Rabu, 22 September 2010

Ramadhan Telah Berlalu.


Tak terasa kita telah berada di bulan syawal. Sebuah bulan yang diawali dengan persiapan dua rakaat shalat sunat hari raya fitri. Kemudian berlanjut dengan sebuah momen yang sangat indah dari keseluruhan rangkaian kehidupan kita selama setahun penuh. Sebuah peleburan dosa yang mulai mengeras atau bahkan telah membatu. Karena telah teronggok dan terbiarkan selama hampir satu tahun. Dosa-dosa yang terabaikan karena ego kita, karena kesombongan kita, karena keengganan kita untuk mengakui kesalahan yang telah kita perbuat, karena nafs kita yang penuh sampah, karena pikiran negatif kita yang telah banyak berperan merajut dan melahirkan dosa-dosa, baik kepada Allah maupun kepada sesama manusia.

Allah telah mengampuni semua dosa-dosa yang telah kita perbuat dan membebaskan kita dari api neraka kelak. Tentu saja jika puasa yang telah kita jalankan benar-benar puasa yang ber”kualitas”. Tidak terjangkiti oleh penyakit-penyakit hati dan terbungkus oleh keikhlasan karena Allah semata. Tetapi dosa-dosa yang telah kita perbuat kepada orang tua kita, sanak saudara kita, tetangga kita, rekan kerja kita belumlah terhapus tanpa keikhlasan mereka dalam memberi maaf atas semua kesalahan yang kita perbuat atas diri mereka. Oleh karena itu, bulan syawal adalah sebuah kesempatan yang paling baik dan indah untuk saling meminta dan memberi maaf atas semua bentuk kesalahan, baik yang disengaja maupun yang tidak disengaja.

Sebuah kesempatan yang benar-benar indah, tapi benarkah kita telah mendapatkan apa yang kita harapkan? Dosa antara sesama kita memang ada kemungkinan besar untuk lebur atau luluh lantak, tapi kegemaran kita memelihara kebencian telah membuat kita tidak pernah bisa melupakan sebuah perlakuan yang pernah melukai perasaan kita. Kebebasan yang kita berikan kepada lisan kita cenderung lebih banyak melahirkan dosa-dosa baru yang kadang lebih menyakitkan dari dosa-dosa lama kita. Sehingga momen di awal bulan syawal tak lebih berarti dari pada sekedar basa-basi saja. Karena pertemuan pertama setelah kita berpisah dari peristiwa jabat tangan akan mengingatkan kembali pada luka lama yang sulit untuk kita lupakan.

Ramadhan adalah misteri bagi sebagian besar orang. Rahmat, ampunan dan pembebasan yang ada di dalamnya menjadi tanda tanya yang pernah berimbas pada keinginan untuk bertanya dan menggali apa sebenarnya manfaat puasa bagi kita. Baik bagi jasad maupun bagi jiwa kita. Ketidak pahaman kita tentang puasa menjadikan diri kita tak ubahnya seperti meng ”copy paste” sebuah “contoh salah” yang seharusnya kita hindarkan. Jika kita mencontoh puasa ular atau ayam, perilaku kita setelah puasa tak ubahnya seperti sebelum kita berpuasa. Sedangkan contoh “nyata” dari puasa ulat tak pernah menggerakkan hati kita untuk meyakini sebuah keniscayaan dari janji Allah untuk mengubah diri dan jiwa menjadi lebih baik dan lebih berkualitas.

Bertahun-tahun kita bertemu ramadhan bahkan selama hidup kita. Tapi selama itu pula kita tidak pernah bisa memahami arti dan makna puasa kecuali hanya sekedar tekstual atau “katanya” saja. Kita lebih banyak mengawali puasa dengan niat “diluar” hati. Lalu makan sahur semaksimal dan senikmat mungkin. Kemudian menahan diri terhadap makanan dan minuman diwaktu siang. Mengabaikan hal-hal yang justru banyak mengurangi kesempurnaan puasa. Membiarkan mata, telinga, lisan dan hati bebas sebebas-bebasnya. Dan mengakhirinya dengan melahap berbagai jenis makanan yang telah dipersiapkan sebelumnya secara sempurna. Dan menambah dengan makanan lain diwaktu malam ketika tak ada sesuatu yang menghalangi antara mulut dan perut kita.

Padahal pada diri puasa terdapat manfaat yang sangat besar untuk manusia. Sebagai pencegah dan pelindung diri dari berbagai macam penyakit yang dibawa sebagian besar makanan dan minuman yang kita buang ke perut kita. Lalu sebagai sarana untuk mengubah kualitas diri dari yang semula ingkar menjadi beriman. Dari yang semula asal beriman menjadi sungguh-sungguh beriman. Dari kesungguhan beriman menjadi orang-orang yang bertakwa. Ibaratnya sebuah perubahan dari dari sebuah makhluk rakus dan selalu berbuat kerusakan menjadi sebuah makhluk yang indah, tajam penglihatannya, kokoh cengkeramannya, sensitif perasaanya dan tak terbatas langkahnya.

Pernahkah kita berpikir bahwa kita akan menjadi diri yang berbeda dengan sebelum kita berpuasa ? Bagaimana perilaku lisan kita setelah kita berpuasa satu bulan ? Bagaimana kualitas shalat kita ? Bagaimana pemahaman Al Qur`an kita ? Seberapa besar kepedulian kita terhadap sesama ? Seberapa besar pengorbanan kita di jalan Allah melalui jihad ? Dan seberapa besar kemauan kita mengaplikasikan akhlak Al Qur`an dalam kehidupan keseharian kita. Dan yakinkah kita bahwa “puasa” bisa mewujudkan semua perubahan yang kita kehendaki ? Jika kita tidak yakin, tentu saja kita harus mencari lebih banyak bukti-bukti bahwa puasa bisa mewujudkan semua perubahan yang kita kehendaki.

Begitu pentingnya arti puasa bagi manusia dan begitu sayangnya Allah kepada kita, sampai-sampai Allah menawarkan turunnya rahmat di sepertiga awal bulan ramadhan. Lalu janji ampunan atas semua dosa di sepuluh hari kedua. Dan janji pembebasan dari panasnya api neraka serta sebuah malam yang disebut lebih baik dari seribu bulan yaitu “Lailatul Qodr”. Rahmat, ampunan, pembebasan dan lailatul qodar adalah janji yang tak akan dipungkiri oleh Allah, karena Allah tidak pernah mengingkari janji seperti kita biasa melakukannya. Karena apa ? Karena pentingnya hidup dengan Iman dan amal shalih. Karena pentingnya mensyukuri kenikmatan hidup dengan mengabdi hanya kepada Allah. Karena pentingnya hidup dengan ketaqwaan.

Ya, hanya taqwa yang bisa memberikan ridhanya Allah kepada kita. Dan jika kita memahami arti penting dari keridhaan Allah pada hidup kita, tentunya kita mengharapkan terjadinya perubahan pada diri kita. Agar kita bisa hidup dengan Iman, agar kita bisa hidup dengan amalan yang shalih, agar kita bisa hidup dengan pengabdian sepenuhnya hanya kepada Allah, agar kita bisa hidup dengan ketaatan pada perintah dan larangan Allah dan agar kita bisa mencapai derajat hidup orang-orang yang bertaqwa. Yang semua itu bisa menjadikan kita lebih mudah untuk mendapatkan ridhanya Allah. Bisa mencapai derajat orang-orang yang disayang oleh Allah dengan terpenuhinya semua apa yang kita minta. Dan tempat yang paling indah kelak, yaitu di sisi Allah.

Semua janji yang baik dari Allah adalah keinginan buat kita. Dan kita bisa memintanya kepada Allah. Tentu saja semua syarat terpenuhinya permintaan kita juga harus kita laksanakan. Allah mengabulkan permintaan orang-orang yang meminta, maka iman dan amal shalih adalah sesuatu yang pasti harus kita penuhi. Kemudian sabar dan tetap menjalankan shalat serta selalu berbuat baik kepada orang lain. Dan puasa adalah amalan yang sangat penting untuk terkabulnya semua permintaan kita. Jika semua syarat tersebut sudah kita penuhi, maka bertawakallah kepada Allah. Dan hasil terbaik pasti akan kita peroleh. Baik secara langsung, tertunda waktunya atau terkabulkan kelak di periode akhirat dengan kenikmatan-kenikmatan yang tidak kita pernah kita jumpai di dunia.

Oleh karena itu janganlah kita menganggap remeh puasa ramadhan yang hampir setiap tahun kita jumpai. Dan bulan ramadhan yang penuh keberkahan bukanlah omong kosong. Kewajiban puasa di bulan ramadhan adalah sebuah kesempatan yang mungkin tidak akan kita jumpai lagi di tahun yang akan datang. Karena hanya Allahlah yang mengetahui dengan pasti kapan ajal kita akan datang. Jika umur kita masih panjang kemungkinan besar kita akan mendapatkan kesempatan bertemu dengan bulan ramadhan yang akan datang. Tapi jika ajal kita akan jatuh pada tahun ini juga berarti kita kehilangan kesempatan di tahun yang akan datang. Padahal puasa ramadhan kita kemarin belum memberikan sesuatu yang berarti pada kita.

Untuk itu marilah kita segera mengevaluasi sikap dan tingkah laku kita kedepan. Tentu saja sikap dan tingkah laku yang ada hubungannya dengan ibadah. Yaitu usaha untuk memenuhi semua permintaan Allah dan mengutamakan Iman diatas semua kepentingan dunia. Jika ramadhan yang lalu kita shalat, bagaimana shalat kita setelah ramadhan berlalu. Jika kita rajin untuk shalat berjama`ah di masjid, terutama di waktu Isya` dan subuh, bagaimana shalat berjama`ah kita di masjid setelah ramadhan berlalu, jika kita menahan makan dan minum selama ramadhan yang lalu, bagaimana nafsu makan dan minum kita setelah ditinggalkan bulan ramadhan. Karena kebanyakan kita mengutamakan selera makan yang berlebihan.

Semua perilaku kita haruslah kita evaluasi lagi dengan teliti. Jika tidak ada perubahan dan perilaku kita kembali seperti disaat sebelum berpuasa, maka pastikan bahwa kita tidak mendapatkan sesuatu apapun dari ritual puasa satu bulan yang telah kita lakukan. Karena puasa adalah sarana menggapai keinginan dan sarana untuk mengubah kualitas diri dari orang yang tidak perduli ibadah menjadi orang yang menghamba kepada Allah. Introspeksilah diri anda dengan cermat. Jika memang benar-benar tidak berefek apapun setelah berpuasa ramadhan, segera lakukan taffakur. Berpikir dan teruslah berpikir untuk apa sebenarnya kita hidup dan dihidupkan oleh Allah di dunia ini.

Teruslah berusaha. Karena tidak ada kata terlambat bagi sebuah “taubat” dan sadar akan spiritual yang mutlak kita butuhkan. Baik selama dalam hidup di dunia maupun kelak saat hidup di dunia yang lain. Pertahankan iman dan usahakan agar selalu bertambah kuat waktu demi waktu. Jagalah lisan dengan selalu mengucapkan sesuatu yang benar. Jangan suka mengobral ucapan-ucapan yang tidak perlu. Apalagi yang tidak berkaitan dengan ibadah. Jagalah selalu untuk shalat diawal-awal waktu, karena yang demikian itu menunjukkan semangat ibadah kita. Usahakan selalu berjama`ah Isya` dan subuh di masjid. Kerena dua waktu tersebut adalah waktu terberat bagi orang-orang yang mewajibkan shalat atas dirinya.

Jadikan ibadah shalat menjadi sebuah kebutuhan diri dan pribadi kita. Jangan hanya terbatas pada sekedar menjalankan kewajiban saja. Karena ibadah yang dilakukan dengan “terpaksa” tidak akan menghasilkan apa-apa kecuali sekedar gugurnya kewajiban atas diri kita. Dan keikhlasan adalah “ruh” dari sebuah ibadah yang kita lakukan. Tanpa keikhlasan kita tidak akan sampai pada ridhanya Allah atas kehidupan kita di dunia. Keterpaksaan hanya akan melahirkan beban dan keraguan sedangkan keikhlasan akan mendekatkan kita kepada Allah. Dengan selalu berjalan di atas jalanNya dan selalu bertindak atau betingkah laku atas namaNya. Dan selalu menyelaraskan dengan perintah berperilaku yang ada dalam kitabNya, yaitu Al Qur`an.

Perubahan kualitas diri bukanlah sesuatu yang mustahil terwujud, tetapi merupakan sesuatu yang sangat mungkin terwujud jika kita benar-benar mengusahakannya. Berkali-kali berjumpa dengan bulan ramadhanpun, jika tidak memahami apa yang ada di bulan bulan ramadhan dan paham akan diri “puasa” niscaya kita tak akan pernah mendapatkan apa yang ada pada ramadhan dan puasanya. Kita akan selalu kembali dan kembali seperti sediakala seperti saat sebelum ramadhan. Dan jika membiarkan hal ini berlangsung terus selama hidup kita, berarti kita hidup dalam kejahilan tentang agama. Oleh karena itu segeralah untuk mengevaluasi diri setelah ramadhan berlalu dan segera tentukan langkah untuk segera melakukan perubahan diri ke arah yang lebih baik dalam beribadah.

Makna Idhul fitri bukan hanya untuk meyakinkan diri tentang kebenaran janji Allah akan bebasnya kita dari api neraka. Tetapi harus bisa dirasakan oleh mereka yang berpuasa ramadhan. Satu syawal bukan hanya ritual saling memaafkan antara sesama tetapi harus bisa dijadikan pembatas antara kebodohan dalam beragama dengan pemahaman arti pentingnya ibadah buat kita. Jika di setiap satu syawal kita bisa meningkat satu tahapan ibadah saja, itupun lebih baik dari pada tidak meninggalkan efek sama sekali. Satu tingkat tahapan beribadah jika kita tempuh berkali-kali selama hidup kita pada saat bertemu bulan ramadhan niscaya bisa mengantarkan kita pada arti dan makna sesungguhnya tentang pentingnya ibadah bagi kehidupan kita.

Bukan berarti di luar bulan ramadhan kita tidak dapat meningkatkan Iman dan kualitas ibadah. Waktu yang hampir sebelas bulan adalah lebih dari cukup untuk dipakai meningkatkan Iman seseorang. Tapi kekhususan bulan suci ramadhan bisa membuat sebuah lompatan kualitas Iman seseorang dari sebuah keraguan menjadi sebuah keyakinan yang sangat dalam. Apalagi jika dilakukan dengan sepenuh hati dan bisa mendapatkan pahala ibadah di malam kemuliaan yang sangat besar nilainya. Mengapa? Karena ada puasa. Dan inilah yang menjadikan bulan ramadhan menjadi bulan yang penuh berkah karena Syahadat, shalat, zakat, infaq, sedekah, puasa dan keinginan untuk berhaji ada di sini.

Tapi jangan kita lalu berpikir, bahwa kita pasti akan mendapatkan pahala ibadah di malam kemuliaan hanya dengan mengkhususkan secara khusyu` ibadah hanya di bulan ramadhan. Pahala ibadah dimalam tersebut hanya bisa diperoleh apabila kita intens beribadah selama setahun sebelum ramadhan atau bahkan mungkin selama bertahun-tahun sebelum ramadhan terakhir yang kita jumpai. Dengan demikian dituntut kesungguhan dalam menjalankan ibadah. Dan kesungguhan dalam beribadah hanya bisa diperoleh hanya jika mengetahui dan menguasai ilmunya ibadah. Jika tidak, kita tetap akan terapung-apung dalam keraguan tentang kebenaran semua janji-janji Allah tentang tentang indahnya surga dan hebatnya siksa neraka.

Setengah bulan syawal telah kita lalui. Walaupun kita telah melewatinya dengan kebiasaan-kebiasaan yang telah berjalan dari tahun ke tahun, seperti tradisi pulang kampung atau bepergian kemana saja untuk mengisi liburan yang relatif panjang, janganlah kita lupa akan arti pentingnya ramadhan dan satu syawal. Sebagai tanda kembali “fitrah” atau kembali suci seperti bayi yang baru lahir kita usahakan untuk selalu ingat dan selalu berusaha agar jiwa yang bersih dan terisi dengan hal-hal yang baik tidak lagi kita kotori dengan sesuatu yang akan membuat kotor lagi jiwa kita. Mempertahankan diri dari kekotoran jiwa adalah sesuatu yang sangat sulit dari pada membersihkan jiwa di bulan ramadhan.

Sebab bulan ramadhan sudah di design oleh Allah menjadi sebuah bulan yang mempunyai banyak keistimewaan. Berbeda dengan bulan-bulan lain. Sehingga dalam kerugian yang besarlah orang-orang yang berjumpa dengan bulan ramadhan, tapi tidak memanfaatkannya dengan baik dan sungguh-sungguh. Hingga setelah lewatnya bulan tersebut kita masih bertanya-tanya tentang apa istimewanya bulan ramadhan. Hal ini biasa terjadi pada mereka yang tidak perduli pada ibadah dan dan tidak mengenal ilmu ibadah. Tidak perduli diri sendiri juga tidak perduli orang lain, sehingga bulan yang seharusnya menjadi sarana untuk menyeberang dari keraguan ke keyakinan, hanya lewat dan tersia-siakan.

Berbeda dengan orang-orang yang berilmu, lewatnya bulan ramadhan menyebabkan tangis yang tak bisa lagi dipertahankan cucuran air matanya. Kesedihan yang mendalam karena ditinggalkan bulan ramadhan menyebabkan seseorang untuk lebih intens dalam beribadah. Sebab mereka masih berharap agar bisa kembali menjumpai lagi bulan ramadhan ditahun yang akan datang. Maka mereka berdoa agar dipanjangkan umurnya dan bisa berjumpa lagi dengan bulan ramadhan. Dan jika Allah menghendaki lain dengan ajalnya, merekapun tak kuasa menghadangnya. Dan satu-satunya jalan adalah ibadah yang lebih bersemangat dan lebih baik agar kalau kelak kita dijemput ajal sebelum datangnya ramadhan yang akan datang, kita akan benar-benar mati dalam keadaan berserah diri kepada Allah swt.

sekian.

Tidak ada komentar: