Hujan, tetesan “pencerahan”.
Setiap tahun kita menjumpai musim hujan. Lamanya kira-kira 6 bulan atau setengah tahun. Bagi masyarakat pedesaan pikiran dan tenaga saat itu lebih banyak tercurah pada kegiatan bercocok tanam, berladang, mengatur aliran air. Atau kegiatan lain seperti menganyam tikar atau kesibukan lain yang bisa dikerjakan di dalam rumah. Lain lagi dengan masyarakat kota. Di musim hujan mereka lebih banyak disibukkan dengan payung, jas hujan, atap rumah yang bocor, cucian yang nggak kering, banjir di jalan-jalan kota sampai masalah kendaraan yang setiap hari harus di cuci karena gak “kober” resik.
Demikian selalu dalam setiap tahunnya. Hujan hanya mengatasi masalah kekeringan air. Selebihnya tak lebih dari gangguan atau hambatan bagi kegiatan kita. Bahkan mungkin juga bencana. Bagi masyarakat kota, selama air bersih pasokannya lancar selama itu pula kita tidak mengharapkan hujan berlangsung lama. Tetapi bagi masyarakat pedesaan datangnya hujan selalu ditunggu karena berkaitan dengan pekerjaan pertanian. Terutama untuk tanaman padi yang menjadi tumpuan masyarakat pedesaan.
Tapi apakah kita pernah berpikir, apa sih hujan itu ? Siapa yang membuat hujan ? Kapan hujan harus turun ? Dan dimana saja hujan harus turun ? Mengapa harus ada hujan ? Dan bagaimana proses terjadinya hujan ? Semua jawaban pertanyaan itu harus kita ketahui. Sehingga nantinya kita bisa mempersepsi tentang “hujan” dengan sebuah fakta tentang “kebenaran” makna sebuah ciptaan dan kehendak yang datangnya dari Allah swt..
Apakah “hujan” itu ?
Hujan adalah butiran-butiran dalam bentuk kristal es atau air yang terbentuk karena proses kondensasi yang kemudian jatuh ke permukaan bumi akibat gaya grafitasi. Yang turunnya kadang ditunggu, kadang juga dibenci. Turun sedikit dinanti-nanti. Turun berlebih dimaki-maki. Itulah “hujan”.
Siapakah yang membuat hujan ?
QS. Ibrahim : 32.
اللَّهُ الَّذِي خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ وَأَنْزَلَ مِنَ السَّمَاءِ مَاءً ….....﴿٣٢﴾
“Allahul ladzii khalaqas samaawaati wal ardha wa anjala minas samaa`i maa`an,...”
”Allah-lah yang telah menciptakan langit dan bumi dan menurunkan air hujan dari langit, ….....”
QS. Al Baqarah : 22.
الَّذِي جَعَلَ لَكُمُ الْأَرْضَ فِرَاشًا وَالسَّمَاءَ بِنَاءً وَأَنْزَلَ مِنَ السَّمَاءِ مَاءً ,...﴿٢٢﴾
”Alladzii ja`ala lakumul ardha firaasyan was samaa`a binaa`an wa anjala minas samaa`i maa`an,...”
”Dialah yang menjadikan bumi sebagai hamparan bagimu dan langit sebagai atap, dan Dia menurunkan air (hujan) dari langit, …....”
QS. Ar Ruum : 48.
اللَّهُ الَّذِي يُرْسِلُ الرِّيَاحَ فَتُثِيرُ سَحَابًا فَيَبْسُطُهُ فِي السَّمَاءِ كَيْفَ يَشَاءُ وَيَجْعَلُهُ كِسَفًا فَتَرَى الْوَدْقَ يَخْرُجُ مِنْ خِلَالِهِ ۖ فَإِذَا أَصَابَ بِهِ مَنْ يَشَاءُ مِنْ عِبَادِهِ إِذَا هُمْ يَسْتَبْشِرُونَ﴿٤٨﴾
”Allahul ladzii yursilur riyaaha fatusyiiru sahaaban fayabsuthuhu fiis samaa`i kaifa yasyaa`u wa yaj`aluhu kisafan fataral wadqa yakhruju min khilaalihi, fa`idzaa ashaaba bihi man yasyaa`u min `ibaadihi `idzaa hum yastabsyiruuna”
”Allah, Dialah yang mengirim angin, lalu angin itu menggerakkan awan dan Allah membentangkannya di langit menurut yang dikehendaki-Nya, dan menjadikannya bergumpal-gumpal; lalu kamu lihat hujan keluar dari celah-celahnya, maka apabila hujan itu turun mengenai hamba-hamba-Nya yang dikehendaki-Nya, tiba-tiba mereka menjadi gembira”.
QS. An Nuur : 43.
أَلَمْ تَرَ أَنَّ اللَّهَ يُزْجِي سَحَابًا ثُمَّ يُؤَلِّفُ بَيْنَهُ ثُمَّ يَجْعَلُهُ رُكَامًا فَتَرَى الْوَدْقَ يَخْرُجُ مِنْ خِلَالِهِ وَيُنَزِّلُ مِنَ السَّمَاءِ مِنْ جِبَالٍ فِيهَا مِنْ بَرَدٍ فَيُصِيبُ بِهِ مَنْ يَشَاءُ وَيَصْرِفُهُ عَنْ مَنْ يَشَاءُ ۖ يَكَادُ سَنَا بَرْقِهِ يَذْهَبُ بِالْأَبْصَارِ﴿٤٣﴾
”Alam tara annallaha yuzjii sahaaban tsumma yu`allifu bainahu tsumma yaj`aluhu rukaaman fataral wadqa yakhruju min khilaalihi wayunazzilu minas samaa`i min jibaalin fiihaa min baradin fayushiibu bihi man yasyaa`u wa yashrifuhu `an man yasyaa`u, yakaadu sanaa barqihi yadzhabu bil abshaari”
”Tidaklah kamu melihat bahwa Allah mengarak awan, kemudian mengumpulkan antara (bagian-bagian)nya, kemudian menjadikannya bertindih-tindih, maka kelihatanlah olehmu hujan keluar dari celah-celahnya dan Allah (juga) menurunkan (butiran-butiran) es dari langit, (yaitu) dari (gumpalan-gumpalan awan seperti) gunung-gunung, maka ditimpakan-Nya (butiran-butiran) es itu kepada siapa yang dikehendaki-Nya dan dipalingkan-Nya dari siapa yang dikehendaki-Nya. Kilauan kilat awan itu hampir-hampir menghilangkan penglihatan”.
Beberapa ayat di atas hanyalah sebagian dari banyak ayat yang menginformasikan kalau yang menurunkan hujan adalah Allah. Allahlah yang mengatur proses terjadinya hujan dengan memerintahkan dari masing-masing diri air, awan dan angin untuk berproses demi kepentingan yang lebih besar, yaitu kehidupan.
Bisakah manusia membuat hujan ? Tidak bisa ! Memang ada istilah hujan buatan. Tapi masih memanfaatkan bahan atau material yang sudah ada di atas berupa awan. Awan atau bibit-bibit awan harus memililik kandungan air yang cukup, melayang atau terbang dengan kecepatan angin yang rendah. Caranya dengan menaburkan garam khusus yang halus dalam jumlah banyak untuk mempercepat terbentuknya awan jenuh. Awan jenuh kemudian jatuh ke daratan berupa butiran-butiran hujan.
Awan itu sendiri bukanlah buatan manusia. Awan adalah air yang mengubah dirinya menjadi uap (gas) untuk berdiam di angkasa. Kemudian terbang dengan “kendaraan” angin untuk menuju ke daerah tertentu. Selama dalam perjalanan itu mereka bergandeng dan bersatu dengan sesamanya untuk membentuk butiran-butiran air. Tujuannya adalah agar bisa kembali turun ke bawah dan bisa dimanfaatkan oleh makhluk yang ada di daratan.
Apakah kita pernah berfikir kalau apa yang ada di alam ini tidak mempunyai kehendak ? Kalau kita berfikir demikian berarti perlu untuk meneliti dan menelaah kembali anggapan kita tersebut. Alam ini hidup dan mempunyai kehendak. Bumi berputar karena bumi hidup. Jika bumi berhenti berputar, maka semua yang hidup di bumi akan mati. Bumi hidup, dan berkehendak untuk mempertahankan hidupnya. Maka bumi bergerak untuk menunjukan bahwa dirinya adalah makhluk hidup dan mempunyai kehendak.
Sebagai makhluk, bumi dan segala yang ada di dalamnya juga bertasbih kepada Allah, sebagai Pencipta semua yang ada di alam semesta. Anda bisa membaca Al Qur`an surat Al Hadiid, Al Hasyr, Ash Shaff, Al Jumu`ah, At Taghaabun. Awal dari surat-surat menginformasikan bahwa semua yang ada di langit dan bumi dan diantara keduanya bertasbih kepada Allah.
Dan kehendak dari air, angin dan bumi yang menarik titik hujan dari angkasa menuju permukaan dirinya adalah atas perintah Allah. Adakah selain dari Allah yang sanggup memerintahkan kepada mereka semua ? Tidak ada. Karena mereka hanya tunduk kepada perintah Allah. Karena mereka mempunyai keyakinan bahwa hanya perintah Allah yang mengandung “kebenaran”.
Jadi siapakah yang membuat hujan ? Jawabannya adalah, Allah swt. Bukan yang lain. Apalagi manusia. Manusia tidak membuat hujan. Manusia hanya tergesa-gesa mengambil “jatah” hujan. Minimnya kesabaran manusia dalam menghadapi cobaan Allah yang mengakibatkan manusia tidak sabar untuk merampas “jatah” hujan yang seharusnya bukan untuk wilayahnya. Tapi usaha manusia ini kadang juga sia-sia karena hujan buatan yang akan turun kadang justru turun di wilayah yang tidak di kehendaki. Sedangkan wiyahnya sendiri tetap dalam kekeringan. Hanya Allah yang mempunyai kuasa untuk mengaturnya.
Kapan hujan akan turun ?
Penyebab turunnya hujan ada beberapa macam. Tetapi kalau di negara kita turunnya hujan akibat adanya atau terjadinya angin musim. Hujan di negara kita terjadi antara bulan Oktober sampai dengan bulan April. Dan di daerah asia yang lainnya. Asia timur misalnya, hujan turun antara bulan Mei sampai dengan bulan Agustus.
Dimana hujan akan turun ?
Hujan akan turun di tempat-tempat yang membutuhkan air. Dengan berbagai sebab yang mengakibatkan hujan akan turun. Misalnya karena suhu udara yang panas disertai dengan angin turbulen. Akibat pertemuan dua angin yaitu angin pasat timur laut dan angin pasat tenggara yang menyebabkan terjadinya gumpalan awan jenuh dan mengakibatkan turunnya hujan.
Atau akibat pertemuan dari massa udara dingin dengan massa udara panas. Karena lebih berat, massa udara dingin ini berada di bawah yang mengakibatkan turunnya hujan lebat. Juga uap air yang naik ke daerah pegunungan, kemudian terjadi proses kondensasi dan turunlah hujan disekitar pegunungan tersebut.
Tetapi perhatikan juga informasi yang kita dapatkan dalam Al Qur`an ,
QS. Al A`raaf : 57.
وَهُوَ الَّذِي يُرْسِلُ الرِّيَاحَ بُشْرًا بَيْنَ يَدَيْ رَحْمَتِهِ ۖ حَتَّىٰ إِذَا أَقَلَّتْ سَحَابًا ثِقَالًا سُقْنَاهُ لِبَلَدٍ مَيِّتٍ فَأَنْزَلْنَا بِهِ الْمَاءَ ,.....﴿٥٧﴾
“Wahuwal ladzii yursilur riyaaha busran baina yadai rahmatihi, hatta idzaa aqallat sahaaban tsiqaalan suqnaahu libaladin maiyitin fa`anjalnaa bihil maa`a,...”
”Dan Dialah yang meniupkan angin sebagai pembawa berita gembira sebelum kedatangan rahmat-Nya (hujan); hingga apabila angin itu telah membawa awan mendung, Kami halau ke suatu daerah yang tandus, lalu Kami turunkan hujan di daerah itu, …..”
QS. Al Furqaan : 50.
وَلَقَدْ صَرَّفْنَاهُ بَيْنَهُمْ لِيَذَّكَّرُوا فَأَبَىٰ أَكْثَرُ النَّاسِ إِلَّا كُفُورًا﴿٥٠﴾
“Wa laqad sharrafnaahu bainahum liyadz dzakkaruu fa`abaa aktsarun nasi `illa kufuuran”
”Dan sesungguhnya Kami telah mempergilirkan hujan itu diantara manusia supaya mereka mengambil pelajaran (dari padanya); maka kebanyakan manusia itu tidak mau kecuali mengingkari (nikmat).
QS. Al; Faathir : 9.
وَاللَّهُ الَّذِي أَرْسَلَ الرِّيَاحَ فَتُثِيرُ سَحَابًا فَسُقْنَاهُ إِلَىٰ بَلَدٍ مَيِّتٍ فَأَحْيَيْنَا بِهِ الْأَرْضَ بَعْدَ مَوْتِهَا ۚ كَذَٰلِكَ النُّشُورُ﴿٩﴾
”Wallahul ladzii arsalar riyaaha fatusyiiru sahaban fasuqnaahu `ilaa baladin maiyitin fa`ahyainaa bihil ardha ba`da mautihaa. Kadzaalikan nusyuuru”
”Dan Allah, Dialah Yang mengirimkan angin; lalu angin itu menggerakkan awan, maka Kami halau awan itu kesuatu negeri yang mati lalu Kami hidupkan bumi setelah matinya dengan hujan itu. Demikianlah kebangkitan itu.
Allahlah yang menghalau awan ke suatu tempat. Suatu tempat yang dikatakan telah mati atau pengertian kita tanah yang tandus untuk kemudian Allah turunkan air untuk menghidupkan segala sesuatu di tempat tersebut. Dan ayat ini juga memberikan pengertian kepada kita untuk meyakini akan kebenaran “kebangkitan” sesudah mati.
Dan Allah juga mengatur dimana hujan akan turun. Antara daerah satu dengan daerah yang lain sudah ada waktunya sendiri-sendiri. Hal ini tak lain adalah untuk memberikan keadilan bagi seluruh makhluk yang ada di muka bumi. Dan demi kelangsungan kehidupan makhluk itu sendiri. Banyak sedikitnya hujan yang turun di suatu daerah sudah ada takarannya masing-masing. Secara logika seharusnya setiap daerah bisa menyerap dan menyimpan banyaknya curah hujan yang turun. Tetapi ulah manusia yang merusak banyak “kantong-kantong” penyimpan air menyebabkan air bisa berubah menjadi bencana yang tak terhindarkan.
Bergilirnya hujan dari satu tempat ke tempat yang lain harusnya menjadi pelajaran bagi manusia. Bahwa hal itu adalah sebuah “kesengajaan” agar bumi tetap hidup. Jika bumi hidup maka makhluk yang ada di atas bumi akan terjamin kehidupannya. Dan jika hujan hanya turun di satu tempat sepanjang tahun, maka bisa dipastikan, satu tempat dibumi akan mengalami kekeringan yang luar biasa yang tidak ada satu makhlukpun yang akan bisa bertahan hidup. Dan satu tempat yang lain akan mengalami bencana banjir yang juga luar biasa, yang bisa dipastikan akan menghentikan semua kegiatan manusia. Dan manusia akan sibuk dengan keselamatan dirinya sendiri. Yang pada akhirnya manusia akan menyusul makhluk-makhluk lain yang lebih dulu menyerah terhadap kehendak alam.
Bagaimana proses terjadinya “hujan” ?
Syarat-syarat terjadinya hujan adalah adanya udara yang naik dengan membawa kandungan uap air (gas/vapor). Uap air yang panas ini kemudian berubah dingin. Dan terjadilah proses kondensasi, yaitu berubahnya uap air dari gas menjadi cair. Bila suhu udara mencapai dibawah titik beku, maka butiran air akan menjadi butiran atau kristal es.
Butiran-butiran air yang semula kecil makin membesar akibat dari peristiwa kondensasi yaitu menyatunya molekul air selama terbawa oleh turbulensi udara. Kemudian butiran-butiran air itu tak kuasa menahan adanya grafitasi bumi lalu jatuhlah butiran-butiran tersebut ke bawah. Selama dalam perjalanan jatuhnya butiran-butiran air itu mengalami evaporasi karena aliran udara turbulen. Butiran yang tadinya besar berubah mengecil akibat terpisahnya partikel partikel pembentuknya menjadi aerosol.
Proses tersebut terjadi berulang-ulang selama jutaan tahun. Dan kita menganggapnya sebagai suatu hal yang biasa. Sesuatu yang alamiah. Yang tidak perlu untuk di perdebatkan tentang kejadian dan manfaatnya karena sudah jelas prosesnya dan kegunaannya. Memang diantara manusia kebanyakan hanya berorientasi terhadap sesuatu mengenai ada dan kegunaannya saja. Tanpa harus tahu apa makna dari pesan yang dibawa oleh sesuatu tersebut.
Kita mempercayai secara tekstual bahwa tidak sia-sia segala sesuatu di alam ini tercipta. Tetapi jika ditanya apa makna dari pesan yang disampaikan dari sesuatu tersebut, kebanyakan dari kita akan menggelengkan kepala alias tidak tahu. Inilah kelemahan utama kita. Tidak mau susah atau repot. Yang melekat erat pada dari kita adalah kata “Pokok”. Pokok “urip”, pokok sehat, pokok “mangan”, pokok sekolah, pokok sembahyang, pokok “nang masjid” dan banyak “pokok” lain.
Yang kebanyakan tidak kita inginkan adalah pokok “mati”. Kita ingin mati kita di usia tua, tanpa rasa sakit, tidak mati dibunuh orang, tidak mati tertabrak truck, tidak “mendelik”, tidak “melet” dan lain lain. Tapi sebelum mati tidak pernah terlintas bagaimana usaha untuk tidak mati dalam keadaan “menggenaskan” tersebut.
Kita tidak menghendaki “proses”. Apalagi yang berbelit-belit. Kita lebih senang jika segala sesuatunya mirip-mirip dengan ilmu “sihir”. Tiba-tiba ada, ujug-ujug muncul, langsung “jadi”. Yang tidak kita kehendaki adalah langsung “mati”. Karena kebanyakan dari kita tidak menghendaki ada “mati” dalam sebuah kehidupan. Apalagi menyangkut diri kita.
Demikianlah, segala sesuatu ada prosesnya. Ada ilmunya. Jika kita bersikap tidak perduli dengan ilmu maka kita akan jadi MPP Alias, Manusia Plonga-Plongo. Alias tidak mengerti apa-apa. Bisanya cuma makan dan kenyang. Seperti sebuah tong sampah yang bisa bicara dan berjalan sendiri.
Mengapa harus ada hujan ?
“Cerah” dan “hujan” ibarat dua permukaan mata uang di satu keping atau lembaran. Yang keduanya tidak akan pernah dapat di pisahkan. Jika kita menemukan salah satu dari keduanya terpisah. Pasti, di situ kita menemukan sebuah “kepalsuan”. Demikian juga hujan. Jika hujan “tidak” harus ada, berarti “cerah” yang ada di sekitar bumi yang kita tempati ini adalah sebuah “kepalsuan”. Karena Allah menciptakan segala sesuatu di alam ini dalam keadaan berpasangan. Tidak terkecuali hujan dan cerah. Hujan harus turun karena bumi kita masih “hidup”. Dan hujan harus turun karena kehidupan harus berlangsung.
Air adalah “darah” bumi. Laut atau samudra adalah jantung kehidupan. Yang “memompa”, “mencuci” dan “mendistribusikan” ke setiap tempat yang membutuhkan. Hujan adalah “darah bersih” yang dialokasikan ke setiap bagian dari bumi dengan sistem distribusi yang paling canggih di alam ini. Dan kita ?
Kita adalah khalifatul ardh. Kita adalah “pemimpin” di muka bumi. Kita adalah “parasit” bumi. Tapi, kebanyakan kita justru menempatkan diri sebagai “benalu”. Sebuah “parasit” yang banyak merugikan diri bumi. Yang tidak banyak bermanfaat untuk kelangsungan hidup bumi. Hanya menyerap. Dan menghisap sari-sari makanan yang tersedia. Untuk kepentingan dirinya sendiri. Tak perduli dengan yang lain.
Dan kita semua tahu, “benalu” bukanlah “anggrek”. Benalu akan tertebang dan menempati tong sampah untuk kemudian di bakar di panasnya api. Tapi “anggrek” akan selamat. Akan diselamatkan. Dan akan dipelihara olehNya sampai titik “ajal”nya. Untuk kemudian berpindah di kehidupan yang lain dan menempati sebuah taman yang sangat indah. Yang jauh lebih indah dari tempat asalnya.
Lantas, siapakah diri kita yang sebenarnya ? “Anggrek”-kah ? Atau justru “benalu” ?
Selain Allah swt yang telah menciptakan kita, hanya kita sendirilah yang tahu siapa sebenarnya diri kita. Anggrek,......benalu,.......anggrek,........benalu,.......anggrek,.......benalu........”Benaluuuuuu”,.........!
Benar ! Kita ibarat be,......na,......luuuuuu.
Jumat, 30 April 2010
Hujan, Tetesan Pencerahan.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar