Mauludan.
Wong jowo, setiap bulan Rabiul Awal hampir selalu memperingati hari kelahiran Rasulullah saw. kenapa Bulan Rabiul Awal di penanggalan Jawa jadi “Mulud”? Ya mungkin karena orang jawa itu nggak mau repot ! Mungkin juga kata Rabiul Awal dianggap terlalu rumit, sehingga untuk mempermudah ingatan disebutlah bulan itu dengan Bulan Mulud. Karena di bulan itulah kelahiran Nabi Muhammad. Dan bulan sesudahnya ? Tinggal sebut Ba`da Mulud, bukan Rabiul Akhir. Pokoke pilih gampange wae lah. Juga untuk Bulan Muharam, karena di bulan itu ada hari besar, yaitu “Hari Asy syura”, maka dengan gampang pula orang jawa menyebut bulan “Syura”. Suatu hari untuk memperingati diselamatkannya Nabi Musa oleh Allah dari kejaran raja fir`aun. Atau beberapa alasan lain.
Penyebutan itu tak lepas dari nama sebuah kerajaan di tanah Jawa, yaitu Kerajaan Mataram. Sampai saat sekarang peringatan itu tetap berlangsung setiap bulan Syura. Yaitu acara “Sekaten”. Yang maksud sebenarnya Syahadatain atau dua kalimat syahadat. Diperkirakan juga awal dari peristiwa ini adalah pembacaan dua kalimat syahadat yang digunakan sebagai tiket masuk dalam sebuah acara peringatan hari kelahiran Nabi Muhammad. Yang kemudian masuk melewati sebuah Gapuro atau dalam bahasa Arabnya “Ghafuura” yaitu sebuah pintu “ampunan”. Kemudian melebur jadi satu dengan mereka yang sudah masuk duluan untuk akhirnya pulang dengan membawa kue “apem” . Kue apem ini mungkin maksudnya dalam bahasa Arab “ Afwuun” atau ma`af (dima`afkan).
Secara keseluruhan mungkin bisa di gambarkan bahwa, mereka yang masuk Islam dengan mengucapkan dua kalimat syahadat akan mendapatkan ampunan dari Allah swt dan semua kesalahan-kesalahan sebelumnya akan dima`afkan.
Peringatan Maulid Nabi sendiri ada yang tidak memperbolehkan pelaksanaannya. Tetapi kita menganggap bahwa peringatan maulid adalah sebagai momentum yang baik untuk mengingatkan kembali kepada kita akan pribadi Rasulullah saw dan ajaran yang dibawanya.
QS. Al Ahzab : 21
لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الْآخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرًا﴿٢١﴾
“Laqad kaana lakum fii rasuulillahi uswatun hasanatun, liman kaana yarjuullaha wal yaumal aakhira wa dzakarallaha katsiira”
”Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.”
Allah swt. mengatakan ada suri tauladan pada diri Rasulullah saw, yaitu teladan yang baik. Tahukan kita teladan tersebut ? Bisa di pastikan banyak umat muslim “Benar-benar” tidak mengenal Nabinya sendiri kecuali hanya dari informasi yang di dapat melalui orang lain. Jarang sekali kebanyakan umat muslim mau memahami sejarah kehidupan Rasulullah saw secara intens dengan mencari sumber atau buku yang membahas secara rinci dan membacanya untuk kemudian menyimpan dalam memori di otak dan hati kita.
Sehingga banyak pula dari kita yang benar-benar tidak tahu apa yang dilakukan oleh Rasulullah selama hidupnya. Teladan apa yang bisa diambil dari Rasulullah saw. Jika kita rajin membaca buku-buku hadist beliau mungkin kita juga akan bisa memahami perilaku Rasulullah saw. tetapi alangkah lebih baiknya kita bisa membaca kisah hidup beliau dari mulai suasana sebelum kelahiran, kelahiran sampai dengan masa kenabian dan wafatnya.
Banyak dari kita yang juga membaca dan melantunkan Diba` yang sebenarnya di dalam diba` itu berisikan kisah atau riwayat hidup beliau. Tapi banyak juga dari kita yang tidak tahu apa arti yang kita baca dan lantunkan tersebut. Kalau dipikir ya aneh juga. Lebih aneh lagi kalau irama dari lantunan itu sudah di ubah-ubah meniru lagu yang lagi ngetrend saat ini. Ya, Masih mending juga kalau terdengar enak di telinga, kadang malah nggak karu-karuan iramanya. Untuk yang seperti ini diperlukan pembina-pembina yang bisa mengarahkan agar supaya terdengar lebih baik dan enak di dengar.
Kebanyakan dari kita “mengaku” mencintai Rasulullah saw. tetapi dalam perilaku kita sehari-hari seperti terlepas dari teladan-teladan beliau. Satu contoh, cinta manakah kita antara Rasulullah saw dan para Artis sinetron ? Kalau disuruh menjawab, pasti kita cinta Rasulullah. Tetapi kenyataannya, waktu kita lebih banyak kita gunakan untuk memperhatikan kehidupan para artis yang sering tampil di layar televisi kita.
Dari sekian stasiun TV yang ada, semua berlomba untuk “menjejali” otak kita dengan profil artis dan kehidupan pribadinya. Yang seharusnya bukan hak kita untuk mengetahuinya. Masih mending jika sang artis tingkah lakunya positif. Kebanyakan yang informasikan bernilai negatif. Bahkan banyak diantaranya yang sangat tidak pantas untuk diketahui publik. Lihat saja kasus perceraian, hamil nggak ketahuan bapaknya tapi begitu bangganya muncul di layar televisi, rebutan laki-laki, pertengkaran rumah tangga, dan masih banyak lagi.
Memori Otak kita ini lebih banyak kita gunakan untuk menyimpan hal-hal yang seharusnya tidak berada di dalamnya. Sedangkan kita bilang bahwa, kita mencintai Rasulullah. Dan kita semua meng-amin-i kalau Rasulullah saw membawa ajaran yang harus atau wajib kita masukkan kedalam memori tersebut yaitu Al Qur`an dan juga teladan dalam berperilaku. Mestinya, kalau kita mengaku mencintai Rasulullah memori otak kita akan penuh dengan ayat-ayat Al Qur`an dan hadist-hadist beliau. Bukan dengan sesuatu yang sama sekali tidak berguna bagi diri dan jiwa kita.
Itu baru satu contoh. Sekarang contoh yang lain. Lebih Cinta manakah kita antara Masjid dan Mall atau Plaza ? Demi keselamatan, pasti kita akan menjawab, Cinta Masjid !. Padahal kenyataannya kita lebih banyak berpikir tentang plaza dan apa yang ada di dalamnya. Kita lebih banyak menghamburkan uang disana. Sedangkan Rasulullah saw sangat mencintai Masjid. Yang dibangun pertama kali saat beliau hijrah ke madinah adalah Masjid. Sedangkan kita ? Untuk “mengisi” kotak amal di masjid saja kita jarang sekali melakukannya, apalagi untuk menyumbang pembangunan Masjid. Kalaupun ada diantara kita yang melakukannya, itupun kebanyakan setelah di sodori formulir sumbangan. Dan kebanyakan dari kita, Malu kalau tidak terlihat menyumbang.
Contoh lain lagi, Rasulullah saw sangat mencintai orang miskin. Kita ? Kadang kita malah alergi di dekati orang yang fakir atau miskin. Kalau dapat undangan “Kondangan” dari orang kaya dan terpandang kita sering begitu menyempatkan dan mementingkannya. Malah kadang-kadang kita datang lebih dulu untuk membantu disana-sini apa yang di rasa kurang sempurna. Tapi kalau di undang orang miskin kita kebanyakan ogah-ogahan, merasa malas karena “berkat” yang akan di bawanya pulang nanti pasti tidak memuaskan hati. Kalau dijadikan penerima tamu, kitapun begitu “Nguwongno” orang kaya dengan mempersilahkan duduk di tempat yang terbilang “eksklusif”. Tapi giliran yang datang orang yang miskin, kita menempatkannya di tempat yang paling pojok agar tidak terlihat orang lain.
Begitulah kebanyakan dari kita. Padahal Rasulullah kalau di undang orang miskin akan datang lebih dulu dari orang lain. Begitu mementingkannya dan begitu sayangnya Rasulullah kepada mereka yang fakir. Hal ini juga dikarenakan do`anya orang fakir atau miskin yang mustajab, sehingga Rasulullah begitu sayang sekaligus begitu takut untuk menyia-nyiakan orang miskin atau fakir. Bahkan Rasulullah saw selalu berdo`a agar dikumpulkan dengan orang-orang miskin, baik itu di dunia maupun kelak nanti di Surganya Allah swt.
Satu lagi contoh kalau kita mengaku mencintai Rasulullah saw. Rasulullah setiap malam bangun dan melihat ke angkasa dan membaca 11 ayat terakhir dari surat Ali Imraan. Dan setiap malam pula Rasulullah saw menyempatkan diri untuk melakukan Qiyamul lail atau shalat malam. Jumlah rakaatnya antara 11 sampai 13 rakaat. Sudahkah kita mencontohnya ? Atau lebih baik tidur saja ?
Demikianlah, masih banyak dari diri kita yang perlu untuk di koreksi apabila kita mengatakan mencintai Rasulullah saw. Rasulullah saw, selalu menjaga dari kesucian diri dan jiwa. Demikian juga kita hendaknya selalu berusaha untuk menjaga diri dan kesucian jiwa kita agar kelak kita benar-benar termasuk dalam golongan orang-orang yang beruntung.
QS. Asy Syams 9 – 10
قَدْ أَفْلَحَ مَنْ زَكَّاهَا﴿٩﴾
“Qad aflaha man zakkaahaa,
“sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu,”
وَقَدْ خَابَ مَنْ دَسَّاهَا﴿١٠﴾
“ Wa qad khaba man dassaahaa
”dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya.”
Sekian.
Rabu, 17 Maret 2010
Maulid Nabi.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar