Setiap gerak dan langkah mengandung sebuah keinginan, walaupun hanya sebuah keinginan untuk bergerak dan melangkahkannya saja. Bergerak dan melangkah untuk tujuan ibadahpun demikian juga. Penyebab atau alasan paling utama kita beribadah adalah perintah Allah swt. Yang berimbas pada sebuah kata, yaitu “pengabdian”. Pada alasan ini kita akan mengabaikan semua alasan yang telah ada maupun yang akan muncul. Tidak ada keinginan lain kecuali “keridhaan” Allah swt terhadap setiap gerak dan langkah kita. Tak ada tendensi atau maksud lain kecuali sebuah keinginan agar kita termasuk orang-orang yang berpredikat “Hamba Allah”. Sebuah level tertinggi untuk seorang makhluk.
Alasan kedua kita ber-ibadah adalah, terbebasnya kita dari siksa atau azab neraka akibat kelalaian kita terhadap perintah ibadah. Neraka yang digambarkan begitu hebat dan pedih siksanya membuat kita “takut”, hingga kita memilih untuk “taat” kepada perintah Allah. Sedangkan ketakutan kita terhadap “neraka” juga menimbulkan sebuah keinginan untuk mencari sebuah tempat yang menjanjikan suasana sebaliknya. Yaitu sebuah suasana yang jauh dari siksa dan dekat dengan suasana yang selalu membahagiakan. Dan Allah telah mempersiapkan dan menyediakan apa yang menjadi keinginan kita tersebut. Yaitu “surga”.
Surga yang digambarkan penuh dengan kenikmatan telah mengusik keinginan kita untuk menjadi salah satu orang yang akan menghuninya kelak. Semakin tinggi kekuatan keimanan kita semakin yakin pula kita tentang kebenaran semua berita tentang “surga”. Dan keyakinan kita tentang kebenaran surga telah memberikan motivasi yang sangat besar terhadap “semangat” ibadah kita. Hingga tanpa sengaja alasan atau penyebab kita beribadah adalah keinginan yang besar untuk menjadi salah satu penghuninya kelak. Dan itu bukanlah sebuah kesalahan, karena Allah menciptakan surga memang untuk “dihuni” oleh mereka yang menginginkannya dan berhak atas warisan dari Allah tersebut. Yaitu Surga dengan segala kenikmatan yang ada di dalamnya.
Surga adalah makhluk Allah juga. Keberadaan surga juga untuk ditempati. Dan sampai saat ini surga masih menunggu makhluk-makhluk yang akan menjadi penghuninya. Khusus untuk manusia ada kriteria-kriteria tertentu yang menjadikannya sebagai orang-orang yang dirindukan oleh surga. Rasulullah saw memberitahukan kepada kita bahwa ada empat amalan yang harus atau selalu dilakukan. Jika kita mengamalkanya secara konsisten, Insya Allah akan memberikan dampak “takut” dan “taat” kepada ancaman dan perintah Allah swt. Diantara amalan-amalan tersebut adalah :
Pertama adalah, orang yang senantiasa membaca Al-Qur’an.
Al Qur`an adalah kalamullah. Ayat-ayat suci yang berisikan petunjuk dan pembeda antara yang haq dan yang bathil. Sebuah petunjuk yang akan mengantarkan kita ke jalan yang lurus, yaitu jalan Allah. Maka siapapun yang suka membacanya, tahu artinya, paham maknanya lalu mewujudkannya dalam perilaku sehari-hari, maka sudah sewajarnyalah kalau surga merindukannya. Jangan salah ! Hanya orang yang membaca Qur`an dan mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari saja yang akan dirindukan oleh surga, bukan mereka yang hanya membaca tapi sama sekali tidak berakibat pada meningkatnya kualitas ibadah.
Al Qur`an adalah sebuah petunjuk. Jika petunjuk yang ada di dalamnya di ikuti atau dijalankan, pasti akan menjadikan diri kita orang yang taat, tetapi jika kita tidak perduli dengan isi atau kandungan Al Qur`an, kitapun tidak akan mendapatkan apa-apa. Karena kita menjadikan Al Qur`an hanya sebagai bacaan, bukan sebagai tuntunan hidup untuk beribadah. Maka dari itu, jika kita menginginkan diri kita menjadi orang-orang yang dirindukan oleh surga hendaknya kita senantiasa membacanya. Dengan memberikan atau menyempatkan waktu untuk membaca, memahami maknanya dan merealisasikan dalam kehidupan kita sehari-hari.
Tanpa memahami arti dan makna yang terkandung dalam Al Qur`an, mustahil kita akan bisa mengetahui apa pesan sebenarnya yang dibawa oleh Al Qur`an. Dan ini kebanyakan terjadi pada diri kita yang sudah merasa puas bisa membaca huruf-huruf yang terangkai dalam ayat-ayatnya. Padahal belum bisa memberikan dampak yang nyata pada kualitas keimanan kita. Maka dari itu janganlah kita merasa sudah “Islam” sebelum kita bisa memahami apa makna “Islam” itu sendiri. Karena segala sesuatu pasti ada ilmunya. Demikian juga dengan Islam yang kita anut selama ini.
Islam adalah agama Ilmu. Disamping ayat-ayat alam yang banyak tersebar di jagad raya, Al Qur`an adalah sumber ilmu ketauhidan, Juga merupakan sumber kekuatan Iman. Maka dari itu banyak-banyak membaca Al Qur`an akan membawa kita pada ketaatan yang akan berujung pada ketakwaan kita kepada Allah swt. dan kita juga harus ingat bahwa, hanya ketakwaan yang akan membawa kita pada kemuliaan. Baik dimata manusia maupun dihadapan Allah swt. Jadikanlah Al Qur`an sebagai bacaan wajib sehari-hari, dan janganlah melupakan arti dan maknanya.
Kedua, mereka yang menjaga “lidah”nya.
Lemas, tidak ada tulangnya, tapi jika sudah aktif bisa mengubah dunia. Tidak keras, tapi bisa begitu tajam seperti tajamnya sebilah pedang. Jika tidak berhati-hati dalam menggunakannya lidah bisa sangat berbahaya. Baik bagi orang lain maupun bagi diri sendiri. Sumber sebuah pertikaian kebanyakan di awali dengan kata-kata atau ucapan yang menyinggung perasaan. Oleh karena itu Rasulullah saw, pernah bersabda, barang siapa mengaku beriman kepada Allah, hendaklah ia berkata benar atau diam. Begitu pentingnya peran “lidah” hingga Rasulullah pun sampai berkata demikian.
Dengan lisan kita bisa berkomunikasi. Jika lisan tidak berfungsi, rasanya hidup kurang berarti. Tapi ingat, jika salah dalam menggunakan lisan, maka temanpun bisa menjadi lawan. Semakin sering salah dalam penggunaan lisan semakin banyak pula orang yang akan memusuhi kita. Allah memberikan kepada kita nikmat berbicara, tapi bukan untuk berbicara sembarangan, apalagi pembicaraan yang mengandung banyak dosa, seperti bicara kotor, bohong, memfitnah orang lain. Lisan diberikan untuk berkata benar, untuk mengingatkan dalam kebenaran dan kesabaran.
Janganlah terlalu banyak mengumbar kata-kata, apalagi kata-kata yang tidak banyak berguna. Mungkin maksud kita kadang hanya untuk “bergurau”, tapi jika orang yang kita maksud tersinggung perasaanya, bisa jadi merupakan awal sebuah malapetaka. Karena kebanyakan konflik bermula dari kesalahan dalam ucapan. Dan diam kadang bisa menjadi pilihan yang baik untuk menghindari banyaknya kesalahan dalam ucapan. Bukan berarti kita harus selalu diam. Jika dibutuhkan kita “wajib” untuk berbicara. Tentu saja hanya pembicaraan yang benar saja yang harus kita ucapkan.
Hanya ucapan yang baik yang bisa menghasilkan kebaikan. Ucapan yang jelek, kotor, kasar hanya akan menjadi sumber pertikaian, permusuhan, pertengkaran dan peperangan. Sebuah perintah yang diikuti oleh banyak orang akan sangat berbahaya jika dipergunakan untuk kejelekan. Maka sudah sewajarnya pula kalau surga merindukan orang-orang yang bisa menjaga lidahnya, mengingat peran lidah yang begitu penting untuk kedamaian umat manusia. Dan hanya mereka yang berimanlah yang bisa menjaga lisannya.
Ketiga, memberi makan orang yang kelaparan.
Dalam bahasa jawa, Urip iku Nguripi. Dalam pengertian kita hidup adalah menghidupi atau mendukung kehidupan. Allah maha hidup. Allahlah yang membuat hidup, maka Allah pulalah yang menghidupi semua ciptanNya. Dan kita sebagai manusia, yang bisa menggunakan akal dan pikirannya sudah sepatutnya mendukung kehidupan. Dengan tidak berbuat kerusakan di muka bumi yang bisa menyebabkan “musnah”nya mahkluk hidup yang lain. Bahkan kita harus berbuat kebaikan terhadap kehidupan. Dengan merawat dan menyayangi makhluk lain seperti kita menyanyangi diri kita sendiri.
Makan adalah sebuah usaha untuk mempertahankan hidup. Dan hidup tidak lain hanyalah untuk beribadah kepada Allah. Sedangkan lapar adalah sebuah keadaan yang membahayakan bagi kelangsungan hidup. Sebuah keadaan yang bisa menyebabkan hilangnya kesempatan seseorang untuk beribadah dan berbuat amal shalih. Maka, memberi makan kepada mereka yang kelaparan adalah kontribusi yang sangat baik bagi kelangsungan kehidupan. Sebuah perilaku baik yang pantas untuk mendapatkan balasan dari Allah dengan berlipat ganda.
Segayung air yang kita siramkan pada sebatang pohon adalah sebuah kebaikan. Siraman air pada tanaman di sebuah taman adalah sebuah usaha untuk melanggengkan sebuah kehidupan. Walaupun kematian pasti akan menjemput, tapi dukungan kita terhadap kelangsungan kehidupan adalah sebuah nilai yang sangat tinggi dan sangat bemanfaat. Seember air yang kita sediakan untuk minuman binatang ternak adalah sebuah dukungan terhadap kelangsungan kehidupan juga. Dan kelak Allah akan memperlihatkan semua kebaikan-kebaikan tersebut. Bahkan tidak ada yang tersembunyi. Semua akan nampak dihadapan kita.
Dan sesungguhnya, Allah akan memberikan balasan kepada kita, sekecil apapun kebaikan yang pernah kita perbuat. Seteguk air yang kita berikan kepada seseorang yang menderita kehausan akan menolong kita di akhirat kelak pada saat banyak orang dilanda kehausan. Karena Allah akan memberikan minum kepada kita. Dan sebungkus makanan yang kita berikan kepada mereka yang kelaparan, juga akan menolong kita kelak di akhirat pada saat banyak orang dilanda kelaparan. Karena Allah memberi makan kita. Dan yakinlah, bahwa Allah akan memberikan pertolongan kepada kita, manakala kita mau memberikan pertolongan kepada mereka yang membutuhkan.
Keempat, Orang-orang yang berpuasa di bulan ramadhan.
Allah mewajibkan kita puasa di bulan Ramadhan, maka barang siapa berpuasa berarti merupakan sebuah ketaatan. Allah memberikan berkah, rahmat dan ampunan serta pembebasan dari api neraka, maka ibadah puasa “hanya” untuk Allah. Mengapa ? Karena kesungguhan kita dalam berpuasa atau menjalankan kewajiban ibadah tersebut hanya Allah saja yang mengetahui. Karena sesungguhnya banyak dari kita tidak tulus dalam menjalankan perintah puasa. Dan banyak pula dari kita mengabaikan larangan-larangan yang harus dihindari oleh orang yang sedang berpuasa.
Maka hanya mereka yang berpuasa dengan ikhlas karena Allah sajalah yang akan mendapatkan semua pahala puasa. Disiang hari mereka menahan lapar dan haus, menahan lisan, menahan semua nafsu yang timbul dari dalam jiwa, menahan syahwat. I`tikaf atau berdiam di dalam masjid. Dimalam hari mereka memanfaatkan waktu untuk shalat, membaca Qur`an dan berkholwat serta ibadah-ibadah yang lain. Tujuannya tidak lain hanya mengharapkan ridhanya Allah atas puasa dan ibadah yang sedang dilakukannya. Maka tidaklah berlebihan kalau surga merindukan orang-orang yang seperti ini.
Jika kita selalu berusaha dan bisa mewujudkan diri kita dengan empat perilaku diatas, Insya Allah surga akan selalu merindukan kita. Tapi jangan lupa, perintah ibadah yang utama seperti Shalat, zakat dan amalan-amalan yang lain jangan sampai diabaikan. Karena meninggalkan salah satu ibadah yang mutlak harus dilaksanakan adalah sebuah kepincangan dalam beribadah. Maka dari itu landasan Iman haruslah dibangun sedemikian kuat, sehingga semua perintah utama akan bisa dilaksanakan tanpa ada rasa lebih utama salah satu dari yang lain.
Sebenarnya, kita beribadah ini tidak harus terpancang pada keinginan terbebasnya kita dari neraka atau keinginan kita untuk masuk surga dengan segera. Tetapi yang paling penting untuk orientasi adalah ibadah karena Allah semata. Surga dan neraka adalah milik Allah, yang akan dipergunakan untuk memberikan “balasan” kepada umat manusia yang taat dan yang ingkar. Jika kita menyediakan diri untuk “taat” kepada Allah, niscaya kita akan mewarisi surga. Akan tetapi jika sebaliknya, pasti kita akan mewarisi neraka. Karena, semua itu sudah merupakan ketentuan dari Allah untuk makhluknya.
Untuk itu kesadaran tentang “keadilan” Allah dalam memberikan balasan kepada seluruh umatnya hendaknya juga menjadi keyakinan yang harus dibangun. Karena bukan surga dan neraka yang menyebabkan kita hidup di dunia, tetapi karena “kesempatan” yang diberikan oleh Allah saja yang menyebabkan kita “ikut” dalam kompetisi atau perlombaan yang banyak sekali memberikan ujian hidup. Kesempatan hidup yang mengandung banyak ujian itu tidak lain untuk membuktikan siapa diantara kita yang paling baik amal ibadahnya. Dan Allah akan memberikan hak masing-masing diri kita sesuai dengan apa yang telah kita perbuat semasa kita dalam masa “ujian”.
Sekian.
Kamis, 02 September 2010
Surga Merindukannya.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar