Alhamdulillah !! sudah ada sinyal keberanian dari pemimpin kita. Walaupun terasa masih setengah hati. Acara infotainment yang disukai banyak orang, yang telah membius jutaan umat Islam, yang “isi”nya bertentangan dengan ajaran agama telah di”haram”kan oleh Majelis Ulama Indonesia. Sebagai Umat yang berusaha untuk menjauhi larangan-larangan Allah kita patut “sedikit” bersyukur atas keluarnya keputusan tersebut. Kenapa cuma sedikit ? Karena masih begitu banyak tayangan-tayangan televisi yang pamer aurat perempuan. Sepertinya fatwa ini hanya sebagai “warning” saja untuk dunia pertelevisian.
“Ghibah” adalah sesuatu yang dilarang oleh agama, tapi media begitu bebas meng”komunikasi”kannya pada pembaca atau pemirsanya. Baik melalui tabloid maupun layar kaca. Hampir tiap stasiun TV mempunyai acara “Ghibah”. Bahkan bisa dikatakan merupakan acara yang diandalkan dan banyak menyedot iklan. Sehingga acara ini termasuk acara yang harus dipelihara dengan menyertakan inovasi dan kreasi agar selalu terlihat “up to date”. Tapi tetap saja isinya adalah pengungkapan pribadi seseorang yang kadang terlihat begitu “vulgar” dalam penyajiannya. Tidak lagi menghargai perasaan orang yang menjadi obyeknya.
Selain acara ghibah televisi juga banyak menayangkan acara yang para pemerannya menampakkan sebagian dada dan paha atau sebagian aurat. Seperti yang kita tahu, aurat adalah sesuatu yang benar-benar “privacy”, terutama untuk mereka yang mengaku diri sebagai orang Islam. Ajaran Islam begitu tegas mengatur tentang bagaimana menutup aurat. Tapi di Negara yang mayoritas penduduknya mengaku beragama Islam ini, aurat begitu bebas nampak di layar kaca. Ironis sekali nampaknya. Satu saat mereka berbicara dengan “baju” Islamnya, dengan kata-kata yang familier untuk umat Islam, tapi di saat yang lain berpose sensual dengan baju se”ada”nya.
Memang tidak semua acara yang disajikan hanya “sia-sia” untuk pemirsa. Cukup banyak juga acara yang benar-benar bermanfaat. Yang isinya bisa diambil sebagai pelajaran hidup atau ilmu pengetahuan yang sangat berguna untuk memahami sesuatu. Tapi kalau benar-benar dicermati banyak acara yang tidak perlu untuk dilihat. Karena tidak ada yang bisa diambil manfaat darinya. Dan ironisnya mereka justru jadi “idola”. Padahal sedikitpun tidak ada yang bisa kita ambil pelajaran dari tayangan tersebut. Kita hanya hanyut dalam gerak, kata dan tawa saja.
Mungkin anda beranggapan kalau seluruh tulisan diatas sangat bersifat subyektif. Memang benar. Karena saya hanya menghadapkan sesuatu masalah pada ada atau tidaknya manfaat yang bisa diperoleh untuk manusia yang mengabdi hanya pada Allah. Juga karena Allah menciptakan kita semua hanya untuk beribadah. Jadi sesuatu yang tidak ada korelasinya dengan ibadah, apalagi yang cenderung sia-sia, bahkan cenderung melanggar aturan atau ajaran agama, sudah selayaknya untuk dijauhi atau dihindari. Agar kita tidak semakin cinta dan larut pada tayangan-tayangan yang bernuansa “haram”.
Penayangan acara “dakwah” di televisi sepertinya hanya sekedar penyeimbang dari acara-acara “hiburan” yang kadang begitu “seronok”. Bertentangan sekali dengan apa yang disampaikan dalam dakwah oleh para ustadz. Lantas untuk apa sebenarnya ada tayangan “dakwah” ? Kalau yang menayangkannya sendiri saja nggak perduli dengan apa yang disampaikan dalam tayangan dakwah. Mereka tahu, tapi tetap saja melanggar aturan tentang batasan aurat. Lalu apa artinya semua tayangan dakwah? Sungguh ironis, disatu sisi dijejali dengan ilmu Iman tapi di sisi lain dipaksa untuk melahap larangan-larangan Allah.
Allah sudah mengingatkan kepada kita dengan satu ayat, “mengapa kamu menyuruh orang lain mengerjakan kebaikan, sedangkan kamu melupakan dirimu sendiri. Padahal kamu membaca kitab, apakah kamu tidak berpikir ?” Ayat ini adalah cermin bagi kita yang hanya bisa menyuruh berbuat baik, tapi sebenarnya menyukai hal-hal yang buruk. Hal-hal yang bertentangan dengan ajaran agama. Hingga suatu kali kita mengumpulkan orang banyak untuk “ngaji”, tapi kita sendiri tidak pernah ikut pengajian tersebut. Jadinya ya kita tak pernah tahu mana yang dilarang dan mana yang diperintahkan. Akibatnya pakaian “mini” yang sebenarnya dilarang, malah semakin sering tayang.
Sebenarnya bukan hanya infotainment yang harus diharamkan. Di sebuah negara yang mayoritas penduduknya mengaku beriman ini, tayangan-tayangan di televisi yang melanggar aturan atau ajaran agama harus pula diharamkan. Tapi apa ya bisa ? Wong kita semua sudah terlanjur menyukainya. Diam-diam kita juga menunggu-nunggu jam tayangnya. Jika di survey, lebih banyak mana mereka yang tidak setuju dengan yang setuju tayangan ghibah dan aurat di televisi ? Jawabnya tidak bisa dijadikan gambaran keinginan masyarakat yang sebenarnya.
Mereka yang ber-agama menjawab tidak setuju. Yang terang-terangan menyukai, menjawab setuju. Tetapi yang tidak menjawab jumlahnya tak terhitung, termasuk mereka yang berada diluar survey. Dan ironisnya juga, mereka yang tidak menjawab ini sebagian besar termasuk penikmat ghibah dan “mini wear” Sehingga pada saat ada sebuah demo anti ghibah dan pornografi mereka seakan-akan menghadapi sebuah tembok yang terbuat dari tubuh-tubuh saudara kita sendiri. Benar-benar ironis sekali. Sebuah larangan agama justru tumbuh subur dan terpelihara dengan baik oleh sekelompok orang yang mempunyai tujuan dunia jauh melebihi tujuan akhiratnya.
Infotainment sudah di”haram”kan oleh Majelis Ulama, tinggal bagaimana pelaksanaan lanjutannya. Apakah kalau sudah diputuskan haram lalu tidak boleh ditayangkan? Mengingat masih banyak tayangan lain yang juga pantas mendapat label serupa. Bagaimana pula jika stasiun yang bersangkutan tetap nekad menayangkannya? Jangan-jangan hanya disarankan untuk ganti baju saja lalu jalan terus tayangannya. Seperti yang sudah pernah terjadi. Kita tunggu dan kita lihat saja. Serius atau hanya sekedar lips service.
Mereka bisa saja berkelit dengan kata-kata “hanya” menayangkan. Masalah mau melihat atau tidak itu kan urusan pribadi masing-masing. Dan kalimat ini banyak dianut orang. Ironisnya juga, yang mengamini kalimat ini juga banyak dari orang yang ber”identitas” Islam. Lucu juga kan? Meskipun begitu masih bisa dimaklumi, mungkin mereka muslim yang tidak pernah peduli dengan perintah dan larangan yang ada di dalam agamanya sendiri. Jadinya ya, pandangan dan lontaran kalimatnya juga tidak mencerminkan aturan-aturan dalam agama Islam.
Lantas bagaimana pula kita harus menyikapi fatwa haram infotainment tersebut?
Sebenarnya fatwa haram dari MUI hanyalah mempertegas saja. Sedangkan isi dari tayangan tersebut sudah haram sejak lama. Seharusnya, sejak lama pula kita sudah berusaha untuk menjauhi tayangan-tayangan semacam itu. Kita harus lebih selektif lagi memilih acara-acara yang akan kita nikmati. Yakinkan dalam hati bahwa “isi” dari tayangan tersebut bertentangan dengan ajaran agama. Pastikan bahwa tayangan yang banyak mengandung ghibah dan aurat adalah musuh yang nyata-nyata harus kita lawan. Karena sudah disusupi oleh sekumpulan setan yang berusaha untuk melemahkan iman manusia.
Berikan pengertian pada anak-anak kita tentang tayangan-tayangan yang menurut agama tidak pantas atau tidak boleh untuk ditonton. Karena biasanya anak-anak hanya mengikuti berita tentang artis-artis yang menjadi idolanya atau yang mereka kenal lewat iklan dan sinetron. Kebanyakan anak tidak mengerti tentang halal dan haramnya sesuatu kalau tidak diberi pengertian lebih dulu. Memang agak sulit membelokkan mata anak-anak yang sudah terlanjur nge-fans pada sosok artis. Mereka lebih cenderung ingin tahu apa saja yang dilakukan oleh sang artis, baik dalam sinetron maupun di luar sinetron.
Jangan pernah bosan untuk memberikan pengertian pada anak-anak kita untuk tidak menonton tayangan-tayangan yang berlabel “haram”. Tapi jangan lupa pula pada diri sendiri. Jangan sampai terjadi, kita melarang anak-anak kita untuk menonton sebuah tayangan haram tapi justru kita sendiri menikmatinya di depan-anak-anak kita. Yang demikian itu akan memberikan dampak negatif pada diri anak dan persepsinya terhadap kita sebagai orang tua. Berikan contoh dihadapan mereka dengan landasan pengetahuan agama. Dorong anak-anak kita untuk lebih rajin menimba ilmu agama melalui kegiatan “ngaji” atau baca Qur`an.
Pilihlah tayangan-tayangan yang “mendidik”, jangan terlalu banyak menonton tayangan-tayangan “bohong”. Banyak tayangan yang bagus yang bisa diambil manfaatnya untuk keluarga kita. Memang tidak bisa dipungkiri juga kalau baik dan buruk kadang berada dalam satu wadah. Tergantung kecermatan kita dalam memilih mana yang paling baik buat kita. Sadarilah bahwa mengidolakan seseorang bukan karena perilaku baiknya adalah sebuah kesalahan fatal. Jika kita merasa sebagai orang Islam, palingkanlah segera mata dan hati kita pada perilaku-perilaku yang di contohkan oleh Rasulullah saw.
Sebuah keputusan Majelis Ulama Indonesia yang mengharamkan tayangan ghibah perlu ditanggapi secara positif. Mudah-mudahan akan keluar keputusan-keputusan lain yang cenderung pada aturan-aturan Allah dan bukan atas dasar hak asazi manusia saja. Karena dewasa ini banyak sekali orang berlindung pada kata hak asazi manusia hanya untuk melindungi perilakunya yang menyimpang dari aturan atau ajaran agama. Sampai-sampai mereka berani pasang badan hanya untuk membela hak asazi manusia dan secara terang-terangan menentang larangan agama. Padahal perintah dan larangan Allah adalah aturan tertinggi yang harus di taati oleh seluruh manusia
Sekian.
Rabu, 04 Agustus 2010
Infotainment Haram !
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar