Cinta dan kualitasnya.
“Cinta” adalah perasaan mendalam yang tumbuh pada seseorang atau sesuatu yang bersifat riil atau abstrak. Perasaan mendalam sering juga disebut “intuisi”. Intuisi yang tumbuh pada diri seseorang akan berakibat pada rasa keinginan untuk memiliki, memperhatikan, menyayangi, menghargai, berbagi emosi, memanjakan dengan memenuhi apa yang diinginkan.
Cinta yang singgah di hati anak anak sampai hampir remaja sering disebut dengan cinta “monyet”. Sebuah rasa yang mempunyai keinginan untuk selalu memberikan perhatian, berdekatan, mencuri pandang pasangan dan keinginan untuk memberikan sesuatu agar pasangannya merasa senang. Pada kondisi ini cinta belum dilumuri oleh nafsu. Juga mengabaikan elemen-elemen lain seperti status sosial, inteligensi, moralilas dll. Yang dibutuhkan hanyalah perasaan “bahagia”, perasaan senang yang kadang-kadang bisa menimbulkan ekstase atau mabuk karena yang ada dipikirannya yang melintas hanya wajah si “dia”.
Ada banyak jenis cinta sesuai dengan hubungan yang terjalin antara seseorang dengan sesuatu yang di cintainya. Diantaranya adalah :
Cinta terhadap diri sendiri. Yaitu perasaan bangga akan kelebihan-kelebihan yang ada pada dirinya sendiri, baik fisik maupun non fisik. Efek dari perasaan seperti ini adalah si pelaku sering membangga-banggakan diri sendiri. Sering juga disebut Narsisisme.
Cinta terhadap keluarga. Yaitu sebuah hubungan kasih sayang yang terjalin karena ikatan darah atau ikatan keluarga.
Cinta kepada teman. Rasa sayang yang timbul akibat dari perkenalan atau pertemanan yang terjadi antara seseorang dengan orang lain.
Cinta kepada lawan jenis. Sebuah perasaan kasih sayang berbalut asmara antara dua orang yang berbeda genital yang selalu diikuti dengan keinginan-keinginan pribadi. Yang paling dominan adalah sifat ingin memiliki sepenuhnya.
Cinta terhadap negara. Sering juga disebut Patriotisme.
Cinta terhadap bangsa. Sering disebut Nasionalisme.
Secara umum jenis cinta di kategorikan menjadi 4 jenis :
Cinta Eros. Yaitu perasaan mendalam yang cenderung pada sifat-sifat romantis, asmara yang berapi-api, hawa nafsu (terutama sex).
Cinta Philia. Yaitu perasaan kasih sayang yang tumbuh kepada keluarga, teman-teman dekat atau teman sekedar kenal.
Cinta Agape. Yaitu perasaan kasih yang cenderung tertuju kepada keluarga dan kepada Tuhan.
Cinta Storge. Perasaan cinta dan bangga yang cenderung tertuju pada diri sendiri, bangsa dan negara, yang menimbulkan sebutan Narsisisme, Patriotisme dan Nasionalisme.
Cinta Asmara.
Yang paling sering dibahas dan dibicarakan adalah cinta yang berkaitan dengan asmara. Yang melibatkan dua remaja menuju kedewasaan. Termasuk dalam jenis Cinta Eros. Sebuah cinta yang menimbulkan perasaan bahagia, yaitu perasaan senang yang tidak bisa dilukiskan dengan kata-kata. Ada lagi yang mengatakan bahwa cinta itu membuat hati berbunga-bunga, baunya semerbak, menebar kemana-mana. Bahkan di dalam water closed room sekalipun. Ha,...ha,,... ha,... apa iya ya ?
“Tidak bisa dilukiskan dengan kata-kata”. Memang, asmara hanya sedikit membutuhkan kata. Yang banyak dibutuhkan adalah usaha untuk memenuhi hasrat atau nafsu syahwat yang membutuhkan pelampiasan. Kata-kata yang keluar hanyalah basa-basi belaka. Yang “urgent” adalah hasrat yang harus segera tersalurkan. Baunya semerbak, karena masing-masing selalu bersolek, menjaga penampilan, memakai parfum pilihan yang harganya kadang dijangkau dengan keterpaksaan. Ya pasti semerbak lah !
Cinta asmara adalah salah satu jenis cinta yang banyak sekali peminatnya. Bahkan mereka rela untuk “antri” mendapatkan giliran merasakan manisnya lewat ungkapan kata-kata atau sentuhan-sentuhan yang mengandung seribu makna. Sebuah cinta yang bisa melahirkan puisi-puisi begitu indah dan tak penah kehabisan kata-kata. Salah satu jenis cinta eros yang kadang begitu indah di awal tetapi hancur lebur di akhir.
Tapi karena keindahan yang di ciptakan, cinta yang berbalut asmara ini tak pernah sepi dari peminat. Jarang sekali mereka yang sudah hancur di akhir cintanya lalu “kapok” untuk tidak mendekat lagi. Pesona bunga dan keindahan yang di bawa terlalu sayang kalau dilupakan atau ditinggalkan begitu saja. Begitu bahagianya “member” dari jenis cinta ini bahkan sering terlihat tersenyum-senyum seorang diri.
Bahkan banyak orang yang memanfaatkan cinta asmara ini sebagai komoditas. Disana sini banyak muncul konsultan-konsultan cinta. Mereka memberikan berbagai macam tips bagaimana memilih cinta sejati, lalu bagaimana memelihara dan mempertahankannya. Lalu bagaimana pula jika dilanda prahara atau badai cinta yang tak jarang menerjang mereka yang sudah terlanjur “mabuk”.
Juga muncul “dukun” cinta. Mereka menjanjikan bagaimana mencari “jodoh” dengan mudah. Dari mempekerjakan “mak comblang” sampai dengan menggaet seseorang dengan cara kasar tapi begitu halus mereka sanggup mengerjakannya. Bahkan mereka juga siap dengan benda-benda “jimat” pemikat hati kaum wanita, mantra-mantra penakluk dan yang paling canggih yaitu “ilmu pelet”. Begitu banyak orang terlibat dalam kata “cinta” ini. Apa sih sebenarnya yang menarik dari kata ini ?
Cinta merupakan satu kata. Tetapi jika dipenggal per suku kata, tidak akan memberikan makna. Dan “cinta” hidupnya bagai sebuah sel. Sel yang berkembang biak dengan membelah diri. Belahan dari sebuah kata “Cinta” adalah Cinta sejati dan Cinta palsu. Seperti sebuah penemuan yang telah dicetak nyata. Cinta ada yang “orsi” tapi juga ada yang “imitasi”. Karena pada diri “cinta” ada kualitas. Yang mengharuskan kita untuk dapat memilih dan meneliti mana cinta yang “orsi” dan mana cinta yang “imitasi”.
Cinta dengan kualitas “rotan” akan menjamin “member”nya dengan kenyamanan, keserasian, keawetan, kebahagiaan dan kelanggengan dalam mengarunginya. Tapi cinta dengan kualitas “akar” akan menyebabkan sering ”mogok” dan berhenti di tengah jalan. Menyebabkan frustasi, uring-uringan, banting sana banting sini tak jelas apa alasannya. Sebuah situasi dan kondisi yang begitu kontradiktif akibat dari perbedaan “kualitas” cinta.
Apa penyebab perbedaan situasi dan kondisi tersebut ?
Ibaratnya cinta hanyalah sebuah lembaga. Sebuah wadah yang di dalamnya sudah pula bergabung lebih dulu “member2” lain. Yang tujuannya mungkin saja hanya sebagai penonton yang baik, tapi bisa juga sebagai “provokator” yang selalu menginginkan sebuah pertikaian dari sebuah pasangan. Mereka tergabung dalam sebuah kelompok dengan label “Blistan” club alias perkumpulan Iblis dan setan.
Sedangkan kualitas cinta yang akan diperoleh sebuah pasangan sangat tergantung dengan kualitas masing-masing pesertanya. Masing-masing orang membawa “bodyguard”. Bisa berupa “Angle” bisa juga berupa “blistan”. Para bodyguard ini menentukan kualitas masing-masing pasangan peserta. Dan menentukan pula “kualitas” cinta yang akan dibawa sebagai bahtera dalam mengarungi sebuah lautan atau samudra “cinta”.
Pasangan “member” yang membawa “bahtera” cinta berkualitas “rotan” akan berjalan lurus. Dengan fasilitas jalan yang halus, mereka akan melewatinya dengan mulus. Hambatan-hambatan kecil di tiap ruas jalan hanyalah sebagai “alarm pengingat” agar jangan sampai terlena dengan halus dan lurusnya jalan yang dilalui. Agar selalu waspada meskipun jalan yang dilaluinya adalah sebuah jalan yang pembangunannya dikerjakan oleh para malaikat atas perintah Allah swt. Sebuah jalan yang diberi nama “God Street” atau jalan Tuhan.
Ciri-ciri dari pasangan tersebut adalah, perasaan yang sama sebagai makhluk Tuhan. Yang berefek pada sikap saling menyayangi, saling menghormati, saling menghargai, saling mengasihi, saling memaafkan jika salah satu diantara keduanya melakukan sebuah kesalahan. Rasa saling memberi dan menerima apa adanya menjadi sebuah komitmen bersama.
Mereka sadar benar bahwa cinta yang sejati bermula dari rasa cinta kasih yang tulus. Yang tidak mengharapkan balasan apapun. Bahkan balasan berupa balikan kasih sayang. Cinta yang tulus adalah kasih sayang yang berjalan searah. Yang ikhlas dalam memberikan sesuatunya. Baik berupa perhatian, materi atau solusi atas sebuah permasalahan. Semuanya dilakukan tanpa ada rasa ingin dibalas dengan sesuatu. Apapun bentuknya. Walaupun hanya sekedar perhatian atau sedikit materi.
Bahwa cinta yang sejati adalah keinginan agar orang-orang yang kita cintai selalu merasa bahagia. Dan kebahagiaan orang yang kita cintai adalah kebahagiaan kita juga. Kita akan merasa bahagia jika orang-orang yang kita cintai merasa bahagia. Dan kita akan mengusahakan, akan mengorbankan apapun asal orang-orang yang kita cintai bisa berbahagia.
Bahwa cinta sejati tidaklah harus memiliki. Yang ada adalah upaya agar orang-orang yang kita cintai bisa meraih kebahagiaan. Cinta yang sejati menuntut banyak pengorbanan. Yaitu sebuah pengorbanan moril maupun material yang tulus. Yang hanya ditujukan agar mereka telihat bahagia di mata kita.
Cinta yang sejati adalah cinta Allah kepada hambanya. Cinta orang tua kepada anaknya, cinta seorang kakek kepada cucunya dan cinta seorang hamba kepada Tuhannya. Dan “sejati”-nya cinta adalah rasa kasih sayang yang akan membawa orang-orang yang di cintainya menuju ridhanya “Allah”swt. Dan keinginan untuk bersama-sama dalam satu tempat di akhirat kelak.
Sedangkan cinta berkualitas “akar” adalah cinta yang di dominasi rasa ingin memiliki, menguasai, memanfaatkan, bahkan membuat bertekuk lutut tanpa setitikpun harga diri yang tersisa. Cinta seperti ini tidak membolehkan seseorang yang mereka cintai berinteraksi dengan orang lain selain dirinya dan orang-orang yang dikehendakinya. Bahwa dia sepenuhnya “milikku” tidak boleh orang lain memilikinya. Walaupun kedua orang tuanya dan seluruh kerabatnya, tak satupun boleh mengganggu keberadaanya.
Cinta seperti ini juga banyak dibalut kotoran-kotoran hati seperti rasa cemburu yang sangat besar. Egoisme yang sangat tinggi, ingin menguasai dan memanfaatkan seluruh apa yang dimiliki dan yang akan dihasilkan. Terutama yang berkaitan dengan materi. Rasa khawatir akan kehilangan pasangannya dan bagaimana seandainya benar-benar ditinggalkan. Rasa takut yang begitu dominan bisa menyebabkan seseorang bisa berperilaku seperti ini
Ada juga yang bersifat ingin memiliki dan menguasai sepenuhnya diri dan hidup pasangannya dengan menjamin keseluruhan kebutuhan hidupnya. Konsekwensinya adalah harus selalu menuruti kemauannya, tidak akan berbuat sesuatu yang mengakibatkan luka perasaannya. Dia akan merasa sangat bahagia apabila pasangannya menuruti segala keinginannya. Begitulah cinta yang diliputi nafsu semata. Tidak ada keseimbangan dalam semua sisi kehidupan. Tidak ada kebebasan. Yang ada hanya kungkungan. Baik diri maupun kata hati, yang tak bisa diungkapkan.
Begitulah cinta asmara. Berbeda dengan cinta yang terjalin antara seorang ibu dengan anaknya atau Allah dengan hambanya. Yang berjalan searah, tulus, ikhlas, tak ada tendensi setitikpun berupa balasan yang bersifat moral maupun material. Keinginan seorang ibu hanyalah agar anaknya benar-benar bisa menjadi seorang yang baik, berbudi pekerti yang luhur, berguna baik bagi diri dan keluarganya kelak serta berguna pula untuk kepentingan yang lebih besar seperti agama, negara dan bangsanya.
Masalahnya adalah cinta “imitasi” sudah terlanjur banyak di produksi. Dan kita tidak banyak tahu dan perduli tentang perbedaan yang “orsi” dan “abalan”. Akibatnya adalah, mayoritas diri kita banyak yang menyimpan cinta-cinta dengan dengan kualitas “akar” atau “abalan”. Ada yang menyesal ada pula yang menikmati. Karena setiap kali pergantian cinta akan memberikan suntikan motivasi baru bagi mereka dan tentunya lebih bersemangat lagi. Ah,...ah,.. ah,.... seperti sebuah permainan sepak bola saja ya !
Sekian.
Selasa, 11 Mei 2010
Cinta dan kualitasnya
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar