Minggu, 01 Agustus 2010

Jum`atan di waktu Subuh.


Jum`at, sebuah hari yang begitu melekat di pikiran kita. Sebuah hari yang mengingatkan kita bahwa, ada kewajiban shalat bagi kita yang mengaku diri sebagai muslim. Sebuah hari yang juga mengingatkan kepada kita bahwa ada shalat dalam agama Islam yang seharusnya tidak boleh dianggap ringan dan ditinggalkan begitu saja. Begitu banyak umat muslim yang menjalankan shalat jum`at, sehingga terlihat “fenomenal” secara kuantitas. Tetapi secara kualitas masih perlu dibuktikan. Banyaknya jama`ah shalat jum`at bukanlah indikator kekuatan beragama seseorang. Indikator minimal yang bisa dilihat adalah, seberapa kekuatan kemauan untuk melaksanakan shalat “jama`ah” di masjid pada saat Isya` dan Subuh.

Untuk shalat Jum`at, luasnya masjid kadang tidak mencukupi dengan jumlah jama`ah. Hingga kadang sampai meluber ke halaman masjid, bahkan kadang meluber ke jalan-jalan umum. Sebuah potret kuantitas yang yang belum tentu berimbas pada kualitas Iman. Cermin kebesaran Islam? Bisa jadi ya! Tapi kesungguhan dalam menjalankan shalat, belum tentu. Shalat jum`at yang “hanya” 2 rakaat memang lebih banyak “dikehendaki” oleh sebagian besar umat. Terutama mereka yang “asal” beragama. Sedangkan shalat wajib 5 waktu adalah sesuatu yang berat. Apalagi shalat subuh dengan berjama`ah di masjid. Sangat berat, kecuali bagi mereka yang benar-benar khusyu` dalam beragama.

QS. Al Baqarah : 286.

لَا يُكَلِّفُ اللَّهُ نَفْسًا إِلَّا وُسْعَهَا ۚ لَهَا مَا كَسَبَتْ وَعَلَيْهَا مَا اكْتَسَبَتْ ۗ ﴾
“ Laa yukallifullahu nafsan `illaa wus`ahaa, lahaa maa kasabat wa `alaihaa maaktasabat.....”

”Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya......”

QS. Al A`raaf : 42.

وَالَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ لَا نُكَلِّفُ نَفْسًا إِلَّا وُسْعَهَا أُولَٰئِكَ أَصْحَابُ الْجَنَّةِ ۖ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ﴿٤٢﴾
“Walladziina aamanuu wa `amilush shalihaati laa nukallifu nafsan `illaa wus`ahaa uulaa`ika ashhaabul jannah, hum fiihaa khaaliduuna”.

”dan orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal-amal yang saleh, Kami tidak memikulkan kewajiban kepada diri seseorang melainkan sekedar kesanggupannya, mereka itulah penghuni-penghuni surga; mereka kekal di dalamnya”.

Kedua ayat itu memberikan penjelasan kepada kita bahwa Allah tidak memberikan atau membebani manusia dengan sesuatu yang memberatkan. Tetapi Allah memberikan beban kewajiban kepada manusia sesuai dengan kesanggupan manusia. Baik secara fisik maupun psykis. Termasuk kewajiban shalat. Tetapi manusia banyak yang mengeluh berat, lalu banyak pula yang meninggalkannya. Meninggalkan semua shalat wajib atau meninggalkan sebagian dari lima waktu yang diperintahkan.


Ada yang shalat di waktu magrib saja, ada pula yang shalat dzuhur saja. Bahkan ada yang hanya sekali dalam seminggu lewat shalat jum`at saja. Sebuah keberanian yang luar biasa dalam melanggar perintah Allah. Padahal kita sadar apa konsekuensi yang akan kita terima apabila kita meninggalkan perintah shalat. Tetapi kita lebih sering mengabaikannya. Dan menganggap belum tentu semua berita-berita dari surga dan neraka itu benar. Sebuah keingkaran yang tersembunyi dibalik keengganan menjalankan perintah Allah swt.

Mengapa shalat jum`at masjid begitu penuh, sedangkan untuk shalat-shalat wajib yang lima waktu tidak bisa se”meriah” shalat jum`at? Ada beberapa sebab mengapa shalat jum`at masjid penuh dengan jama`ah. Pertama, shalat Jum`at hukumnya “wajib” bagi laki-laki. Kedua, shalat jum`at tidak bisa dilakukan sendirian di rumah, umumnya dilakukan di masjid. Ketiga, jumlah masjid tidak sebanyak langgar atau mushala. Keempat, shalat jum`at ada khotbahnya. Kelima, sebagai bukti “identitas” seorang muslim selain kartu identitas penduduk. Keenam, ada perasaan malu jika tidak shalat jum`at, sementara orang lain berbondong-bondong mengerjakannya.

Beberapa alasan itulah yang menjadi sebab lain selain dari kesadaran spiritual dari masing diri seorang muslim. Tapi secara kualitas jumlah yang besar tersebut belum bisa dijadikan barometer kuat tidaknya Iman seseorang. Sementara kita juga tahu kalau kekuatan Iman bisa menjadikan kuatnya ketaatan pada perintah. Terutama perintah yang paling utama yaitu shalat. Lebih utama lagi adalah shalat lima waktu sehari semalam. Jangan sampai kita justru salah dalam mempersepsi sebuah perintah. Shalat lima waktu jauh lebih utama dari pada hanya sekedar shalat jum`at untuk menghindari cibiran sebagai orang Islam yang tidak melakukan shalat.

Beberapa alasan yang menyertai kita dalam melaksanakan shalat jum`at menyebabkan kuantitas jama`ah shalat jum`at tidak mencerminkan kesungguhan umat dalam menjalankan perintah shalat lima waktu. Ada yang karena terpaksa berangkat shalat jum`at karena takut dikatakan Islam ktp. Ada yang berangkat shalat jum`at karena malu kepada atasan atau rekan kerja di kantor. Ada pula yang berangkat shalat jum`at hanya ingin mengakiri pekerjaan lebih awal. Yang seperti ini biasanya ada di perusahaan yang menetapkan jam istirahat tepat jam 12.00 wib. Sehingga kalau tidak lebih awal berangkat ke masjid, pasti akan kehilangan khotbah jum`at.

Dan lagi, mereka yang rajin shalat jum`at belum tentu memelihara seluruh shalat wajibnya. Mungkin shalatnya hanya pada saat di kantor atau tempat kerja saja. Dirumah sama sekali lalai karena sudah terbiasa tidak melakukan shalat. Bisa juga di kantor atau tempat kerja mereka hanya melaksanakan shalat dzuhur plus ashar. Ada juga yang mengerjakan shalat dzuhur, ashar lalu magrib berjama`ah di masjid atau mushala dekat rumah, tapi saat Isya tidak hadir di masjid. Mereka lebih suka shalat sendiri di rumah. Demikian juga dengan shalat subuh, waktunya suka-suka. Kata orang jawa “sak tangi-tangine”.

QS. Al Baqarah : 238.

حَافِظُوا عَلَى الصَّلَوَاتِ وَالصَّلَاةِ الْوُسْطَىٰ وَقُومُوا لِلَّهِ قَانِتِينَ﴿٢٣٨﴾

“Haafidhuu `alaash shalawaati wa shalaatil wusthaa waquumuu lillahi qaanitiina”

”Peliharalah semua shalat(mu), dan (peliharalah) shalat wusthaa. Berdirilah untuk Allah (dalam shalatmu) dengan khusyu'”.

Ayat ini memerintahkan dengan jelas untuk memelihara semua shalat. Terutama shalat wajib. Shalat wusthaa disini diterjemahkan sebagai shalat ashar. Jelas ! Yang disuruh memelihara adalah semua shalat, yaitu shalat wajib, bukan hanya shalat Jum`at saja. Dan kalau bisa diusahakan di masjid dimana dikumandangkan adzan. Kalau tidak bisa di semua waktu shalat, usahakan untuk shalat berjama`ah pada waktu Isya` dan subuh. Di masjid. Karena shalat Isya` dan subuh berjama`ah di masjid bisa dijadikan cermin kuatnya Iman seseorang.

Rasulullah pernah bersabda, “Sesungguhnya shalat yang paling berat bagi orang munafik adalah shalat Isya’ dan shalat Subuh (berjama`ah di masjid). Sekiranya mereka mengetahui apa yang terkandung di dalamnya, niscaya mereka akan mendatangi keduanya dengan merangkak. Sungguh, aku ingin menyuruh melaksanakan shalat, lalu shalat itu ditegakkan, kemudian aku perintahkan orang lain untuk shalat bersama dengan orang-orang. Kemudian beberapa lelaki berangkat bersamaku dengan membawa kayu yang terikat, mendatangi suatu kaum yang tidak menghadiri shalat berjamaah, sehingga aku bakar rumah mereka.” (HR Al-Bukhari dan Muslim).

Kata-kata rasulullah shahih, tapi banyak yang menyangkal ! Alasannyapun berbeda-beda. Ada yang beralasan, apa shalat harus di masjid ? Apa tidak boleh shalat di rumah ? Jawabannya, tentu saja boleh. Dimanapun kita berada kita bisa melaksanakan shalat, kecuali di tempat-tempat yang kotor dan mengandung najis. Tapi kalau mengingat masjid dibuat untuk mendirikan dan menegakkan shalat, maka lebih afdhal shalat wajib 5 waktu dilaksanakan di langgar, mushala atau masjid. Terutama di langgar, mushala atau masjid yang mengumandangkan adzan dan ada Imam rawatibnya. Sedangkan untuk shalat sunnah Rasulullah mengatakan lebih baik di laksanakan di rumah masing-masing.

Ada lagi yang beralasan ketiduran. Dan mereka menganggap bahwa ketiduran adalah nikmat dari Allah juga. Dan mereka tidak kuasa untuk “menolak” nikmat “ketiduran” tersebut. Sebenarnya ini adalah alasan bagi mereka yang malas atau tidak punya kemauan untuk taat melaksanakan shalat tepat pada waktunya bersama-sama dengan orang-orang yang taat shalat jama`ah di masjid. Juga alasan bagi mereka yang hobby tidur dan tidak mengakui kebenaran adzan subuh yang berbunyi “Shalat itu lebih baik dari pada tidur” dengan lafal “Ash shalaatu khairum minan nauum”.

Ada pula yang beralasan repot momong anak atau momong cucu. Hingga mereka merasa lebih baik mengorbankan kewajiban shalat berjama`ah di masjid dan memilih untuk shalat sendirian dengan waktu “suka-suka”. Tapi kalau shalat jum`at mereka mempersiapkan diri seakan-akan ahli shalat, seakan-akan orang yang takut ketinggalan shalat. Padahal kadang tak lebih dari penempelan identitas muslim saja. Banyak faktor-faktor yang menyertai shalatnya, sehingga faktor “lillahi ta`ala” menjadi kabur karena shalatnya yang banyak mengandung riya`.

Semua alasan yang dilontarkan oleh banyak orang mengenai perlu dan pentingnya shalat subuh berjama`ah di masjid seperti yang diperintahkan oleh Rasulullah saw adalah semata-mata karena keengganan mereka pada shalat subuh. Terutama perintah untuk melaksanakannya di masjid bersama dengan orang-orang yang telah melaksanakannya. Berbeda dengan shalat jum`at yang dikerjakan pada saat mata banyak yang terbuka, shalat subuh dikerjakan pada saat banyak mata tertutup. Hingga tidak banyak orang yang tahu mereka yang berangkat dan pulang dari masjid untuk shalat subuh.

Perbedaan semangat untuk melaksanakan shalat subuh dengan shalat jum`at itu juga mengindikasikan kalau semangat shalat kita di masjid baru timbul kalau dilihat banyak orang. Sementara pada saat banyak orang tidur kita memilih untuk shalat sendirian di dalam rumah. Padahal semangat untuk melaksanakan shalat Isya dan subuh, terutama dengan berjama`ah di masjid bisa menjadi indikator kesungguhan kita dalam mentaati perintah shalat. Jika seseorang rajin shalat Isya` dan subuh di masjid, niscaya shalat-shalat yang lain adalah sesuatu yang ringan untuk dilaksanakan.

Untuk itu, marilah kita segera sadar, bahwa masjid dibuat untuk menegakkan shalat dan syi`ar Islam. Kalau bukan kita sebagai umat Islam yang meng”hidup”kannya lantas siapa lagi. Marilah sama-sama berusaha untuk menjalankan perintah shalat dengan kekuatan yang datangnya dari Allah. Dengan mempertebal Iman atau keyakinan melalui pemahaman ilmu-ilmu agama. Bukan dengan mengusahakan untuk langsung shalat Isya` dan subuh berjama`ah di masjid, tetapi dengan membangun kekuatan Iman melalui pemahaman ilmu iman itu sendiri. Karena kemauan untuk datang berjama'ah di masjid itu datangnya dari kekuatan Iman.

Jika kita datang ke masjid dengan bekal Iman yang “tipis” maka yang demikian akan mudah sekali untuk “luntur” alias malas untuk datang lagi. Tetapi jika dibangun dari pemahaman ilmu Iman yang berakibat pada kuatnya keyakinan, maka kekuatan kemauan untuk datang memenuhi perintah shalat berjama'ah Isya` dan subuh ke masjid akan meningkat berlipat-lipat. Hal itu dikarenakan bertambahnya keyakinan tentang kebenaran semua apa yang ada dalam ajaran agama kita. Sehingga semangat itu akan datang secara otomatis dikarenakan taat dan takutnya kita kepada Allah dan semua yang dijanjikanNya.

Jadikan semangat shalat jum`at untuk memulai meningkatkan Iman. Jadikanlah semangat shalat jum`at sebagai awal dari pembuktian sebuah ketakwaan. Jadikanlah semangat shalat jum`at sebagai awal untuk memulai ketaatan kita pada perintah shalat wajib dan anjuran shalat-shalat sunnah yang lain. Dan jadikanlah semangat shalat jum`at untuk menempati shaf-shaf depan pada shalat Isya` dan shalat subuh. Serta jadikanlah semangat shalat jum`at sebagai awal dari syi`ar Islam pada waktu fajar seperti yang pernah dilakukan oleh Rasulullah dan para sahabat selama masa hidupnya. Hingga secara kuantitas jama`ah shalat subuh di mushala dan masjid akan meningkat minimal sama dengan jumlah jama`ah shalat magrib.

Dan jangan jadikan shalat jum`at sekedar alat untuk mendapatkan identitas muslim. Jangan pula shalat jum`at dijadikan sebagai alat menutup rasa malu karena lubang yang banyak dibuat di shalat wajib. Laksanakan semua kewajiban shalat secara mutlak. Jangan banyak membuat alasan untuk sekedar memindahkan waktu shalat atau bahkan untuk meninggalkannya. Yang demikian itu akan membuat kita menjadi manusia yang sangat merugi di akhirat kelak. Karena amalan manusia yang paling awal dihisab atau diperhitungkan Allah adalah shalat. Dan janganlah kita lupa bahwa shalat adalah “tiang” agama, maka barang siapa mengerjakannya berarti dia menegakkan agama dan barang siapa meninggalkanya berarti dia telah merobohkan agamanya.

Sekian.

Tidak ada komentar: