikatakan kita bahwa sejak kita bisa merasakan nikmatnya makanan dan segarnya air yang kita minum, sejak itu pula kita selalu memikirkan kapan bisa mengulangi kenikmatan-kenikmatan itu. Dan setiap kali kita melewati sesuatu yang menyebabkan kita menjadi senang, yang kita pikirkan adalah bagaimana kejadian dan suasana itu bisa terulang kembali.

Dunia dan segala yang ada di dalamnya yang bisa kita rasakan, seakan telah melekat erat dalam diri dan hati kita. Dan selalu kita ungkapkan dalam suatu keinginan-keinginan yang ber-ulang setiap harinya. Jujur saja, pada saat-saat kita merasakan nikmat dan merasakan kepuasan akibat dari suatu peristiwa, kebanyakan dari kita justru lupa pada Sang Pencipta yaitu Allah swt. Padahal kalau kita meyakini, semua kenikmatan-kenikmatan yang bisa kita rasakan semata-mata hanya dari Allah swt.

Lantas kenapa Allah mengingatkan kepada manusia bahwa kehidupan dunia itu hanyalah kesenangan yang memperdayakan seperti ayat di atas. (QS.Ali Imraan 185).

Yang cuma sebentar dibanding dengan kehidupan akhirat dalam :

QS. An Nisaa` : 77.
“,....Qul mata`ud dunyaa qalilun wal akhiratu khairul limanit taqau walaa tuzhlamuuna fatiilan”
“,....kesenangan dunia ini hanya sebentar dan akhirat itu lebih baik untuk orang-orang yang bertakwa, dan kamu tidak akan di aniaya sedikitpun”

Maksudnya segala apa yang disenangi dan dinikmati di dunia ini pasti akan kembali lenyap dan dibandingkan dengan kekekalan akhirat dan kesenangan-kesenangan yang dijanjikan olah Allah tidaklah sebanding. Kesenangan yang kita nikmati seumur hidup kita pun tidak akan bisa dibandingkan dengan lamanya periode akhirat yang lamanya ribuan, jutaan bahkan mungkin milyaran tahunnya bumi kita.

Hanya kesenangan yang sedikit di banding dengan kesenangan di akhirat.

QS. Ar Ra`d : 26.
“Allahu yabsuthur rizqa liman yasyaa`u wa yaqdiru, wa farihuu bil hayaatid dunyaa wa mal hayaatud dunyaa fil akhirati illaa mataa`un”
“Allah meluaskan rezki dan menyempitkannya bagi siapa yang dia kehendaki, mereka bergembira dengan kehidupan dunia, padahal kehidupan dunia itu (dibanding dengan) kehidupan akhirat, hanyalah kesenangan (yang sedikit).

Mereka yang telah meraih apa yang bisa mereka raih di dunia ini biasanya menyombongkan diri dengan apa yang sudah diperolehnya. Mereka lupa bahwa semua apa yang telah mereka raih itu akan berakhir dan lenyap karena semua itu hanya bersifat sementara.

Hanyalah senda gurau dan main-main belaka.

QS. Al An`aam : 32.
“Wa mal hayatud dunyaa illa la`ibun wa lahwun, walad darul akhiratu khairul lillazdiina yattaquuna, afalaa ta`qiluun”
“Dan tidaklah kehidupan dunia ini, selain dari main-main dan senda gurau belaka, dan sungguh kampung akhirat itu lebih baik bagi orang-orang yang betakwa. Maka tidakkah kamu memahaminya?”

QS. Al `Ankabuut : 64.
“ Wa maa haadihil hayaatud dunyaa illa lahwun wa la`ibun, wa innad daaral akhirata lahiyal hayawaanu, lau kaanuu ya`lamuuna”
“Dan tiadalah kehidupan dunia ini, melainkan sendau gurau dan main-main. Dan sesungguhnya akhirat itulah yang sebenarnya kehidupan, kalau mereka mengetahui.

QS. Muhammad : 36.
“Innamal hayaatud dunyaa laibun wa lahwun, wa in tu`minuu wa tattaquu yu`tikum ujuurakum wa laa yas`alkum amwaalakum”
“Sesungguhnya kehidupan dunia hanyalah permainan dan sendau gurau, dan jika kamu beriman dan bertakwa, Allah akan memberikan pahala kepadamu dan Dia tidak akan meminta harta-hartamu”

Sesungguhnyalah selama kehidupan manusia itu lebih banyak digunakan untuk sesuatu hal yang bersifat duniawi saja, tingkah laku dan bicaranya banyak sekali yang tidak mencerminkan amalan akhirat. Banyak dari apa yang di bicarakan hanya bersifat omong kosong dan hanya sekedar senda gurau saja, padahal orang yang akan meraih kemenangan akhirat itu salah satunya menjaga diri dari pembicaraan yang tak berguna. Langkah kakinya lebih banyak tidak di tujukan untuk beribadah sesuai dengan fitrah manusia sebagai makhluk ibadah.

Suatu permainan yang melalaikan dan kesenangan yang menipu.

QS. Al Hadiid : 20.
“A`lamuu annamaal hayaatud dunyaa laibun wa lahwun wa ziinatun wa tafakhuru bainakum wa takatsurun fil amwaali wal aulaadi, kamatsali ghaitsin a`jabal kuffaara nabaatuhu tsumma yahiiju fataraahu mushfarraa tsumma yakuunu huthaaman, wa fil akhirati `adzaabun syadiidun wa maghfiratun minallahi wa ridhwaanun. Wa mal hayaatud dunyaa illa mata`ul ghuruuri”

“Ketahuilah bahwa sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah-megah antara kamu serta berbangga-banggaan tentang banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang tanaman-tanamannya mengagumkan para petani, kemudian tanaman itu menjadi kering, kemudian menjadi hancur, dan di akhirat (nanti) ada adzab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridhaaNya, dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu.

Kekayaan berupa harta dan banyaknya anak-anak mereka tidaklah semakin mendekatkan mereka kepada Allah, tetapi semakin melalaikan mereka dari kesyukuran akan segala nikmat yang telah diperolehnya dari Allah, mereka lupa kalau segala sesuatu bisa diambil oleh Allah sewaktu-waktu tanpa mereka ketahui sebabnya.

Dan Allah juga memperingatkan kepada manusia agar jangan sekali-kali terpedaya oleh kehidupan dunia.

QS. Faathir : 5.
“Yaa`aiyuhan nasu inna wa`dallahi haqqun, falaa taghurran nakumul hayaatud dunyaa wa laa taghurran nakum billahil gharuuru”
“Hai manusia, sesungguhnya janji Allah adalah benar, maka sekali-sekali janganlah kehidupan dunia memperdayakan kamu dan sekali-sekali janganlah syaitan yang pandai menipu, memperdayakan kamu tentang Allah.”

Itulah peringatan dari Allah, janganlah sekali-kali kehidupan dunia yang penuh tipu daya syaitan ini memperdaya kita semua, ambillah dari apa yang ada di dunia ini sekedar bisa untuk dipakai menjalankan ibadah, usahakan diri kita menjadi orang-orang yang bertakwa, janji Allah bagi orang yang bertakwa akan di teguhkan kedudukannya baik di dunia maupun di akhirat.

Jadikan kekayaan harta dan anak-anak kita adalah imbas dari ketakwaan yang kita usahakan, dan bukanlah merupakan tujuan hidup kita di dunia atau limpahan dari Allah yang berupa ujian atau cobaan yang kemudian akan menbawa diri kita ke jurang kehancuran akibat dari banyaknya harta-harta yang tidak tersalurkan sebagaimana mestinya.

Oleh karena itu ber-jihad-lah dan usahakanlah diri dan keluarga kita untuk bisa menjadi hamba-hamba Allah yang setiap saat selalu bisa mengingatNya baik di waktu duduk, berdiri maupun di waktu berbaring kita. Dan nafkahkanlah harta di jalan Allah, niscaya Allah akan mengampuni dosa-dosa kita dan akan menempatkan kita ke dalam surganya. Insya Allah bisa, karena setiap manusia diberikan sifat kehendak oleh Allah swt. Yang bisa kita gunakan untuk menuju kemana arah dan langkah kita untuk mendapatkan ridha nya Allah swt.

Amin Allahumma amin,.... Selengkapnya...

Selasa, 09 Februari 2010

Mereka yang terlalu mencintai dunia

Mereka yang mencintai dunia.

QS. Ali Imraan : 14.

“Zuyyina linnasi hubbusy syahawaati minan nisaa`i wal baniina wal qanathiiril muqantharati minadz dzahabi wal fidhdhati wal khailil musawwamati wal an`aami wal hartsi, dzaalika mataa`ul hayaatid dunyaa, wallahu indahu husnul ma`abi”

“Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu : wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang, itulah kesenangan hidup di dunia, dan disisi Allah lah tempat kembali yang baik (surga).”

Pernahkah anda mengenal seseorang yang begitu mencintai istrinya, mencintai anak-anaknya, mencintai harta bendanya ? Bahkan begitu mencintai kehidupannya hingga ketakutannya akan kematian itu begitu besar sekali. Bagaimanakah kira-kira kehidupan beragama orang tersebut ?

Dalam kehidupan kita sehari-hari kita, mungkin kita akan menemukan seseorang seperti yang telah digambarkan diatas, yang paling sering kita banyak menemui pada cerita-cerita sinetron di beberapa stasion televisi yang ada di negeri kita. Pada hampir setiap cerita ada beberapa tokoh yang menggambarkan seseorang yang begitu mencintai dunia dan segala yang ada, melebihi cintanya kepada Sang Pencipta dirinya bahkan Sang Pencipta Alam Semesta !

Lantas kira-kira seberapa banyakkah orang-orang seperti itu ? Jujur saja kita tidak bisa menghitungnya, kenapa ? Sulit sekali menghakimi seseorang sebagai orang yang terlalu mencintai dunia hanya mengenal dari lahirnya saja, sementara kita tidak pernah tahu seberapa agamis seseorang itu. Tapi tidak kita pungkiri juga kalau orang-orang seperti itu memang benar-benar ada dan mungkin banyak juga. Dan kalau benar-benar di amati akan terlihat juga mereka. Dari gaya hidup dan tingkah lakunya dalam bermasyarakat mungkin akan lebih mudah di amati.

Saat ini betapa banyak orang kaya yang kehidupan agamanya terlihat khusyu` dan itu membuat kagum saya secara pribadi dan begitu banyak pula orang kaya yang kehidupan agamanya hanya sebatas label saja. Mereka dengan mudah hidup dengan judi, dengan wanita-wanita, dengan obat-obat terlarang, dan mereka identik dengan kehidupan malam yang menggambarkan kesenangan dan hura-hura saja. Mereka terlihat jauh dengan ajaran agamanya.

Agama seolah-olah hanya sebagai formalitas belaka, yang tidak perlu mendapat tempat utama di hatinya, agama hanyalah aturan yang benar-benar mengikat kebebasan mereka, mengebiri keinginan-keinginan mereka, membatasi segala gerak langkah mereka, dan terakhir agama merupakan beban yang berat bagi mereka.

Bagi mereka dunia dan segala apa yang ada inilah yang nyata, akhirat bagi mereka sesuatu yang belum bisa di pastikan keberadaannya, sehingga mereka tidak perlu berpikir masalah akhirat. Mereka benar-benar lalai akan kehidupan akhirat. Asalkan sudah ada label agama di kartu identitasnya, mereka merasa sudah menjadi orang beriman seperti berimannya orang-orang yang taat menjalankan perintah agamanya.

Anggapan seperti inilah yang menyebabkan mereka mengejar kesenangan dunia ini seakan-akan mereka akan mati besok harinya. Mereka mengusahakan diri menjadi kaya harta benda, yang dengannya nanti mereka bisa memenuhi segala apa saja yang mereka inginkan. Semangat kerja mereka begitu tinggi mungkin juga mereka punya prinsip : muda foya-foya, tua kaya raya, dan mati masuk surga ? Ya ! masuk surga ! yang surga itu sendiri sebenarnya masih samar bagi pikiran dan hati mereka.

Di jelaskan oleh firman Allah swt. dalam :

QS. Ar Ruum : 7

“Ya`lamuuna zhaahiran minal hayaatid dunyaa wa hum `anil akhirati hum ghafiluun”
“Mereka hanya mengetahui yang lahir (saja) dari kehidupan dunia ; sedang mereka tentang (kehidupan) akhirat adalah lalai”

Mereka menyatakan dirinya beriman, tetapi perilaku hidup mereka tidak menunjukkan seperti orang yang ber-Iman, bahkan bisa dikatakan mereka itu telah ingkar atas Iman yang telah mereka ikrarkan. Kecintaan mereka pada dunia dan segala yang ada pada dunia telah melampaui batas. Sampai-sampai tidak ada waktu buat mereka untuk berpikir masalah akhirat dan segala konsekwensinya.

Bagi orang-orang seperti ini Allah memberikan gambaran dalam beberapa ayat :

QS. An Nahl : 106 – 108.

“Man kafara billahi min ba`di `iimanihi, illa man `ukriha wa qalbuhu muthma`innu bil `imaani wa laakin man syarraha bil kufri shadran fa alihim ghadhabun minallahi wa lahum adzaabun adzhiim”

“Barang siapa yang kafir kepada Allah sesudah dia beriman (dia mendapat kemurkaan Allah), kecuali orang yang di paksa kafir, padahal hatinya tetap tenang dalam beriman (dia tidak berdosa), akan tetapi orang yang melapangkan dadanya untuk kekafiran, maka kemurkaan Allah menimpanya dan baginya adzab yang besar “

“Dzaalika bi`annahumus tahabbul hayatad dunyaa alaal akhirati wa annallha laa yahdil qaumal kaafiriin”

“Yang demikian itu di sebabkan karena sesungguhnya mereka mencintai kehidupan di dunia lebih dari akhirat, dan bahwasanya Allah tiada memberi petunjuk kepada kaum yang kafir”

“Ulaa`ikal ladziina thaba`allahu alaa quluubihim wa sam`ihim wa abshaarihim, wa ulaa`ika humul ghaafiluun”

“Mereka itulah orang-orang yang hati, pendengaran dan penglihatannya telah dikunci mati oleh Allah, dan mereka itulah orang-orang yang lalai.”

Dan di ayat lain :

QS. An Nazi`at : 37 – 39.

“fa`ammaa man thaghaa”

“Adapun orang yang melampaui batas,

“wa `atsaral hayatad dunyaa”

“Dan lebih mengutamakan dunia,

“fa`innal jahiima hiyal ma`waa”

“maka sesungguhnya nerakalah tempat tinggal(nya).

Maka sudah sepatutnyalah kita perlu untuk mengetahui siapa yang telah menciptakan diri kita, dan untuk apalah kita diciptakan, karena Allah tidak pernah menciptakan sesuatu dengan sia-sia. Bagi mereka yang meng-Iman-i Allah dan selalu mengamati, meneliti, tentang tanda-tanda eksistensinya Allah, pasti akan sampai pada kesimpulan : Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan semua ini dengan sia-sia, Maha suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa api neraka.



Selengkapnya...

Minggu, 07 Februari 2010

Untuk apa kita bekerja ? part 2

Untuk apakah kita bekerja ?

Jadi untuk apa sih sebenarnya kita bekerja ? Masih juga relatif jawabannya ! Tergantung orientasi masing-masing individu. Pertama mereka yang berorientasi sukses di dunia saja, kedua sukses akhiratnya dan ketiga sukses dunia dan sukses akhiratnya.

Pada tulisan sebelumnya telah saya utarakan mengenai mereka yang bekerja dengan orientasi dunia saja dan mereka yang bekerja dengan orientasi akhirat saja, dan inilah lanjutanya,

Mereka yang beorientasi sukses dunia akhirat, akan menyeimbangkan usaha mereka antara kepentingan dunia dan kepentingan akhiratnya. Mereka bekerja layaknya mereka yang bekerja dengan orientasi sukses dunia dan mereka beribadah layaknya mereka yang hidupnya berorientasi sukses akhirat.

Kebanyakan dari mereka adalah orang-orang yang mempunyai kemampuan atau capability dalam memahami hidup dan mati. Mereka mempunyai persepsi bahwa dunia ini diciptakan untuk manusia, dengan segala apa yang ada di dalamnya. Semuanya tercipta untuk manusia di pahami sebagai sesuatu tanda-tanda bahwa semua ini ada yang menciptakan. Tentunya semua ciptaan itu untuk kepentingan manusia dalam memahami keberadaan sang pencipta.

Mereka membaca kitab suci yang sudah ada, sebagai petunjuk dan untuk mempelajari tentang informasi-informasi yang mengarahkan, bagaimana manusia harus berperilaku dalam aturan hidup bersama dengan manusia lain dan alam sekitarnya. Juga bagaimana manusia harus berinteraksi dengan Tuhannya.

Mereka meng-Iman-i bahwa dunia ini haq dan akhirat itu juga haq. Dan keberadaan dunia dan segala isinya ini disamping sebagai tanda-tanda akan eksistensinya Allah, juga merupakan jalan untuk menuju akhirat juga. Hal ini secara jelas dan gamblang sudah pula di jelaskan dalam Al Qur`an, mengenai perbuatan yang baik itu bagaimana ? Bagaimana kita harus bersikap kepada sesama manusia ?

Dan mereka semua sampai pada kesimpulan bahwa materi juga bisa menjadi jalan untuk mempermudah kita memperoleh tujuan akhirat kita. Ternyata hidup harus aktif, untuk memperoleh bagian dunia yang hasilnya nanti bisa kita pergunakan untuk umat manusia sesuai dengan petunjuk yang ada dalam Al Qur`an.

QS. Al Qashash : 77.
“Dan carilah apa yang telah di anugerahkan Allah kepadamu (kebahagiann) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi, dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah sudah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesunguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.

Ayat di atas bisa di jadikan dasar untuk mengusahakan nikmat materi (duniawi) untuk keperluan hidup dan untuk melakukan sesuatu amal kebaikan kepada sesama manusia. Dengan jalan saling memberi bantuan kepada yang membutuhkan. Masih ada lagi ayat-ayat yang bisa di jadikan rujukan.

QS. Al Jumu`ah : 11.
“Apabila telah di tunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi ; dan carilah karunia Allah, dan ingatlah banyak-banyak Allah supaya kamu beruntung”

Ayat ini juga bisa di jadikan rujukan bahwa mencari karunia berupa nikmat dunia itu memang di perintahkan dengan tetap selalu mengingat Allah agar kelak kita mendapatkan keberuntungan di akhirat.

QS. Al Qashash : 73.
“Dan karena rahmatnya, Dia jadikan untukmu malam dan siang, supaya kamu beristirahat pada malam itu, dan supaya kamu mencari sebahagian dari karunianya (di siang hari) dan agar kamu bersyukur padaNya”.

Dengan berdasar tiga ayat itu kita juga bisa memaknai kalau mencari materi itu benar diperintahkan untuk memenuhi kebutuhan hidup dan sebagian lagi untuk dipakai membantu orang lain sesuai dengan tuntunan Al Qur`an.

Nah, orang-orang yang berorientasi sukses dunia akhirat ini, mereka bekerja untuk meraih sukses dunianya dengan semangat yang sama dengan semangat mereka dalam memperoleh sukses akhirat. Dengan harapan jika mereka benar memperoleh sukses materi akan timbul lagi semangat yang lain. Yaitu semangat untuk menafkahkan harta di jalan Allah yang akan lebih bisa menjamin keselamatan akhiratnya.

Bisa dimaklumi, jika kita tidak mempunyai kelebihan dalam bidang materi (harta) mustahil juga kita akan bisa memberi kepada mereka yang membutuhkan. Cukup banyak ayat-ayat yang bisa dijadikan rujukan untuk melakukan amalan-amalan tersebut, diantaranya :

QS. Al Hadiid : 11
“Siapakah yang mau meminjamakan kepada Allah pinjaman yang baik, maka Allah akan melipat gandakan (balasan) pinjaman itu untuknya, dan dia akan memperoleh pahala yang banyak”

QS. Ash Shaff : 10, 11 dan 12

“Hai orang-orang yang beriman, sukakah kamu aku tunjukkan suatu perniagaan yang akan dapat menyelamatkanmu dari azab yang pedih”

“(Yaitu) Kamu beriman kepada Allah dan RasulNya dan berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwamu, itulah yang lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui”

“Niscaya Allah akan mengampuni dosa-dosamu dan memasukkanmu ke dalam jannah yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, dan (memasukkan kamu) ke tempat tinggal yang baik di dalam jannah `Adn. Itulah keberuntungan yang besar”.

QS. At Taghaabun : 17.
“ Jika kamu meminjamkan kepada Allah pinjaman yang baik, niscaya Allah akan melipat gandakan balasannya kepadamu dan mengampuni kamu. Dan Allah pembalas jasa lagi maha penyantun”.

Nah, kita bisa menafkahkan harta di jalan Allah hanya kalau kita punya harta, maka dari itu bekerjalah dengan semangat yang tinggi dan tetaplah beriman kepada Allah dan Rasulnya, malaikatnya, kitab-kitabnya, dan nabi-nabinya. Dan janganlah lupa untuk selalu berusaha membantu kepada mereka yang membutuhkan. Dan berbuat baiklah seperti yang di tuntunkan di QS. Al Baqarah ayat 177.

sekian. Selengkapnya...

Untuk apa kita bekerja ? part 1

Untuk apa kita bekerja ?

Masih ingat waktu kita melamar pekerjaan di suatu perusahaan ? Kadang kita di tanya : Menurut anda apa sih kerja itu ? Dan untuk apakah anda bekerja ?

Mayoritas dari mereka yang di tanya untuk apakah anda bekerja? Mereka menjawab untuk mencari uang atau penghasilan ! Benar dan bisa di terima. Ada yang menjawab, supaya ada kegiatan Pak! Dari pada nganggur ! Ya, kalau di pikir-pikir ini juga ada benarnya. Ada yang menjawab untuk mencari pengalaman Pak ! Juga ada benarnya, sebab pada jenjang atau tingkatan tertentu pengalaman kerja sangatlah dibutuhkan. Terutama bagi perusahaan yang mencari tenaga kerja yang sudah siap bekerja tanpa harus mendidik dulu. Ada sebagian kecil yang menjawab untuk Ibadah Pak ! Nah yang terakhir ini masih perlu di buktikan kebenaran jawabannya dan ketulusannya dalam mengabdi di tempat kerjanya.

Seluruh jawaban dari semua pelamar tersebut hanyalah sebagai tujuan dan motivasi awal, kecuali jawaban terakhir yang melibatkan Allah SWT. Entah karena memang belum tahu makna dari suatu “kerja” ataukah memang asal menjawab saja dari pikiran yang melintas saat menerima pertanyaan seperti itu. Yang jelas tujuan mereka ada persamaannya yang mendasar yaitu : untuk mengubah keadaan dari keadaan yang “diam” menjadi keadaan yang “bergerak”. Dari status penganguran menuju ke status Karyawan !

Dan kita tahu bahwa setiap “gerak” memerlukan daya atau power, yang bisa dipenuhi dengan asupan “makanan”. Nah imbalan dari barter power yang telah di keluarkan itulah yang akan bisa untuk memenuhi kebutuhan asupan “makanan” tersebut. Jika ada kelebihan barulah mereka bisa berpikir untuk “kebutuhan” yang lain.

Jadi untuk apa sih sebenarnya kita bekerja ? Masih juga relatif jawabannya ! Tergantung orientasi masing-masing individu. Pertama mereka yang berorientasi sukses di dunia saja, kedua sukses akhiratnya dan ketiga sukses dunia dan sukses akhiratnya.

Sukses kehidupan dunia.

Bagi mereka yang ingin meraih sukses di kehidupan dunia dan kaya menjadi tujuan utama, pasti mereka akan mengusakan dengan mati-matian. Obsesi mereka adalah harus bisa mencapai kesuksesan, seperti yang telah dicapai orang lain. Motto mereka “Bisa” dan “Harus bisa”. Bagaimanapun cara atau metode yang akan di gunakan, pokoknya “harus bisa” meraih kesuksesan itu. Tak perduli dengan cara halal atau yang di haramkan oleh Agama, mereka juga berpendapat, mencari yang haram saja begitu sulit apalagi yang halal ?

Bahkan ada buku yang berjudul “Miskin itu dosa”, buku ini karangan motivator yang jasanya banyak di pakai oleh perusahaan-perusahaan. Buku inipun bisa di jadikan motivasi buat mereka yang mengutamakan kesuksesan kehidupan dunia.

Disamping itu juga masih ada sisi lain yang bisa menjadikan motivasi meningkat, diantaranya buku-buku biografi atau otobiografi yang “hanya” membahas tentang kesuksesan seseorang dari mulai awal sampai punya rumah, mobil, perusahaan, kapal, pesawat, bahkan pulau-pulau juga punya. Buku buku ini memang merangsang, bisa mempengaruhi pikiran seseorang, bahkan bisa membalik seseorang yang tadinya sudah “loyo”, bangkit semangatnya.

Kita bisa melihat di banyak perusahaan yang bergerak dalam bidang “Trading” terutama untuk barang-barang kebutuhan sehari-hari yang didatangkan dari negara lain. Mereka mempunyai motivator motivator yang handal. Tak lain hanyalah untuk memotivasi karyawan-karyawannya agar bisa menjual dengan kuantitas produk yang maksimal, dengan insentif-insentif yang bervariasi untuk masing-masing level, mereka “berjuang” untuk bisa membangkitkan semangat rekan-rekan kerjanya dengan iming-iming Insentif yang besar, training ke luar negeri, bonus wisata ke luar negeri, dengan berbagai contoh yang entah benar atau tidak, dari salah satu anggota sales mereka yang telah berhasil meraih semua kesuksesan-kesuksesan dalam bidang materi, baik mobil, rumah mewah, deposit yang wah jumlahnya.

Dan jika memang di usahakan dengan benar-benar bukan tidak mungkin semua itu akan teralisasi, karena apa? Tak lain karena Allah Maha Pengasih , Allah akan memberi kepada siapa saja yang membutuhkan kenikmatan dunia, asal dia mau mengusahakannya untuk itu.

Dan mereka yang masuk dalam kelompok sukses dunia ini, tidak memperdulikan kehidupan akhiratnya bahkan, untuk meyakini bahwa akhirat itu benar adanyapun mereka masih ragu-ragu. Yang ada di benak mereka adalah materi, kekayaan, yang dengan itu semua mereka dapat memenuhi semua kebutuhan yang terkait dengan kemewahan hidup. Mereka menganggap inilah hidup yang sebenarnya. Mereka menganggap inilah surga yang sebenarnya. Akhirat itu urusan belakang ! tidak perlu diusahakan ! Motto mereka Muda foya-foya, Tua kaya raya, Mati masuk surga ! Luar biasa !!!

Sukses kehidupan akhirat.

Mereka yang termasuk kelompok yang kedua ini menganggap bahwa, dunia dengan segala gemerlapnya ini bukanlah satu-satunya tujuan, mereka yakin masih ada tujuan yang lebih penting dari sekedar hanya kebutuhan dunia. Bisa di katakan mereka yang termasuk dalam kelompok ini mempunyai jalan yang terbalik dengan kelompok pertama. Kedua kelompok itu berbeda mind set. Yang satu surga dunia satunya surga akhirat.

Perbedaan yang 180 derajat ini menyebabkan perbedaan yang juga sangat berlawanan dalam mengusahakannya, mereka yang termasuk kelompok ini akan berusaha untuk selalu berada dalam garis garis ketentuan syariat-syariat agama yang di anutnya. Bagi mereka kenikmatan dunia ini tidaklah harus di usahakan sedemikian rupa hingga , sampai melupakan kodrat penciptaan diri kita sendiri, sebagai makhluk ibadah atau sebagai makhluk yang wajib menghamba kepada Allah yang telah menciptakannya.

Bagi mereka ini kenikmatan dunia ini tidaklah bisa dibandingkan dengan kenikmatan-kenikmatan yang akan mereka peroleh di akhirat nanti. Mereka menganggap dunia ini hanyalah sebagai jembatan untuk menuju ke kehidupan yang sebenarnya, yaitu kehidupan yang lebih baik, yang lebih kekal, yang lebih indah dan lebih nikmat dari sekedar kehidupan dunia yang kalau di hitung tidak akan pernah dinikmati lebih dari 100 tahun.

Bagi mereka kehidupan ini hanyalah kesenangan yang menipu, yang menipu mata, telinga dan hati kita terhadap suatu kesenangan dan kenikmatan yang ada pada kehidupan setelah mati yang jauh lebih menjanjikan. Maka dari itu mereka ini hanyalah mengusahakan dunia ini hanya sekedar untuk memenuhi keperluan. Mereka merasa tidak perlu menyimpan materi secara berlebihan, sekedar bisa untuk makan dan hidup secara sederhana, asal bisa tetap tegak berdiri untuk menjalankan perintah Tuhannya dari waktu ke waktu sudahlah cukup.

Mereka jarang terlihat berada di tengah tengah kerumunan karyawan yang aktif ataupun terlibat dalam organisasi-organisasi kemasyarakatan kalaupun terlihat merekapun termasuk golongan anggota-anggota yang pasif, yang jarang mau melibatkan diri pada perdebatan yang mereka anggap tidak berguna atau lebih banyak berbicara masalah duniawi saja. Mereka merasa lebih baik untuk menambah pengetahuan yang berkaitan dengan masalah-masalah akhirat dan selalu mengusahakannya untuk itu.

Bagi mereka hidup tidak usah terlalu lama asal tetap berada pada jalan yang digariskan oleh Allah melalui kitab suci, mereka tidak akan khawatir akan kehidupan selanjutnya. Mereka juga beranggapan hidup lama tetapi tidak berarti juga akan membuat kita semakin berada dalam kerugian yang nyata. Oleh karena itu mereka tidak pernah takut akan “kematian” yang setiap saat dapat merenggutnya. Bagi sebagian dari mereka, hidup merupakan siksaan, dimana untuk meraih semuanya itu harus susah payah untuk mendapatkannya, sedangkan semua hasil yang di nikmatinya ternyata hanya semu belaka. Tak lebih dari panjang umur kita. Sekitar 50 tahun tidak sebanding dengan waktu akhirat yang jutaan tahun bahkan mungkin milyaran tahun.

To be continue in part 2, Selengkapnya...

Tak ada paksaan dalam agama Islam

Laa ikraaha fiid diin,..

Jihad fii sabilillah..

Arti sebenarnya kata di atas berjuang demi Allah. Kata semacam motto ini awalnya muncul saat pengiriman pasukan pertama muslimin pimpinan Abdullah bin Jahsy yang banyak mengundang kontroversi dari kalangan non muslim pada saat itu. Pembentukan satuan-satuan perang tersebut bukanlah tanpa alasan. Bahkan alasannya sangat logis dan tidak bisa di sangkal oleh akal siapapun.

Sebagai agama baru yang ingin tetap bertahan dan bisa berkembang. Islam harus melakukan sesuatu, yang walaupun pahit dan mendapatkan intimidasi dari kalangan non muslim saat itu, tetap sesuatu itu harus dilakukan. Islam lahir bukanlah sebagai agama yang menganjurkan perang. Islam lahir dengan ketulusan untuk melakukan perubahan terhadap keberadaan kemusrikan yang ada pada saat itu, serta berusaha untuk mengikis kebodohan (jahiliyah). Meluruskan kebengkokan-kebengkokan dalam agama yang terjadi saat itu.

Satuan-satuan perang kaum muslimin terbentuk secara naluriah, sebagai kaum yang telah mengalami penderitaan yang hebat, yang tidak saja berupa penyiksaan secara fisik, juga pengusiran dari kampung halaman mereka sendiri. Bahkan mereka tidak lagi diperbolehkan untuk masuk ke Masjidilharam. Penderitaan yang amat hebat, yang terlalu sulit untuk bisa dihapus dari ingatan.

Demi pembelaan diri keluarlah ketentuan, barang siapa melihat orang lain mencoba membujuk, menghasut atau memfitnah orang dari agamanya dan menghalangi orang dari jalan Allah, ia harus berjuang demi Allah melawan fitnah itu sampai agama dapat di selamatkan.

Dari sinilah permasalahan mulai timbul, kalangan non muslim angkat suara keras-keras : “Lihatlah Tuan-tuan, Muhammad dan agamanya menganjurkan orang untuk berperang dan berjuang demi Allah atau memaksa orang masuk Islam dengan pedang. Bukahkah ini yang namanya fanatik? Sedangkan agama Kristen tidak mengenal perang dan membenci perang. Sebaliknya malah menganjurkan toleransi, memperkuat tali persaudaraan antara sesama manusia, untuk Tuhan dan untuk Yesus”

Mereka berkata, bahwa Muhammad dan agamanya menganjurkan perang dan memaksa orang masuk Islam dengan pedang, adalah suatu kebohongan besar. Kata-kata mereka itu di tolak oleh Qur`an dalam surat :

QS. Al Baqarah : 256.

“Laa ikraaha fiid diini qad tabayyanar rusydu minal ghayyii,....”
“Tak ada pemaksaan dalam soal agama, sesungguhnya telah jelas jalan yang benar dari pada jalan yang sesat,....”

QS. Al Baqarah : 190.

“Wa qaatiluu fii sabiilillahil ladziina yuqaatiluunakum wa laa ta`taduu, innallaha laa yuhibbul mu`tadiin”
“Perangilah di jalan Allah mereka yang memerangi kamu, tetapi janganlah melanggar batas, karena Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas”

Mereka lupa kalau dalam kitab Perjanjian Baru mereka sendiri ada satu ayat yang berbunyi :
“Jangan kamu menyangka bahwa aku datang untuk membawa damai di atas bumi, aku datang bukan untuk membawa damai, melainkan pedang,.......”

Misi- misi penginjil itu mengatakan : “Tetapi jiwa Kristen secara mutlak menjauhkan diri dari perang “.
tetapi sejarah Kristen adalah sejarah yang jujur, dan sejarah Islam juga saksi sejarah yang jujur. Dari mulai sejarah Kristen sampai sejarah Islam di masa sekarang ini seluruh penjuru bumi telah berlumuran darah atas nama Yesus Kristus. Perang yang dilakukan oleh bangsa Rumawi dan bangsa-bangsa Eropa dengan mengalirkan pasukan-pasukannya ke daerah-daerah Islam di Timur. Hal itu berlangsung selama ratusan tahun. Atas nama Perang Salib , peperangan, pembunuhan, pertumpahan darah telah terjadi di mana-mana.sampai dengan saat ini perang itupun juga masih berlangsung di gaza, Palestina, Irak dan Afganistan.

Perang di dalam Islam adalah perang untuk mempertahankan keyakinan, dengan menggunakan senjata apabila mereka yang memerangi juga menggunakan senjata dan dengan hujjah dan logika apabila mereka menggunakan propaganda untuk membujuk orang lain dari keyakinannya untuk masuk ke dalam agama mereka.

Senjata di gunakan tak lain adalah harga diri manusia tersimpul hanya pada sebuah kata saja yaitu : akidahnya. Akidah lebih berharga bagi orang yang mengenal arti nilai “manusia”. Ke-manusia-an lebih berharga dari pada harta kekayaan, kekuasaan bahkan hidupnya sendiri.

Akidah adalah suatu ikatan moral antara manusia dengan manusia. Dan ikatan rohani antara manusia dengan Tuhannya. Inilah yang membuat manusia mempunyai kelebihan atas makhluk yang lain. Mereka mencintai sesamanya seperti mencintai dirinya sendiri. Ia mengutamakan mereka yang hidup sengsara atau miskin dari pada keluarganya sendiri, meskipun keluarganya sedang dalam kekurangan. Mereka mengadakan komunikasi dengan alam, bekerja dengan tekun agar dapat mengantarkannya kepada kesempurnaan hidup seperti yang sudah diberikan oleh Allah kepadanya.

Akidah semacam inilah yang melekat pada diri Rasulullah dan para sahabatnya sehingga mereka akan membela saudara-saudaranya apabila saudara-saudaranya tersebut mendapatkan kehinaan atau ketidak adilan. Itulah Islam, agama kodrat. Bukan agama ilusi dan khayal.

Islam yang di bawa oleh Rasulullah ini adalah agama yang di dasarkan pada kebenaran, kebebasan dan disiplin dalam menjalankannya. Perang itu sendiri juga merupakan kodrat manusia. Oleh karena itu, membersihkan dan memperbaiki pandangan/pikiran atau konsep mengenai perang dalam jiwa kita adalah menjadi sangat penting. Inilah yang di lakukan oleh Rasulullah dan para sahabatnya setelah keadaan di Madinah mulai stabil.

Dan langkah terbaik dalam mengawasi konsep perang ini adalah, hendaknya jangan sampai terjadi perang, kecuali hanya untuk membela diri, membela keyakinan dan membela kebebasan berpikir. Harga diri sebagai manusia haruslah di tempatkan pada tempat teratas dan benar-benar dapat di pelihara dengan baik. Ingat ! “Kamu semua adalah umat terbaik yang pernah di lahirkan untuk manusia”

Sekian.

Reff: Sejarah Nabi Muhammad SAW. Selengkapnya...

Sunnatullah part 1

Sunnatullah

Dunia ini panggung sandiwara,......
Mengapa kita bersandiwara,....?

Ingat penggalan syair itu ?
Yo..., lagunya Achmad Albar dengan God Bless-nya. Lantas kira-kira kita pernah nggak ya mencoba untuk menggali makna yang terkandung di dalamnya ? Kira-kira apa ya yang tersirat dalam syair itu ? Apakah benar dunia ini Panggung Sandiwara ?

Jawabnya ? Bisa benar bisa nggak benar ! Lho kok ? Lha iya,.. tergantung kita melihatnya dari sisi mana ! Mari kita coba renungkan sebentar,..

Dunia ini Panggung Sandiwara. Makna sederhananya, Dunia ini tempat manusia bersandiwara. Dalam bahasa yang lebih vulgar, bisa diartikan sebagai tempat manusia dalam melakukan berbagai macam kebohongan. Mungkin pendekatan ini yang lebih benar.

Dunia ini Panggung Sandiwara. Kalau dimaknai dari sisi kehendak manusia, dan mengabaikan kehendak Allah SWT ya memang sepertinya benar. Karena memang banyak manusia di dunia ini bersandiwara dalam menjalani hidupnya. Padahal sandiwara itu kan bohong-bohongan ? Berarti bisa juga kan mereka yang bersandiwara itu di klasifikasikan dalam kelompok manusia yang hidup dalam kebohongan ?

Dunia ini Panggung Sandiwara. Kalau di lihat dari perspektif agama, pasti ada Allah SWT yang terlibat di dalamnya. Kalau kita mengatakan kehidupan kita di dunia ini hanyalah seperti menjalani peran yang sudah di tentukan, seperti memainkan peran dalam sebuah sandiwara atau sinetron yang sudah terkonsep oleh seorang sutradara dan kita tinggal menjalaninya saja, berarti kita harus membahas lebih dalam lagi mengenai “konsep kehidupan” dari sudut agama kita. Islam.

Bagaikan jembatan kehidupan,,.......Mengapa kita bersandiwara.

Hidup. Tak satupun dari kita yang pernah menghendaki hidup di dunia ini. Karena kelahiran dan kehidupan kita ini mutlak kehendak Allah SWT. Dalam Qur`an Surat An Nahl ayat 78 dijelaskan :

“Wallahu akhrajakum mim buthuuni um`mahaatikum laa ta`lamuuna syai`an,......”
“Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatupun,......”

Ayat tersebut sebenarnya merupakan ayat perintah kepada manusia untuk bersyukur, sebab kesyukurane menungso ning Allah SWT iku mung sa`ithik banget, biasane cuma dimulut saja, padahal nikmat yang diterima begitu banyak dan tak bisa di hitung. Tetapi memang, kelahiran dan kehidupan kita di dunia ini mutlak kehendak Allah SWT. Kita tak pernah punya keinginan untuk dilahirkan. Dan tak pernah tahu untuk apa kita ini di hidupkan sampai kita menginjak kedewasaan, sampai kita mau mencari “apa arti kehidupan”

Manusia yang terlahir, sampai dia menemui ajalnya, dia telah terikat oleh Sunnatullah. Apakah Sunnatullah itu ? Sunnatullah adalah aturan main atau hukum-hukum yang bekerja di seluruh penjuru alam semesta. Suatu aturan main atau hukum yang tidak akan pernah berubah dari mulai dulu sampai nanti. Allah berkehendak untuk memberikan kepastian kepada makhluknya.

Hukum yang memberikan kepastian, seperti hukum sebab akibat, bahwa kalau kita melakukan sesuatu yang bersifat positif akan berakibat positif pula dan apabila kita melakukan sesuatu yang bersifat negatif akan berakibat sesuatu yang negatif pula. Dan Allah adalah maha pemurah kepada makhluknya.

Apabila seseorang melakukan sesuatu yang baik, maka Allah akan melipat gandakan kebaikan itu, dan apabila seseorang melakukan perbuatan yang jelek maka dia tidak akan di berikan balasan kecuali sesuai dengan apa yang telah dilakukannya. Dan Allah tidak akan pernah merugikan makhluknya.

QS. Al An`aam : 132.
“Dan masing-masing orang memperoleh derajat-derajat (seimbang) dengan apa yang di kerjakannya, Dan Tuhanmu tidak lengah dari apa yang mereka kerjakan.”

QS. Al An`aam : 160.
“Barang siapa membawa amal yang baik, maka baginya (balasan) sepuluh kali lipat amalnya. Dan barang siapa membawa amalan yang jahat, maka dia tidak diberi pembalasan melainkan seimbang dengan kejahatannya, sedang mereka sedikitpun tidak dianiaya (dirugikan).

Makna yang hampir sama juga ada di QS, Al Qashash ayat 84. Demikian Allah menetapkan hukum alam dan kehidupan serta disebarluaskanya ke seluruh penjuru alam semesta dalam bentuk realitas dan persepsi. Realitasnya terhampar di sekeliling kita dan persepsinya di simpulkan oleh akal kecerdasan manusia.

Benarkah kehidupan ini sebuah sandiwara kolosal ? Bisakah di bandingkan dengan sinetron yang setiap hari ditayangkan oleh setan kotak (televisi) ?

Jelas bukan ! Yang namanya sandiwara itu ya bohong-bohongan, marahnya bohong, baiknya bohong, jahatnya bohong, mukulnya ya bohong, sakitnya juga bohong bahkan misinyapun juga bohong ! Sebuah Profit Bisnis yang berlindung di bawah payung “karya seni”.

Sinetron, seluruh pemainnya sudah di setting seperti yang ada di script nya, harus ber-acting seperti yang sudah di tentukan dan di sepakati sutradara. Disini pelaku nggak punyak kehendak sama sekali. Bahkan kalau melenceng akan merusak alur cerita. Beda banget dengan kehidupan yang kita jalani sekarang ini. Kita diberi kebebasan untuk berkreasi menurut kemauan kita. Dan untuk itu Allah memberikan kepada kita Sunnatullah tadi.

Yang membedakan kalau sandiwara tidak akan berpengaruh apa-apa bagi pelakunya jika episode nya sudah berakhir. Tetapi tidak dengan kehidupan manusia. Masih ada lagi satu episode yang tak kalah serunya. Ini haq. Bagi siapa saja yang merasa mengenggam Iman, seluruh isi al Qur`an merupakan petunjuk dan pelajaran yang haq. Informasi di dalamnya yang berkaitan dengan surga dan neraka pun juga haq. Dan akhirat merupakan kesudahan bagi pemain-pemain seperti kita ini. Sangat tergantung dengan apa yang telah kita usahakan selama hidup di dunia.

Bagaikan jembatan kehidupan,....... tentunya kehidupan sesudah mati !

To Be Continue in part 2 Selengkapnya...

Boleh jadi kamu membenci sesuatu,..

Boleh jadi kamu membenci sesuatu,........


QS. Al Baqarah : 216.

“Diwajibkan atasmu berperang, padahal hal itu suatu kebencian bagi kamu. Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal baik bagi kamu, dan boleh jadi pula kamu menyukai sesuatu, padahal amat buruk bagi kamu dan Allah Maha mengetahui sedangkan kamu tidak mengetahui”

Perang, bagaimanapun bentuknya tetaplah menjadi sesuatu yang tidak di sukai. Pada awal-awal kehidupan Rasulullah SAW. di Yatsrib dihadapkan pada kenyataan yang mengambarkan bahwa kehidupan di kota Yatsrib cukup beragam. Dengan adanya minimal tiga agama dan kepercayaan menunjukkan dan mengharuskan adanya suatu jaminan kebebasan bagi masing-masing penganutnya.

Menyadari bahwa setiap gesekan sekecil apapun akan bisa menimbulkan kerusuhan dan peperangan, Rasulullah SAW bertekad untuk memberikan ketenangan jiwa bagi mereka yang menganut ajarannya, dengan jaminan kebebasan bagi mereka dalam menganut kepercayaan agama masing-masing. Bagi Muslim, Yahudi dan Nasrani mempunyai kebebasan yang sama dalam kepercayaan, kebebasan menyatakan pendapat dan kebebasan menjalankan dakwah agama.

Hanya kebebasanlah yang akan menjamin dunia ini dapat mencapai kebenaran dan kemajuannya dalam menuju kesatuan yang integral dan terhormat. Setiap tindakan menentang kebebasan berarti memperkuat kebathilan, berarti pula menyebarkan kegelapan yang akhirnya akan mengikis habis percikan cahaya yang berkedip dalam hati nurani manusia. Percikan cahaya inilah yang akan menghubungkan hati nurani manusia dengan alam semesta, dari awal hingga akhir zaman. Suatu hubungan yang menjalin rasa kasih sayang dan persatuan, bukan rasa kebencian dan kehancuran.

QS. Al Baqarah : 256.

“Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam), sesungguhnya telah jelas jalan yang benar dari pada jalan yang sesat, maka barang siapa yang ingkar terhadap taghut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang pada buhul tali yang sangat kuat yang tidak akan putus. Dan Allah Maha mendengar lagi Maha mengetahui.”

Islam tidak menganjurkan perang. Rasulullah SAW tidak menyukai perang, beliau sangat mendambakan perdamaian. Kalau tidak terpaksa membela kebebasan, membela agama dan keyakinan tidak akan pernah beliau menyetujui perang.

Dalam perjalanannya kaum musliminpun tidak bisa terhindar dari perang. Disamping kaum musyrikin Mekah yang selalu memerangi untuk mengembalikan sebagian saudara mereka untuk kembali mengikuti agama mereka yang lama, juga adanya gangguan dari kaum Yahudi yang memancing-mancing perang saudara antara dua kaum yang sudah berdamai dan menjadi saudara yaitu Aus dan khazraj.

Untuk itu pulalah mau tidak mau kaum muslimin harus mempunyai satuan-satuan perang yang nantinya dapat membela kepentingannya sendiri. Satuan perang Abdullah bin Jahsy adalah salah satu satuan perang kaum muslimin di awal-awal keberadaan Rasulullah di Yatsrib. Dalam bulan rajab Rasulullah mengirim pasukan ini kesuatu tempat dengan membawa surat dari Rasulullah SAW yang berisi sebuah pesan yang hanya boleh dibuka dan di baca setelah perjalanan selama 2 ( dua ) hari. Dan setelah di buka, isi pesan itu adalah untuk segera melanjutkan perjalanan ke kota Nahklah (kota antara Mekah dan Ta`if). Kemudian Abdullah bin Jahsy meyampaikan kepada kawan-kawannya dengan penegasan bahwa dia tidak memaksa siapapun untuk meneruskan perjalanan itu. Akhirnya mereka semua berangkat, kecuali S`ad bin Abi Waqqas dan Utbah bin Gazwan dikarenakan sedang mencari untanya yang tersesat jalan. Yang akhirnya tertawan oleh Kafilah Khuraisy.

Ayat tersebut di atas turun disebabkan karena keengganan sebagian kaum untuk berangkat menuju medan tempur, dikarenakan berat meninggalkan apa-apa yang mereka punyai. Baik harta benda, istri atau anak. Dan kecenderungan untuk mengikuti nafsu syahwat atau keinginan-keinginan yang akan membawa mereka ke dalam celaka. Dan keengganan untuk melakukan taklif atau tugas-tugas yang akan membuat kebahagiaannya kelak. Perang, walau kita membencinya, mungkin tersembunyi kebaikan. Misalnya kemenangan, harta rampasan, mungkin mati syahid. Demikian sebaliknya walaupun kita senang karena tidak berangkat berperang, terdapat pula keburukan misalnya , kehinaan, kemiskinan karena tidak memperoleh bagian rampasan perang dan luputnya pahala dari jihad mempertahankan agama Allah.

Dalam perjalanannya S`ad bin Abi Waqqas dan Utbah bin Gazwan tertawan oleh pihak Khuraisy dan Abdullah bin Jahsy serta pasukannya bertemu dengan kafilah Khuraisy yang di pimpin oleh Amr bin Al Hadrami yang sedang membawa barang dagangan. Ada pikiran yang berkecamuk di hati pasukan Abdullah bin Jahsy ini kalau teringat akan perlakuan kaum Khuraisy selama di Mekah yang telah merampas harta benda mereka dan mengusir mereka. Mau langsung menyerang tapi mereka ingat bahwa itu bulan Rajab yang termasuk salah satu bulan yang di sucikan dan diharamkan berperang di dalam bulan tersebut.

Setelah maju mundur, akhirnya pasukan Abdullah bin Jahsy ini memberanikan diri untuk maju menyerang, dan terlepaslah anak panah dari salah satu anggota pasukan tepat mengenai pimpinan kafilah yaitu Amr bin Al-Hadrami yang kemudian tewas. Saat itu pasukan muslimin menawan 2 orang dari khafilah Khuraisy dan membawanya ke Madinah.

Setelah sampai di Madinah Abdullah bin Jahsy melapor ke Rasulullah. Namun, laporannya di tolak oleh Rasulullah sambil beliau berkata : “Aku tidak memerintahkan kalian berperang di bulan suci”, kemudian di tolak pulalah harta rampasa dan dua tawanan khuraisy tersebut. Akibat penolakan itu pasukan Abdullah bin Jahsy menjadi bingung dan banyak dari teman sejawat sesama kaum musliminpun juga menyalahkan mereka. Dan segera tersiarlah ke segenap penjuru oleh kaum Khuraisy dan kaum Yahudi yang juga memanas-manaskan suasana, bahwa pasukan Rasulullah SAW telah melanggar kesepakatan untuk tidak berperang di bulan suci.

Dalam kebingungan itulah kemudian turun ayat selanjutnya yaitu QS. Al Baqarah : 217. yang menjelaskan bahwa berperang di bulan suci itu dosa bahkan dosa besar, tetapi merintangi orang dari jalan Allah dan mengingkariNya , merintangi orang untuk memasuki masjidil Haram dan mengusir penduduk dari sekitarnya adalah lebih besar dosanya dalam pandangan Allah. Setelah itu barulah lega hati Pasukan kaum muslimin. Kemudian penyelesaian kafilah dan dua tawanan itu di serahkan kepada Nabi. Dengan dibebaskannya S`ad bin Abi Waqqas dan Utbah bin Gazwan oleh kaum khuraisy, barulah Nabi mau menerima tebusan dua tawanan itu. Tetapi salah satu dari tawanan itu yaitu Al Hakam bin Kaisan masuk Islam dan tinggal di Madinah.

Sumber : Siraah Nabi dan Tafsir Al Jalalain. Selengkapnya...

Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga ?

Jangan terlalu percaya diri.

Manusia,..banyak yang merasa bahwa langkahnya tidak lain hanyalah karena Allah semata, banyak yang merasa bahwa mereka hidup dalam keikhlasan. Mereka lupa bahwa di dalam kata ikhlas itu sendiri ada ke-tidak ikhlasan. Kalau di tanya apakah kamu ikhlas menjalani semua ini ? Kebanyakan dari mereka akan mengatakan ya aku ikhlas ! Tapi banyak dari mereka saat di coba oleh Allah dengan sedikit cobaan, mereka hampir-hampir tak kuat menahannya. Banyak mengeluh, curhat sana sini mengungkapkan isi hatinya sambil meminta tolong barang kali ada yang besedia menolongnya.

Banyak juga dari manusia yang merasa sudah berbuat baik, mereka merasa tidak pernah berbuat kejelekan kepada orang lain, tidak pernah menyakiti hati orang lain dan apa yang telah mereka lakukan mereka yakini akan mendapatkan balasan yang baik dari Allah yang maha adil.

Banyak juga dari manusia yang dalam sehari-harinya mudah sekali meninggalkan perintah Allah, seperti shalat lima waktu, tetapi dalam kesehariannya mereka merasa tidak pernah berbuat jelek dan tidak pernah menyakiti orang lain, mereka sudah merasa bahwa dengan apa yang di lakukan selama ini pasti dirinya dijauhkan oleh Allah dari neraka.

Pembaca, ternyata banyak dari diri kita yang melakukan sesuatu tanpa mengetahui ilmunya. Hal ini sangat di sayangkan sekali, karena Allah sendiri melarang kita untuk mengikuti sesuatu yang kita tidak tahu ilmunya. Karena segala sesuatu itu ada ilmunya.

QS. Al Israa' : 36
“wa laa taqfu maa laisa laka bihi ilmun,....
Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya,.....

Kita bisa membayangkan bagaimana seseorang mengemudikan kendaraan tanpa mengetahui ilmu/cara-cara mengemudi dengan selamat. Dan kita bisa bayangkan bagaimana seseorang tukang kayu atau tukang kaca bekerja tanpa mengetahui ilmu atau cara-cara memperlakukan kaca dan kayu-kayu tersebut.

Ayat ini secara otomatis memerintahkan kepada kita untuk mempelajari sesuatu sebelum kita terlanjur mengikutinya. Demikian juga beragama harus “tahu” ilmunya. Kalau di dalam Agama Islam ada Ilmu Iman dan Ilmu Islam. Ilmu Islam banyak kita temukan pada banyak buku yang beredar di masyarakat, terutama yang berkaitan dengan syariat dan Ilmu Iman disamping kita banyak menemukan dalam buku-buku yang beredar kita juga harus banyak-banyak menggali dari para ulama yang ada di dekat sekitar kita.

Secara tidak langsung kita benar-benar di tuntut untuk belajar dalam segala hal yang kita ikuti, terutama dalam hal agama, janganlah beragama hanya di pinggir saja atau di kulitnya saja, masih banyak yang harus kita pelajari dalam hal ilmu agama, yang nantinya akan bisa kita jadikan bekal dalam menjalankan kehidupan beragama kita.

Perbuatan baik yang kita lakukan tanpa dilandasi dengan ilmu, belum tentu akan mendekatkan kita kepada surganya Allah. Jika orientasi ibadah kita karena ingin surganya Allah ya harus kita gali bagaimana kita akan bisa sampai di surganya Allah, jika orientasi ibadah kita lebih karena ingin terhindar dari neraka Allah ya tentunya harus di cari pula upaya untuk bisa terhindar dari nerakanya Allah. Dan jika orientasi ibadah kita lebih dikarenakan ingin mendapatkan ridlanya Allah, ya juga harus di upayakan bagaimana untuk bisa meraih ridlanya Allah swt.

Janganlah kita merasa bahwa apa yang telah kita perbuat saat ini akan berakibat surganya Allah, cobalah untuk sedikit memahami bagaimana Allah akan menempatkan seseorang di surga, dan coba pula untuk sedikit menyimak 2 ayat di bawah ini.

QS. Al Baqarah : 214.
“Am hasibtum `an tad khulul jannata wa lammaa ya`tikum matsalul ladziina khalau min qoblikum, massathumul ba`saa`u wadh dharraa`u wa zulziluu,...
Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum datang kepadamu (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu ? Mereka di timpa oleh malapetaka dan kesengsaraan, serta di goncangkan (dengan bermacam-macam cobaan),.....

QS. Ali Imraan : 142.
“ Am hasibtum `an tad khulul jannata wa lammaa ya`lamil lahhul ladziina jahaduu minkum wa ya`lamas shaabiriin”
Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum nyata bagi Allah orang-orang yang berjihad di antaramu dan belum nyata orang-orang yang sabar.”

Ayat di atas menggambarkan betapa kuat dan sabarnya orang-orang dahulu dalam menerima cobaan Allah yang demikian hebat seperti, kemiskinan yang memuncak, berbagai macam penyakit dan berbagai bala` atau bencana alam, tetapi mereka tetap bertahan pada keimanan mereka, mereka tetap bertauhid kepada Allah swt.

Di ayat satunya tersirat, belumlah nyata bagi Allah orang yang berjihad secara secara lahiriah dan belumlah di ketahui, orang-orang yang sabar dalam menghadapi kesusahan. Berjihad disini bisa di artikan :
1.Berperang untuk menegakkan agama Islam dan melindungi orang-orang Islam seperti dalam perang badar.
2.Memerangi hawa nafsu, yang akan mudah untuk membelokkan keimanan seseorang.
3.Mendermakan harta benda untuk kebaikan Islam dan umat Islam.
4.Memberantas yang bathil dan menegakkan yang hak.

Orang-orang yang demikianlah yang akan dimasukkan ke dalam surganya Allah dan otomatis akan terhindar dari nerakanya Allah swt.

Sedikit tulisan di atas hanyalah tercurah dari rasa saling mengingatkan kalau surganya Allah itu hanyalah untuk orang yang bertaqwa (Muttaqin) atau hanya untuk orang-orang yang beriman dan beramal shaleh. Bukan untuk orang-orang yang hanya telah merasa berbuat kebaikan, tetapi untuk suatu perbuatan baik seperti yang sudah di rekomendasikan di ayat 177 surat Al Baqarah :

“Bukanlah menghadapkan wajahmu ke timur dan ke barat itu suatu kebajikan, akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat, kita-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang di cintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta, dan (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan shalat dan menunaikan zakat ; dan orang-orang yang menepati janjinya apabila dia berjanji dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar (imannya). Dan mereka itulah orang-orang yang bertaqwa.” Selengkapnya...

Apakah Anda Seorang Pemimpin atau Calon Pemimpin ?

Apakah anda seorang pemimpin ? Atau calon pemimpin ?

Perhatikan sifat-sifat di bawah ini !

1.Tidak Egoistis.
Seorang pemimpin tidak boleh mempunyai sifat mementingkan diri sendiri , mau menang sendiri atau bersifat otoriter dalam melaksanakan pekerjaan di lingkungan kerjanya. Harus bisa melihat pada kepentingan yang lebih luas, yaitu kepentingan perusahaan dan kepentingan seluruh karyawan tentunya. Setiap keputusan harus dipertimbangkan bersama dan bisa diterima bersama-sama pula. Kebesaran hati dalam menerima keputusan yang telah di tetapkan mutlak harus di usahakan.
2.Adil.
Bisa memutuskan dan memberi solusi atas semua problem yang ada secara adil, tidak memihak, berusaha untuk memberikan jalan yang bisa diterima oleh semua pihak yang terkait, dan berusaha memberikan kesan yang seimbang terhadap setiap penyelesaian masalah.
3.Jujur.
Mutlak diperlukan dalam memberikan informasi-informasi yang bersifat umum, untuk kepentingan perusahaan maupun untuk kepentingan karyawan. Jujur dalam menjalankan setiap tugas yang diberikan oleh atasan, jujur pada setiap kesalahan-kesalahan yang terjadi, baik dalam proses produksi maupun administrasi.
4.Mempunyai perhatian terhadap bawahan.
Harus mempunyai kesadaran bahwa karyawan bawahan itu juga menginginkan perhatian, menginginkan kesan bahwa pimpinannya juga memperhatikan dirinya. Maka, perhatian sekecil apapun akan sangat bermanfaat, baik bagi bawahan maupun atasan yang bersangkutan. Berusaha selalu obyektif dalam menilai dan tidak memberikan kesan “like and dislike” terhadap bawahan.
5.Penuh tanggung jawab.
Bertanggung jawab sepenuhnya terhadap segala sesuatu yang terjadi di lingkup kerjanya, dengan berusaha untuk tidak mengalihkan kesalahan kepada rekan kerja yang lain ataupun bawahannya. Dan berusaha untuk tidak “lari” dari tanggung jawab. Bagaimanapun seorang pimpinan tidak akan bisa lepas dari kesalahan yang dibuat oleh bawahannya.
6.Berpengalaman.
Harus mempunyai pengalaman yang akan berguna dalam menyelesaikan pekerjaan dan problem-problem yang akan terjadi, baik dalam proses produksi maupun administrasi, maupun permasalahan yang terjadi antara perusahaan dengan pihak di luar perusahaan.
7.Cerdas.
Mutlak diperlukan, agar proses kerja dan keputusan-keputusan yang akan di buat bisa tepat dan akurat, tidak terkesan trial and error. Cerdas lebih dikonotasikan pintar atau mempunyai IQ yang cukup.
8.Penuh inisiatif dan kreatif.
Berusaha untuk mengambil peran terhadap permasalahan yang muncul atau yang belum sempat tertangani dengan memberikan tawaran-tawaran solusinya. Dan mampu mengantisipasi permasalahan dan peluang disaat sekarang maupun yang akan datang.
9.Sehat Jasmani dan Rohani.
Seorang pemimpin harus benar-benar sehat, baik jasmani maupun rohaninya, sehingga benar-benar bisa memimpin dengan jasmani yang sehat dan rohani yang sehat pula. Yang bisa mencerminkan kekuatan atas seorang pemimpin atas yang dipimpinnya.
10.Mampu menasihati bawahannya.
Mempunyai kemampuan dan pengalaman untuk memberikan pengarahan kepada bawahan dengan memberikan motivasi untuk bisa maju dan lebih baik lagi dalam melaksanakan pekerjaan. Dan harus melakukannya secara berkala agar karyawan tidak lepas kontrol dalam perilaku dan komunikasinya.
11.Mampu memilih dan menempatkan orang pada posisi yang tepat.
Bisa membaca kemampuan atau skill seseorang dan menempatkannya pada posisi yang sesuai dengan kebutuhan. Sehingga efektifitas dan effisiensi kerja dapat terealisasi dengan jelas. Ini sangat diperlukan agar pekerjaan tetap berjalan dengan lancar.
12.Mampu menciptakan komunikasi 2 arah.
Setiap apa yang telah di sampaikan kepada rekan kerja baik di level yang lebih atas maupun bawah akan menimbulkan balikan yang selaras dengan maksud dan tujuan, sehingga nantinya bisa diperoleh suatu hubungan yang harmonis dan saling mendukung satu sama lain. Hal ini sangat berguna sebagai formula untuk menentukan kebijakan-kebijakan yang akan direalisasikan di permukaan.
13.Pengetahuan mengenai hubungan dengan manusia cukup luas.
Mempunyai kultur sosial yang bagus. Sering berinteraksi dengan orang lain dalam berbagai hal yang nantinya akan sangat berguna dalam mempertimbangkan berbagai masalah yang terjadi.
14.Berwibawa.
Bisa menimbulkan kesan berwibawa, dalam arti kesan, kuasa, berwenang, disegani, yang akan membuat apa yang akan di sampaikan lebih di perhatikan oleh rekan dan bawahan.
15.Mempunyai kestabilan dalam emosi.
Emosi yang stabil secara sederhana bisa digambarkan sebagai sifat tidak mudah marah, dan bisa menahan diri dari sifat cepat marah dan membabi buta. Penting sekali agar setiap keputusan tidak dipengaruhi oleh sifat emosi yang berlebihan.
16.Berani mengambil resiko untuk mencapai kesuksesan.
Apabila diperlukan seorang pemimpin harus berani “gambling” terhadap resiko yang akan diterimanya. Karena ketakutan terhadap suatu hasil yang belum pasti bisa, belum tentu juga akan menguntungkan di masa mendatang. Bisa-bisa malah tidak kebagian sama sekali. Terutama berkaitan dengan produksi dan pemasaran hasil produksi.
17.Mampu mempengaruhi orang lain.
Kemampuan yang juga sangat penting untuk membawa seseorang pada situasi yang kita kehendaki. Terutama menghadapi konflik antara karyawan dan perusahaan. Penting sekali untuk bekal bagi bagian marketing dan penjualan. Untuk mempengaruhi calon pembeli agar tertarik dan segera membuat keputusan untuk membeli.
18.Memiliki jiwa inovatif.
Mempunyai kemampuan untuk menciptakan, memperbaiki yang sudah ada, baik dalam proses produksi maupun sistem management, sehingga selalu bisa tercipta suasana fresh dan selalu menunjukkan arah perkembangan yang lebih baik.
19.Konsisten terhadap prinsip dan flexible dengan metode.
Bisa memberikan toleransi terhadap metode atau cara yang digunakan rekan atau bawahan asalkan tidak mengubah kesepakatan yang telah dibuat bersama. Hal ini sangat penting untuk menghargai pendapat dan metode orang lain, sepanjang tidak melenceng dari tujuan utama.
20.Tegas dalam bertindak namun tidak kasar.
Termasuk di dalamnya dalam memberikan sanksi terhadap setiap kesalahan yang terjadi, namun tetap disertai dengan sajian komunikasi yang baik, yang tidak akan memancing penerima sanksi untuk melakukan perlawanan akibat dari kesalahan penyampaian.

20 sifat yang harus ter-aplikasi pada diri kita. Selengkapnya...

Bonek dan Chauvinisme

“BONEK” & Chauvinisme.

Fanatisme.

Chauvinisme bisa di artikan fanatisme lokal atau dalam skala yang lebih besar, perasaan fanatis yang berlebihan terhadap kelompok, suku, atau kedaerahan atau bahkan mungkin terhadap negara. Mereka bahkan rela mati untuk membelanya. Kadang pembelaan itu tanpa dilandasi oleh akal sehat lagi. Artinya walaupun yang di bela itu dalam posisi yang salah, dia tetap akan membelanya sampai titik darah penghabisan.

Mungkin seperti inilah yang terjadi pada supporter Persebaya saat ini. Coba saja pikir, wong persebaya itu bukan lagi kesebelasan yang dominan juara, sering kalah lagi, nggak lagi garang seperti dulu, manajemennya menganut sistem kandang bubrah. Kok ya cik fanatik temen. Trus . Kalau menang suporternya dapat apa ? Cuman senang aja ditambah pesta kecil-kecilan panggang ayam. Itupun atas biaya sendiri alias urunan antar suporter.

Kemenangan sebuah tim tidak harus di rayakan secara spektakuler. Sekali lagi tidak. Cuma ini butuh pemahaman yang agak dalam mengenai “kebenaran”. Dan bentuk dukungan juga, masing-masing individu harus tahu sampai dimana harus mendukung. Harus tahu Ilmunya.

“Dan janganlah kamu ikuti sesuatu yang kamu tidak tahu ilmunya, sesungguhnya pendengaran, penglihaan dan hati akan di mintai pertanggungan jawab” firman Allah SWT.

Keputusan untuk “mendukung” harus tetap di seleksi. Dengan memberikan pertanyaan semacam. Apa sih dukungan itu ? Siapa sih yang akan saya dukung itu ? Trus kapan sih saya harus mendukung ? Dimana saya mesti kasih dukungan ? Dan bagaimana sih saya harus kasih dukungan ?

Kalau semuanya itu mendapatkan jawaban yang rasional. Sekali lagi rasional. Pasti juga akan menghasilkan dukungan yang rasional juga. Artinya cara berpikir yang rasional dan perilaku yang rasional akan menghasilkan sesuatu yang rasional pula dan di anggukkan oleh seluruh makhluk di jagad raya. (universal).

Misalnya, apa sih persebaya itu ? Kita dapat jawaban sebuah organisasi sepakbola ! ya sebuah organisasi sepak bola ! Kalau di teruskan dari mana sumber dananya jawabannya dari sponsor sebagian dan sebagian besar lagi dari APBD alias uang rakyat !

Trus. Siapa sih yang ada di dalamnya ? Pengurus, pemain, dll.? Jawabnya, orang orang yang rangkap jabatan bukan profesional dalam bidang bola. Ada eksekutif ada pula yang duduk di legislatif ! Kok orang-orang seperti ini ? Lha iya ,..agar lebih mudah pencairan dananya toh ? Lantas pemainnya gimana ? Kira2 mumpuni nggak ? Kalau nggak kenapa ?

Trus. Dimana kita mesti kasih dukungan ? Cukup di kandang sendiri atau harus ke kandang lawan juga kalau harus ke kandang apa untung ruginya ? Kalau di dukung ke kandang lawan bisa nggak mengangkat moral pemainnya ? Bisa pasti menang nggak ? Trus juga bagaimana bentuk cara memberikan dukungan di kandang lawan ? Haruskah dengan atribut dan tingkah laku yang berlebihan atau kadang kelewat batas? Atau dengan dukungan yang sopan dan berkepribadian ? Emang sulit ini soalnya ada korelasinya dengan tingkat pendidikan dan kedewasaan berpikir masing-masing anggota supporter dengan tingkah lakunya. Tapi mau gak mau cara dukungan seperti ini harus lah jadi pilihan utama.

Caranya ?

Harus di pikirkan bersama. Yang pasti supporter yang terdata harus steril dari anak2 kecil atau dari preman2 jalanan atau preman pasar atau terminal. Mereka yang mempunyai potensi berbuat onar harus berada di luar wadah supporter. Kalau mau maksa masuk anggota yo harus taati aturan dan harus rela untuk berpikir dan berperilaku seperti yang sudah di sepakati bersama. Dan setiap pemberangkatan supporter harus disertai rekomendasi organisasi dan aparat terkait. Dan jika ada supporter yang bertindak di luar batas supporter lain harus mencegah, bukan malah mendukung. Sanksi untuk supporter yang berbuat anarkis harus jelas.

Trus kapan kita harus mendukungnya ? Apa di waktu pertandingan saja atau pada waktu latihan juga atau mungkin harus setiap saat mendukung dengan motor dan atributnya trus keliling kota ? Sebab dukungan yang seperti ini nih, yang menyusahkan orang lain ! Mengganggu lalu lintas ! Membuat takut pengendara-pengendara perempuan dan ibu-ibu.

Trus bagaimana bentuk dukungannya ? Dengan berdandan sopan dan berperilaku sopan dan tetap menghargai lawan atau dengan dandanan gak karuan trus pakai motor protolan dan mumet2 kota bikin takut orang atau bagaimana ? Ini nih yang bener2 sulit ! Kebanyakan dari supporter “bonek” memang benar-benar “bonek” . Yang namanya bondo nekad. Yo gak duwe opo2 maneh selain tekad. Ironis memang ! Tapi selama persebaya tidak lepas dari tingkah laku supporternya yang sangat tidak sportif, selama itu pula persebaya tak akan pernah dapat “harga” dari supporter lawan di manapun mereka bertanding. Mutlak supporter harus berubah cara dukungannya. Sehingga pemain juga bisa main tanpa rasa takut baik di kandang sendiri maupun di kandang lawan.

“Bonek” harus di buang dan di kubur dalam-dalam yang ada hanyalah “Supportik” alias supporter yang simpatik. Yang sanggup mendukung kesebelasannya di waktu kalah maupun menang dengan cara yang wajar dan dalam batas-batas dukungan yang wajar pula. Kemenagan atau keunggulan sebuah tim tidak harus di jawab dengan kesombongan, ke arogansi an dan tingkah laku yang mencerminkan sebagai makhluk yang hanya bisa berbuat kerusakan.

Supporter dengan jumlah seperti itu adalah sebuah energi yang sangat besar, jika bisa di gunakan untuk hal yang positif pasti besar pula hasilnya. Tidak terkecuali juga untuk merehabilitasi image yang sudah terlanjur hancur, remuk atau tinggal puing-puing yang terpisah jauhpun, pasti akan bisa terealisasi sebuah proyek rehabilitasi image dalam bentuk dukungan supporter Persebaya yang simpatik untuk Persebaya sendiri dan masyarakat Surabaya umumnya.

“Inna sam`a wal bashara wal af`idah, kullun ulaika kana anhu mas`ula” firman Allah SWT.
“Sesunguhnya pendengaran, penglihatan dan hati akan dimintai pertanggung jawaban” kelak di akhir kehidupan dunia.

Viva Persebaya, viva supporter simpatiknya. Selengkapnya...