Jumat, 14 Mei 2010

Pemilu dan Penetapan Nabi Adam as.

Pemilu dan Penetapan nabi Adam as.

Berpuluh tahun kita hanya mengenal pemilu sebagai pesta demokrasi lima tahunan sekali. Itupun hanya untuk memilih para wakil rakyat. Bukan seorang perdana menteri atau seorang presiden. Pemilihan presiden kira serahkan kepada para wakil kita di Dewan Perwakilan Rakyat. Tapi beberapa tahun belakangan ini kita dihadapkan pada seringnya pelaksanaan Pemilihan Langsung para pemimpin rakyat.

Diantaranya adalah pemilihan bupati atau walikota. Walikota adalah seorang pejabat yang memimpin suatu wilayah perkotaan yang mempunyai penduduk relatif lebih padat dari pada daerah lain. Sedangkan Bupati adalah seorang pejabat yang memimpin sebuah wilayah yang lebih luas dari pada kota, tetapi jumlah penduduknya relatif lebih sedikit dari pada kota. Jika di perkotaan lebih banyak industri, di wilayah kabupaten lebih dominan kegiatan pertanian.

Jika dahulu kedua jabatan tersebut tidak melibatkan rakyat dalam penempatannya, sekarang rakyatlah yang memilih langsung. Sehingga segala sesuatunya juga harus dipersiapkan secara matang. Dari mulai lembaga pemilu berupa Komisi Pemilihan Umum sebagai pelaksana pemilu sampai kepada partai-partai seluruh pesertanya. Serta rakyat yang terlibat sebagai saksi-saksi pelaksanaan pemilu dan para pengawas-pengawas pelaksanaan pemilunya.

Alasan utama diadakannya pemilu adalah status negara yang menganut paham demokrasi. Dimana kekuasaan tertinggi berada di tangan rakyat. Jadi tak berlebihan jika yang menentukan Pemimpin Rakyat adalah rakyat sendiri. Melalui sebuah pemilihan yang langsung, umum, bebas dan rahasia. Sebuah slogan yang diharapkan bisa menjamin pelaksanaan pemilu akan berjalan dengan lancar berdasarkan kejujuran dan kebebasan.

Tetapi dalam pelaksanaannya banyak terjadi ketidakpuasan dari masing-masing pesertanya. Yaitu partai-partai politik yang anggotanya adalah rakyat atau masyarakat yang bersimpati pada partai tersebut. Banyaknya partai membuat rakyat secara otomatis terpecah belah. Sebagian bersimpati pada partai tertentu dan sebagian lain bersimpati pada partai yang lain.

Para simpatisan ini, biasanya akan membela partai yang didukungnya sampai dia sendiri merasa bosan atau kecewa. Kebanyakan dari mereka ada yang sekedar mendukung, ada pula yang menjadi anggota dengan dukungan dan kesetiaan yang tinggi. Ada beberapa alasan penyebab perbedaan kesetiaan yang terjadi diantara simpatisan sebuah partai. Ada alasan moril ada pula karena alasan materil.

Sebuah proses pemilu dimulai dari kekosongan sebuah jabatan. Baik presiden, gubernur, bupati atau walikota sampai pemilihan kepala desa. Sebuah lembaga pemilu kemudian menyiapkan segala sesuatunya yang berkaitan dengan pelaksanaan pemilihan yang akan melibatkan seluruh rakyat di suatu daerah. Setelah segala sesuatunya siap, baik sarana dan prasaranya berupa peralatan-peralatan yang dibutuhkan sampai pada kertas-kertas suara yang akan digunakan, ditetapkanlah calon-calon yang diajukan oleh partai-partai yang mempunyai hak untuk mengajukan seorang calon peserta yang akan “berlaga” pada hari yang telah di tentukan.

Tahap selanjutnya adalah mencari “tambahan” simpatisan melalui sebuah “kampanye” berupa pengenalan diri partai, visi serta misi-nya. “Magnet” penyedot massapun segera disiapkan. Dari mulai kampanye “garingan” sampai mendatangkan artis-artis yang lagi berada di puncak popularitas. Berbagai atribut partai dan T shirt atau rompi baju serta jaket dibagikan agar mereka mau datang ke tempat yang sudah disiapkan.

Kemudian mulailah pemasaran visi, misi dan tujuan jangka pendek jika menjadi peserta pemenang pemilu. Berbagai cara biasanya digunakan untuk memikat pemilih. Dari mulai janji-janji yang realistis sampai dengan janji-janji yang pasti akan diingkarinya kelak atau janji-janji palsu. Kemampuan berbicara dan memikat menjadi taruhan akan jumlah pemilih yang akan diraih nantinya. Tak jarang pula kampanye diwarnai dengan saling menjelekkan calon-calon pesaing yang lain.

Pada masa-masa kampanye masih belum terlihat gesekan-gesekan yang berarti kecuali hanya gesekan-gesekan kecil dari para pendukung masing-masing partai yang kadang kelewat batas dalam ucapan ataupun tingkah laku. Peran aparat keamanan sangat berpengaruh dan sangat dibutuhkan pada saat-saat kampanye berlangsung. Sedikit lengah, gesekan kecil akan bisa menjadi penyulut api yang sangat besar. Sebab kebanyakan dari para pendukung mempunyai kesadaran politik yang rendah.

Semakin hari akan semakin mendekati hari pelaksanaan pemilihan. Dan tibalah saat massa harus menenangkan diri akibat emosi yang telah dibakar selama berhari-hari oleh para jurkam masing-masing partai. Semua atribut partai dicabut dari tempatnya. Karena pada saat pelaksanaan pemilihan semua tempat harus steril dari atribut partai peserta pemilu.

Kemudian tibalah saatnya rakyat untuk melakukan pemilihan di tempat-tempat yang telah disiapkan. Dengan sukarela ataupun terpaksa rakyat datang untuk memenuhi panggilan petugas untuk “memilih” pemimpin mereka. Dengan panduan petugas, satu per satu rakyat menggunakan haknya untuk memilih siapa pemimpin yang akan diberi kepercayaan berupa “amanat rakyat”.

Setelah pelaksanaan berupa “pencoblosan” atau “pencontrengan” selesai, tibalah saat penghitungan suara yang sah maupun yang tidak sah. Saat-saat penghitungan adalah saat-saat yang mendebarkan bagi para calon dan pendukungnya. Mereka was-was, jangan-jangan “jago”nya kalah telak. Setelah beberapa hari kemudian nampaklah hasil dari pada pemilihan umum tersebut.

Seperti sebuah perlomban atau pertandingan, pemilihan umum juga menghasilkan pemenang. Mereka yang menang dan yang kalah sama-sama sibuk. Yang menang sibuk mempersiapkan “pohon-pohon” yang akan ditancapkan atau mempersiapkan menteri-menteri yang akan membantu kerja presiden. Dan yang kalah sibuk mencari sebab-sebab kekalahannya. Dengan berbagai alasan yang kadang dibuat-buat, mereka yang kalah berusaha untuk menelanjangi pelaksanaan hasil pemilu.

Yang kalah sibuk mencari dukungan dari mereka yang sama-sama kalah. Atau berusaha untuk mendekati yang menang dengan harapan akan mendapatkan bagian dari hasil kemenangan. Disana sini terjadi banyak penawaran politik. Mereka yang menginginkan jabatan cenderung untuk mendekati yang menang. Dan mereka yang menggenggam “gengsi” merasa malu kalau harus “berbaikan” dengan lawan. Akhirnya sebuah keputusan diambil untuk berada di tempat yang berseberangan. Mungkin juga bisa dikatakan menempatkan diri sebagai penyeimbang pemerintahan atau menyatakan diri sebagai partai oposisi.

Keberadaan mereka yang memilih bertempat di seberang itu, tidak hanya sebatas melihat atau jadi penonton yang baik, tapi kadang-kadang juga berusaha untuk menggoyang bibit-bibit tanaman yang mulai tumbuh. Upaya ini mungkin kadang memang di perlukan agar mereka yang menang akan tetap berada di garis-garis lurus “amanat rakyat”. Cuma kadang ada keraguan juga mengenai ketulusan dalam melakukannya. Meragukan, antara “mengimbangi” dan “mengganggu” jalannya pemerintahan.

Pemilihan umum ini juga mengingatkan saya akan rangkaian ayat-ayat yang ada di Al Qur`an. Saya pernah menulis tentang pembangkangan Iblis pada saat pemilihan “Khalifatul ardh” yaitu pemilihan pemimpin yang akan mewakili Allah dalam pelaksanaan hukum-hukum dan peraturan Allah swt. di bumi. Yang didalamnya ada peristiwa yang agak-agak mirip dengan kejadian-kejadian yang ada pada pemilihan umum di bumi.

Pada pemilihan umum di bumi dikarenakan sebuah negara menganut paham demokrasi. Dimana kekuasaan tertingggi ada di tangan rakyat. Disini rakyat berperan sebagai Owner kehidupan politik. Cuma bedanya rakyat di muka bumi terpecah belah dalam “kotak-kotak” partai politik. Sedangkan pada pemilihan “Khalifatul ardh” manusia mungkin hanya satu yaitu nabi Adam as.

Allah adalah pencipta seluruh apa yang ada di langit dan bumi serta diantara keduanya. Dengan demikian Allah adalah Owner dari seluruh kehidupan di alam semesta. Allah pemegang kekuasaan tertinggi kehidupan, karena Allah yang menghidupkan segala sesuatu yang hidup dan menghidupkan segala sesuatu yang sudah mati.

Dan Allah sudah menjatuhkan pilihan, yaitu Adam as. dari jenis manusia. Suara atau pilihan Allah yang “ahad” ini seakan mewakili semua anak cucu Adam yang akan diciptakanNya. Para malaikat yang semula meragukan kapabilitas manusia akhirnya tunduk dan patuh pada keputusan Allah. Mereka menerima dengan “besar hati” terpilihnya jenis manusia sebagai “Khalifatul Ardh”.

Sedangkan Iblis, mereka tidak bisa menerima keputusan Allah. Dengan alasan “dirinya” masih lebih baik dari manusia. Mereka merasa diciptakan dari bahan yang lebih baik, yaitu api. Yang mempunyai kecepatan dan kemampuan untuk merambat dan menembus benda-benda yang terbuat dari besi sekalipun. Sedangkan manusia dibuat dari tanah liat yang lebih berat. Yang menyebabkan langkah manusia begitu lamban.

Namun keputusan telah dibuat. Jenis manusialah yang akan menjadi khalifah di muka bumi. Tapi Iblis tetap membangkang dan tidak mau mengakui nabi Adam as. dengan bersujud. Maka Allah mengusir Iblis dari surga. Dan hanya malaikat yang berdiri dan bertempat disamping Allah. Sebagai makhluk yang menerima dan mengakui sebuah keputusan dari penguasa tertinggi alam semesta, sehingga para malaikat banyak yang mendapat tugas “khusus” dari Allah. Seperti yang telah di emban oleh 10 malaikat yang selama ini kita kenal dan kita yakini.

Iblis kemudian meminta tangguh atas kematiannya serta bertekad untuk memalingkan mayoritas manusia dari keimanan kepada Allah swt. Dan permintaan dari Iblis itu dikabulkan oleh Allah. Kemudian jadilah sebuah permusuhan antara manusia dengan Iblis dan teman-temannya sampai saat yang telah ditentukan kelak. Permusuhan ini adalah sebuah permusuhan abadi dari awal penunjukan jenis manusia menjadi khalifah di bumi sampai dengan berakhirnya kehidupan yang fana ini.

Memang tidak etis untuk menyamakan atau membandingkan pemilihan presiden dengan pengangkatan Khalifah di bumi oleh Allah. Juga tidak etis kalau kita menyamakan mereka yang menolak hasil pemilu dengan pembangkangannya Iblis. Karena mereka yang menang dan terpilihpun belum tentu bisa menjamin kesejahteraan rakyat. Bahkan cenderung membagi kepentingan yang tidak proporsional antara kepentingan pribadi dan partai dengan kepentingan rakyat.

Siapapun pemenang pemilu mempunyai kesempatan yang sama untuk membagi kepentingan pribadi dan partai di atas kepentingan rakyat. Karena kita semua tidak sekualitas dengan nabi dan para sahabatnya. Dan karena sebuah kepastian, jika seseorang mengalami sebuah momen yang menyenangkan dan memuaskan dirinya, yang ada dipikirannya adalah bagaimana dan kapan kejadian tersebut akan terulang lagi pada kali yang lain.

Jika dilihat di awal peristiwanya, dengan menyodorkan diri, mempromosikan, membentuk citra diri agar terlihat menyakinkan, menjanjikan sesuatu yang belum tentu bisa direalisasikan, memberikan nilai yang jelek kepada saingan, rasanya hampir mustahil kalau tidak tendensi sedikitpun dalam hati mereka.
Jabatan adalah amanat. Tapi bagaimanapun juga jabatan dan kekuasaan identik dengan materi. Materi inilah yang sering membuat seseorang lupa. Lupa pada janji-janji, lupa pada amanat yang di emban, lupa pada rakyat dan lupa pada Allah.

Apalagi jika kita mendengar seseorang yang mencalonkan diri untuk meraih kursi jabatan dengan pengorbanan materi yang begitu besar. Semakin meragukan kalau mereka melakukan atas nama Allah. Memang kebanyakan mereka akan mengucap “Bismillah” bila akan melakukan sesuatu. Tapi tingkah laku selanjutnya justru banyak yang tidak mencerminkan tindakan atas nama Allah. Yang sering adalah atas nama pribadi, atas nama keluarga, atas nama partai, atas nama golongan dan lain-lain.

Pemilu adalah sebuah jalan. Sebuah jalan untuk pengabdian. Pengabdian kepada Allah sekaligus pengembanan amanat rakyat. Sebuah jalan amal shalih sebagai perwujudan sebuah Iman. Sebuah jalan menuju kebenaran yang akan berakibat pada kebaikan-kebaikan yang dilakukan demi sebuah kedekatan. Yaitu semakin dekatnya kita kepada Allah.

Pemilu bukanlah sebuah jalan untuk mengambil alih kekuasaan. Bukan pula jalan untuk menumpuk kekayaan. Bukan jalan untuk mengingkari amanat rakyat. Juga bukan jalan untuk membuang para saingan. Oleh karena itu seorang pemimpin yang benar adalah mereka yang tidak bertambah cepat kaya karena kepemimpinannya. Mereka yang tidak melupakan janji-janjinya pada saat dia bisa memenuhinya. Mereka yang tidak takut akan jatuh demi sebuah keputusan yang menguntungkan rakyat. Dan mereka yang tahu apa yang dikehendaki rakyatnya.

Dan kebesaran hati dari masing-masing pribadi partailah yang bisa memberikan kesadaran rakyat, bahwa pemilu adalah sarana. Sarana untuk menentukan siapa yang akan memimpin bangsa. Bukan berarti yang kalah harus terlempar atau harus berada jauh di “pengasingan” politik. Bukan itu. Setiap warga negara bertanggung jawab atas bangsa ini. Pembangunan demi kemajuan bangsa harus melibatkan seluruh elemen politik yang ada. Jika yang kalah harus menyingkir dan harus “bertapa” maka mereka sudah menyia-nyiakan waktu untuk berbuat sesuatu demi bangsa dan negara.

Mereka yang menang harus merangkul yang kalah, dan yang kalah harus menerima dengan besar hati. Tapi pengabdian harus terus berjalan. Untuk mewujudkan keinginan rakyat dan cita-cita bangsa. Dan hal itu tidak akan bisa dicapai tanpa harus menyertakan anak-anak bangsa yang mempunyai kemampuan “mumpuni” yang tersebar banyak di berbagai partai yang ada.

Sekali lagi, pemilu hanyalah sebuah jalan. Bukanlah sebuah “bom” untuk menyingkirkan orang-orang yang mempunyai pandangan berbeda dengan kita. Kebersamaan menjadi sesuatu yang sangat dibutuhkan demi keutuhan negara dan bangsa. Dan hal itu bisa terwujud apabila masing-masing diri bisa mengendalikan emosi, mengesampingkan kepentingan pribadi dan partai serta tetap menempatkan kepentingan rakyat diatas kepentingan-kepentingan yang lain.

Sehingga nantinya yang akan memimpin negara dan bangsa ini adalah sekumpulan para “malaikat” yang tunduk patuh pada keputusan Allah swt. Dan Iblis ? Tidak ada kuasa bagi Iblis karena para pemimpinnya adalah orang-orang yang tunduk patuh pada keputusan Allah. Dan menjadikan Allah sebagai pemimpin nya. Juga menjadikan kepemimpinan Allah sebagai dasar untuk memimpin rakyatnya demi kesejahteran, kemandirian dan kemajuan bangsa serta negaranya.

Sekian.

Tidak ada komentar: