Minggu, 16 Mei 2010

Akal, Modal Sebuah Pemahaman.

Yang berakal, yang bisa mengambil pelajaran.

QS. Adz Dzariyaat : 56

وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ﴿٥٦﴾
“Wa maa khalaqtul jinna wal insa illa liya`buduuni”.

Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.

Ayat ini adalah sebuah pengingat dan penegasan manusia hanya boleh mengabdi atau beribadah kepada Allah swt, bukan kepada yang lain. Karena yang menciptakan manusia adalah Allah swt. sehingga tidak patut seseorang berpaling dari dzat yang telah menciptakannya. Mengapa harus ada penegasan seperti ini ?

Sebuah pengingat atau penegasan bukanlah sebuah tujuan. Antara tujuan dengan maksud juga berbeda. Tujuan mempunyai sebuah “pelabuhan” atau “terminal” artinya, ada sebuah kata akhir dalam sebuah tujuan. Sedangkan maksud bersifat “meluruskan” sebuah kemauan atau keinginan. Seperti sebuah kata “maksudku gak ngono, tapi ngene”. Sebuah cara atau metode untuk sampai pada satu keinginan.

Allah yang menciptakan manusia. Kemudian diberikannya sebuah kepastian hukum pada setiap apa yang akan dilakukannya. Sebuah “examination” atau ujian bagi manusia dan jiwanya. Untuk apa ? Untuk mengetahui siapa diantara semua manusia yang mempunyai amalan yang paling baik. Kemudian Allah memberikan sebuah label “taqwa” bagi yang ber amalan positif dan label “ingkar” bagi yang ber-amalan negatif.

Kemudian akan tiba pula waktu “penempatan”. Ada dua tempat favorit terkait dengan “istiqamah”nya Iman dan amalan sewaktu masih tegak di permukaan bumi. Yang satu “basah” yang satu “kering”. Kalau di dunia untuk menempati sebuah “tempat” yang basah seseorang kadang sampai harus berkorban materi begitu banyak. Tapi tempat yang “basah” di akhirat tersebut karena banyak sekali sungai-sungai yang mengalir dibawahnya serta berbagai kenikmatan-kenikmatan yang ada dan tersedia untuk penghuninya. Itulah tujuan manusia yang sebenarnya.

Dan tujuan Allah ? Saya pasti tidak tahu dan tidak sanggup untuk mengetahui apa tujuan Allah dengan semua yang ada di alam semesta ini. Tapi yang pasti Allah menciptakan dua tempat surga dan neraka adalah untuk menampung kehidupan manusia setelah selesai melaksanakan “USA” atau “ujian semesta alam”nya. Tentu dengan acuan nilai-nilai standart kelulusan yang sudah di tentukan oleh Allah. Tidak ada HER atau Ujian Ulang. Yang ada hanyalah hukuman. Jadi ya memang benar-benar harus hati-hati dalam menjalaninya.

Lalu kenapa harus diingatkan atau di tegaskan ?

Masih ingat peristiwa pemilihan “khalifatul ardh” ? Allah memberikan ijin penangguhan mati Iblis dan sebuah “licence” untuk memalingkan kebanyakan manusia dari Iman dan Ketauhidan hanya pada Allah. Pengingat dan penegasan sangat berguna agar manusia tetap dalam kewaspadaan dalam semua tingkah laku dan ucapannya serta kemantapan keyakinan hanya kepada Allah swt saja. Bukan kepada yang lain. Apalagi Iblis atau setan.

Untuk bertauhid manusia membutuhkan sebuah keyakinan. Sebuah keyakinan diperoleh dari sebuah kepahaman. Kepahaman akan sebuah kebenaran suatu ayat di kitab atau tanda-tanda yang terdapat di alam. Dan kebenaran akan di ketahui setelah melalui proses berpikir yang relatif panjang pendeknya. Buah dari proses berpikir itu akan menghasilkan sebuah kesimpulan. Yang kemudian akan di eksekusi oleh hati menjadi sebuah kebenaran atau sebuah kesalahan.

Untuk sebuah proses berpikir itulah Allah menyertakan sebuah perangkat “akal” yang terpasang pada “otak” yang ada di bagian kepala manusia. Fungsi otak itu untuk berfikir. Tapi jika seseorang kehilangan “akal” dipastikan orang tersebut tidak akan lagi bisa berpikir, walaupun masih mempunyai otak di dalam kepalanya. Mungkin semacam kartu sim yang ada di sebuah ponsel. Jika kartu sim dikeluarkan dari ponsel, mungkin ponsel masih bisa digunakan untuk game atau kalkulator. Tapi ponsel tidak akan bisa bekerja sesuai dengan fungsi utamanya yaitu sebagai alat komunikasi. Walau demikian ponsel tetap memerlukan asupan power dari battery.

Sama seperti orang yang hilang akal. Dia tidak bisa berpikir secara normal, tapi masih juga membutuhkan makanan untuk bisa menggerakkan aplikasi-apliksi yang lain yang menempel di tubuhnya. Seperti kaki untuk melangkah, tangan untuk meraih dan memegang, dan mata untuk melihat serta telinga untuk mendengar.

Al Qur`an adalah sebuah pelajaran.

QS. Al Haaqqah : 48

وَإِنَّهُ لَتَذْكِرَةٌ لِلْمُتَّقِينَ﴿٤٨﴾
”Wa innahu latadzkiratun lil muttaqqiina”.

”Dan sesungguhnya Al Quran itu benar-benar suatu pelajaran bagi orang-orang yang bertakwa”.

QS. Ali Imraan : 138.

هَٰذَا بَيَانٌ لِلنَّاسِ وَهُدًى وَمَوْعِظَةٌ لِلْمُتَّقِينَ﴿١٣٨﴾
“Haadzaa bayaanun linnaasi wa hudan wa mau`idzatun lil muttaqqina

”(Al Quran) ini adalah penerangan bagi seluruh manusia, dan petunjuk serta pelajaran bagi orang-orang yang bertakwa”.

Kedua ayat di atas menjelaskan kepada kita kalau Al Qur`an selain sebagai penerangan dan petunjuk bagi seluruh umat manusia adalah juga sebuah pelajaran. Sebagai penerangan, Al Qur`an memberikan suatu informasi yang dijamin kebenarannya oleh Allah swt. yang sebagian ayat-ayatnya secara sederhana dapat di pahami dengan mudah.

Sebagai petunjuk, Al Qur`an memberikan informasi bagaimana seseorang harus beribadah dan bertingkah laku dalam menjalani kehidupannya. Dan sebagai pelajaran, Al Qur`an berisikan ayat-ayat yang memancing kita untuk bereaksi dengan berpikir menggunakan otak yang telah disertai akal untuk mengolah masukan data agar bisa menyimpulkan hasil proses pikir menjadi sebuah kebenaran.

Kesimpulan tentang kebenaran suatu ayat akan diyakini oleh “hati” dan akan berimbas pada keimanan pada satu dzat yang dimaksud, yaitu Allah swt. Proses berkali-kali dari olah pikir mengenai makna dari ayat-ayat yang ada dalam Al Qur`an akan menghasilkan banyak pemahaman tentang “kebenaran” tentang Allah dan semua sifat-sifatNya. Dan hal itu tidak akan dapat diperoleh jika kita tidak mempergunakan “aksesoris” yang telah di pasang oleh Allah di kepala kita berupa mata, telinga dan otak normal serta hati atau Qolbu sebagai “hakim” tentang benar atau tidaknya kesimpulan yang didapat setelah melalui pertimbangan yang sangat matang.

QS. Al Ankabuut : 51

أَوَلَمْ يَكْفِهِمْ أَنَّا أَنْزَلْنَا عَلَيْكَ الْكِتَابَ يُتْلَىٰ عَلَيْهِمْ ۚ إِنَّ فِي ذَٰلِكَ لَرَحْمَةً وَذِكْرَىٰ لِقَوْمٍ يُؤْمِنُونَ﴿٥١﴾
“Awalam yakfihim anna anzalnaa `alaikal kitaaba yutlaa `alaihim, `inna fii dzaalika larahmatan wa dzikraa li qaumin yu`minuuna”

”Dan apakah tidak cukup bagi mereka bahwasanya Kami telah menurunkan kepadamu Al Kitab (Al Quran) sedang dia dibacakan kepada mereka? Sesungguhnya dalam (Al Quran) itu terdapat rahmat yang besar dan pelajaran bagi orang-orang yang beriman”.

Dalam Al Qur`an terdapat rahmat yang sangat besar. Apa saja ?

Disamping sebuah pelajaran Al Qur`an adalah sebuah petunjuk. Yaitu sebuah petunjuk yang mengarahkan bagaimana seseorang harus berbuat sesuatu dalam hidupnya. Sebuah petunjuk yang akan mengarahkan manusia pada tujuan hidup yang sebenarnya, yaitu mati dalam Iman dan Islam. Sebuah arahan yang akan menyebabkan seseorang akan mendapatkan sebuah pengakuan sebagai manusia yang bertaqwa.

Sebuah jalan bagi manusia untuk memperoleh kemuliaan hidup di dunia dengan peneguhan kedudukan di sebuah komunitas di masyarakat sekitarnya. Dan sebuah jalan yang akan menyebabkan seseorang mendapat ridha dari Allah dalam menjalani kehidupannya dan dalam kematianya. Dan ridhanya Allah untuk sebuah tempat yang akan di huni manusia kelak di periode akhirat.

QS. Al Qomar : 22

وَلَقَدْ يَسَّرْنَا الْقُرْآنَ لِلذِّكْرِ فَهَلْ مِنْ مُدَّكِرٍ﴿٢٢﴾
“Wa laqad yassarnaal qur`aana lidzdzkri fahal min mudzdzakkirin”

“Dan sesungguhnya telah Kami mudahkan Al Quran untuk pelajaran, maka adakah orang yang mengambil pelajaran?”

Tidak ada alasan “kesulitan” dalam mempelajari Al Qur`an. Karena Al Qur`an telah dibuat dengan bahasa manusia. Sebuah bahasa yang menjadi bahasa nabi Muhammad yang telah terpilih sebagai manusia penerima wahyu dan utusanNya. Dan Al Qur`an telah di terjemahkan dalam berbagai bahasa yang ada di dunia. Sehingga semua manusia di bumi mendapatkan kemudahan dalam mempelajarinya.

Juga telah dibuat tafsirnya dalam berbagai bahasa. Tujuannya tak lain adalah, agar manusia lebih mudah untuk mempelajari makna yang terkandung dalam setiap ayat di dalamnya. Dan keberadaan buku pendamping berupa terjemahan dan tafsir adalah buah dari bekerjanya “akal”. Disebabkan proses berpikir dari otak yang ber”akal” saja yang bisa menghasilkan sebuah karya. Baik karya yang riil maupun karya yang abstrak berupa ilmu-ilmu pengetahuan yang di transfer dari memori otak seseorang ke otak orang lain melalui sebuah komunikasi inderawi.

Sekali lagi, bahwa keberadaan akal pada diri manusia adalah untuk kepentingan “Pemahaman”. Pemahaman ayat-ayat atau tanda-tanda alam untuk sebuah keyakinan akan ketauhidan adalah tujuan utama. Akal inilah yang menyebabkan otak bisa bekerja. Dengan mengambil data dari penglihatan mata dan suara dari telinga, atau dari penciuman berupa bau dan sentuhan dari kulit jemari kita, otak yang berakal akan mengolah data-data tersebut untuk di simpulkan. Kemudian hasilnya dikirimkan ke hati dan dipertimbangkan untuk kemudian diyakini sebagai sebuah kebenaran yang harus diikuti atau sebagai sebuah kesalahan yang harus di tinggalkan.

Disamping Al Qur`an, alam dan semua gerakannya adalah tanda-tanda tentang wujud dan kuasanya Allah. Berputarnya bumi, kemiringannya dalam berputar, keberadaan bulan, matahari, hujan, panas, pasang surutnya air laut, awan, angin dan seluruh keberadaan makhluk di alam ini adalah sebuah bukti, bahwa ada satu dzat yang menjadi penyebab utama semua yang ada dan terjadi di alam semesta ini. Dialah Allah, yang tidak ada Tuhan selain Dia.

Cukup banyak ayat yang menyatakan bahwa, hanya mereka yang berakal sajalah yang dapat mengambil atau menerima pelajaran. “Berakal” bisa diartikan sebagai orang yang mempunyai “akal” atau bisa juga di artikan sebagai orang yang menggunakan akalnya. Bisa juga diartikan berpikir atau orang yang mau menggunakan pikirannya atau otaknya. Untuk apa ?

Untuk menampung dan mengolahnya. Untuk meneliti atau menganalisa tentang suatu hal yang berkaitan dengan ilmu. Dan ilmulah yang menyebabkan sebuah kepahaman tentang sesuatu hal yang sebelumnya tidak di mengerti sama sekali. Sebuah kepahaman akan berakibat pada keyakinan. Dan keyakinan inilah yang diperlukan oleh manusia untuk bisa melangkahkan kakinya dengan pasti ke arah mana tujuan hidupnya.

Sedangkan tujuan manusia yang pasti hanyalah sebuah penghambaan diri hanya kepada Allah. Yang akan menghasilkan sifat tunduk dan patuh terhadap semua yang diperintahkan dan semua yang dilarangNya. Tunduk dan patuh akan berakibat pada tingkah laku yang bersumber pada Al Qur`an dan contoh-contoh perilaku Rasulullah Sayyidina Muhammad saw.

Hanya mereka yang mau berpikir dan menggunakan akalnya saja yang bisa mengambil pelajaran. Seperti yang diinformasikan di ayat berikut ini. Dan beberapa ayat yang lain diantaranya adalah QS. Ar Ra`d : 19 ; Ibrahim : 52 ; Thahaa : 54 dan 128 ; Jaatsiyah : 5 ; Az Zumar : 9 dan 21.

QS. Al Baqarah : 269

يُؤْتِي الْحِكْمَةَ مَنْ يَشَاءُ ۚ وَمَنْ يُؤْتَ الْحِكْمَةَ فَقَدْ أُوتِيَ خَيْرًا كَثِيرًا ۗ وَمَا يَذَّكَّرُ إِلَّا أُولُو الْأَلْبَابِ﴿٢٦٩﴾
“Yu`tiil hikmata man yasyaa`u, wa man yu`tal hikmata faqad `uutiya khairan katsiran. Wa maa yadzdzakkaru illaa `uluul albaabi”.

”Allah menganugerahkan al hikmah (kefahaman yang dalam tentang Al Quran dan As Sunnah) kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan barangsiapa yang dianugerahi hikmah, ia benar-benar telah dianugerahi karunia yang banyak. Dan hanya orang-orang yang berakallah yang dapat mengambil pelajaran (dari firman Allah)”.

Untuk itu, marilah kita selalu berusaha menggunakan akal pikiran kita untuk memahami ayat-ayat Allah yang terdapat dalam Al Qur`an dan tanda-tanda eksistensinya Allah yang terdapat di seluruh alam ini. Dengan memahami kejadian-kejadian alam seperti siang dan malam, musim hujan, musim kemarau, pasang surut air laut atau yang lain, Insya Allah kita akan dapat pencerahan tentang bukti-bukti ketauhidan Allah swt di alam semesta ini.

Sekian.

Tidak ada komentar: