Minggu, 30 Mei 2010

Allah Membenci NATO.


Abu Thalib adalah seorang paman Rasulullah saw. Seorang paman yang begitu sayang kepada Nabi. Setelah kakeknya meninggal dunia, tidak ada orang lain yang menyayangi beliau seperti pamannya tersebut. Begitu sayangnya kepada Rasulullah semasa kecil, sehingga Abu Thalib tidak rela ada seseorang yang mengganggu diri nabi. Masa kecil Nabi dihabiskannya dengan saudara sepupu, yaitu Aliy bin Abi Thalib.

Pada saat banyak penduduk Mekah memusuhi Nabi karena ajaran yang dibawanya, sang Paman ini tampil menjadi pembela di barisan depan bersama keluarga yang lain. Tapi tahukah anda ? Apakah sang Paman yang begitu sayang dan membela mati-matian keponakannya ini mati dalam keadaan Islam ?. Menurut riwayat ada yang mengatakan pada saat wafatnya Abu Thalib telah bersaksi dan masuk Islam. Tapi menurut riwayat yang lain Abu Thalib sampai dengan meninggalnya tetap dalam keyakinannya yang lama dan belum bersaksi menyatakan diri masuk Islam.

Kita tidak tahu apakah Abu Thalib meyakini ajaran yang dibawa keponakannya yaitu Nabi Muhammad saw. Yang jelas Abu Thalib tidak melarang Nabi untuk mengajarkan dan menyebarkan agama baru di masyarakat Mekah. Abu Thalib tahu kalau keponakannya adalah seorang nabi, bahkan beliau tahu lebih awal dari seorang pendeta Buhairah. Tetapi Abu Thalib adalah seorang pemuka di masyarakat Quraisy. Sehingga pengakuan dan masuknya kedalam agama Islam saat itu akan berpengaruh pada kedudukannya di masyarakat Quraisy Mekah.

Dalam sebuah riwayat, Rasulullah saw pernah ditanya oleh seorang pamannya yaitu Al Abbas bin Abdul Muthalib, “Mengapa kamu tidak menolong pamanmu (Abu Thalib) padahal dia telah membentengimu dan memarahi (orang kafir Quraisy) untuk membelamu ?” lalu nabi Saw menjawab,”Dia berada di neraka yang paling dangkal, seandainya tanpa pertolonganku, dia akan berada di neraka yang paling dasar”.

Di riwayat lain Rasulullah saw berkata,”Mudah-mudahan syafaatku kelak pada hari kiamat akan berguna baginya, sehingga dia akan ditempatkan di bagian neraka yang dangkal, yang apinya hanya sebatas mata kakinya yang membuat otaknya mendidih”.

Abu Thalib adalah orang yang tahu dan mengakui kebenaran Islam tapi dia tidak mau masuk dalam agama Islam sampai wafatnya. Dari informasi hadist tersebut diatas Abu Thalib pun akan ditempatkan di neraka, walaupun neraka yang paling dangkal sekalipun. Karena Abu Thalib membiarkan keluarganya masuk Islam tapi dia sendiri tidak mau melakukannya.

Ada lagi seorang Yahudi Mekah yang menyuruh dan memerintahkan keluarganya untuk mengikuti dan mentaati Islam dan Nabi Muhammad karena tahu bahwa ajaran yang dibawanya membawa kebenaran. Tapi dia sendiri tidak mau masuk dan mengikuti agama dan ajaran Islam. Lantas diturunkannya satu ayat untuk mengingatkan orang-orang yang berperilaku seperti ini.

QS. Al Baqarah : 44

أَتَأْمُرُونَ النَّاسَ بِالْبِرِّ وَتَنْسَوْنَ أَنْفُسَكُمْ وَأَنْتُمْ تَتْلُونَ الْكِتَابَ ۚ أَفَلَا تَعْقِلُونَ﴿٤٤﴾
”Ata`muruunan naasa bil birri wa tansauna anfusakum wa antum tatluunal kitaaba, afala ta`qiluuna”

”Mengapa kamu suruh orang lain (mengerjakan) kebaktian, sedang kamu melupakan diri (kewajiban)mu sendiri, padahal kamu membaca Al Kitab (Taurat)? Maka tidaklah kamu berpikir?”

Ayat tersebut diatas berkaitan dengan seseorang yang membiarkan dan menyuruh orang lain untuk berbuat suatu kebaikan seperti yang dia yakini, tetapi dia sendiri tidak mau melakukannya. Mungkin karena beberapa alasan pribadi. Yang bisa dibaca mungkin dari sisi posisi atau kedudukan seseorang itu di masyarakat pada saat kejadian.

Jika seseorang sudah mempunyai kedudukan kuat di masyarakat dalam agama dan ditokohkan oleh sebagian besar masyarakat, mungkin ada pertimbangan yang lebih matang untuk memutuskan akan menerima atau menolak sebuah tawaran agama atau ajaran yang baru. Sementara sebagian besar masyarakat yang selama ini memberi kepercayaan dan dukungan kepadanya belum tentu bisa menerima ajaran baru tersebut.

Konsekwensi yang harus diterima memang sangat besar. Ambil saja contoh Abdullah bin Salam, seorang pemimpin agama Yahudi di Madinah. Dia sudah mempunyai kedudukan yang kuat di masyarakatnya dan dari keturunan yang sangat dihormati. Pengetahuannya tentang Taurat yang membuat keyakinannya tentang datangnya seorang Nabi baru, menyebabkan dia merasa harus menemui saat nabi Muhammad menuju kota Madinah.

Setelah beberapa pertanyaan yang diajukan oleh Abdullah bin Salam di jawab oleh Nabi, saat itu langsung Abdullah bin Salam bersaksi dan masuk ke dalam agama Islam. Tentu dengan konsekwensi yang mau tidak mau harus dia terima. Dari orang yang sangat di hormati menjadi orang yang sangat di musuhi oleh orang-orang yang semula begitu menghormatinya. Dan ini adalah buah dari sebuah pilihan yang sangat berani. Demi suatu kebenaran yang tidak bisa dibantahnya sendiri, Abdullah bin Salam tidak menghiraukan akibat yang akan di terima apabila dia mengalihkan keyakinannya pada sebuah agama baru yang memang nyata membawa kebenaran itu.

Berbeda dengan diri Abdullah bin Salam yang memilih untuk langsung menerima dan masuk ke dalam agama Islam, Abu Thalib memilih untuk tetap dalam keyakinannya yang lama sampai dengan akhir hayatnya. Persamaannya adalah keduanya mempunyai kedudukan, pengaruh dan sangat di hormati di lingkungannya. Hampir semua orang segan kepada Abu Thalib. Karena garis keturunan orang-orang terhormat di kalangan penduduk Mekah.

Orang akan berpikir dua kali untuk mengganggu Nabi kalau tidak mau berhadapan dengan sang Paman. Dan Nabi sampai merasa begitu kehilangan dengan wafatnya sang paman ini. Juga sebuah penyesalan karena sampai dengan akhir hayatnya sang paman masih tetap kukuh dengan keyakinannya yang lama.

Ada sebuah kemungkinan yang sangat mungkin terjadi jika Abu Thalib berpindah keyakinan ke dalam agama Islam saat itu. Dimana kedudukan Nabi dan orang muslim yang belum begitu kuat dan masih banyak sekali masyarakat Mekah yang memusuhi mereka. Juga keyakinan dari kaum Quraisy dengan kebiasaan jahiliyah yang masih sulit untuk diubah, yang semua itu bisa menjadi batu sandungan yang sangat kuat dalam langkah penyebaran Islam.

Dengan bertahannya Abu Thalib dalam keyakinannya, menyebabkan Nabi dan para sahabat secara perlahan masih dapat menyampaikan ajaran tentang kebenaran Islam kepada orang-orang yang berkunjung ke Mekah. Sehingga sebagian kecil masyarakat Yatsrib ada yang sudah begitu yakin tentang kebenaran agama baru ini. Dan sosok dari seorang Paman Nabi yaitu Abu Thalib inilah yang sebenarnya mempunyai peran yang tidak kecil dengan berjalannya dakwah Nabi tersebut.

Kita tidak tahu apakah ini merupakan buah dari jeniusnya pemikiran atau memang kuatnya keyakinan Abu Thalib terhadap keyakinan lamanya. Sebab bukan tidak mungkin hal ini adalah karena kesediaan berkorban yang demikian tinggi dari Abu Thalib agar dakwah Nabi Muhammad tetap bisa berjalan dengan perlindungannya. Juga bukan tidak mungkin dengan masuknya Abu Thalib ke dalam Islam pada saat itu akan menyebabkan perang terbuka antara kabilah-kabilah yang memusuhi Nabi dengan kabilah-kabilah yang masih kerabat Nabi dan masih berusaha untuk melindungi beliau.

Namun, bagaimanapun juga Abu Thalib sudah berkehendak. Dia tidak menghalangi keluarganya , bahkan anaknya sendiri, Aliy untuk mengikuti ajaran agama baru yang di bawa oleh keponakannya sendiri, Nabi Muhammad saw. Demikian juga orang lain. Mengakui dan menyuruh orang lain untuk berbuat baik tapi dia sendiri tidak mau melakukannya adalah sesuatu yang patut “ditegur”. Menyuruh melakukan sesuatu tapi tidak pernah melakukannya sendiri bisa dimasukkan dalam kategori NATO atau No Action Talk Only.

Ada satu contoh yang lebih mendekati lagi tentang kebencian Allah terhadap orang-orang NATO. Yaitu orang-orang yang suka berbicara sesuatu, tapi dia sama sekali tidak pernah melakukannya. Dalam suatu peristiwa, beberapa orang telah bercerita mengenai kehebatan dirinya di medan perang. Mereka bercerita kalau mereka telah melakukan pemukulan, penusukan bahkan pembunuhan terhadap lawan dalam perang uhud. Padahal kenyataannya mereka adalah orang yang telah melarikan diri dari medan perang. Mereka menghindari perang karena takut. Tapi mereka bercerita kepada orang-orang bak seorang pahlawan.

QS. Ash Shaff : 2 dan 3.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لِمَ تَقُولُونَ مَا لَا تَفْعَلُونَ﴿٢﴾
“Yaa ayyuhal ladziina aamanuu lima taquuluunq maa laa taf`aluuna”

”Wahai orang-orang yang beriman, kenapakah kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan?”

كَبُرَ مَقْتًا عِنْدَ اللَّهِ أَنْ تَقُولُوا مَا لَا تَفْعَلُونَ﴿٣﴾
“Kabura maqtan `indallahi an taquuluu maa laa taf`aluuna”.

”Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan.”

Ayat tersebut diturunkan berkaitan dengan peristiwa diatas. Dimana seseorang banyak berbicara tentang sesuatu yang tidak pernah dilakukannya. Seolah-olah telah mengalaminya sendiri mereka bercerita tentang keadaan perang di bukit Uhud. Mungkin mereka bertujuan untuk memperoleh simpati dari mereka yang tidak berangkat berperang. Padahal pada perang Uhud ini kaum muslimin menderita kekalahan.

Terlepas dari peristiwa tersebut diatas, memang tidak sedikit orang yang mempunyai sifat-sifat seperti itu. Hanya suka berbicara tanpa pernah bisa membuktikan apa-apa yang telah dibicarakan. Suka memerintahkan berbuat sesuatu, tapi dia sendiri tak pernah bisa dan mampu untuk melakukannya. Di lingkungan mana saja orang-orang ini ada dan seakan telah menjadi bagian dari budaya masyarakat kita. Semakin hari semakin banyak saja kita temui orang-orang seperti ini.

Saya tidak tahu, apakah ini sebuah penyakit atau memang sudah menjadi semacam “hobby” atau kegemaran seseorang. Yang pasti memang ada orang yang hanya pandai bicara tetapi tidak tahu bagaimana harus merealisasikannya. Banyak mengeluarkan ide tapi dia sendiri tidak tahu bagaimana cara pelaksanaanya. Banyak memerintah tapi dia sendiri tidak pernah sekalipun terlibat dalam pekerjaan yang diperintahkannya. Di lingkungan tempat kita tinggal hampir pasti ada beberapa orang yang mempunyai sifat seperti itu.

Dalam dunia politik banyak sekali orang-orang yang hanya pandai untuk mengkritisi sebuah kebijakan dengan pelaksanaanya. Apapun yang dilakukan oleh lawan politiknya yang nota-bene merupakan Pemerintah selalu tidak pernah ada nilai positif di matanya. Statemen negatif dengan campuran bumbu-bumbu penyedap rasa banyak dilontarkan untuk mempengaruhi opini masyarakat agar termakan oleh isu-isu yang disebarkannya.

Padahal jika dia sendiri yang berada di lingkaran kekuasaan belum tentu akan bisa lebih baik dari yang ada saat itu. Bahkan mungkin bisa jauh lebih buruk keadaannya. Karena pernyataan-pernyataan yang dikeluarkan sudah bercampur dengan kebohongan-kebohongan. Sesuatu yang hampir mustahil dilakukan dijadikan dasar untuk menyelesaikan sebuah permasalahan, padahal dia sendiri tidak yakin kalau apa yang di ungkapkan akan bisa menyelesaikan masalah.

Juga untuk orang-orang yang pekerjaan sehari-harinya hanya “berbicara”. Mereka yang mengaku konsultan dalam bidang apa saja mempunyai kemungkinan untuk masuk dalam golongan NATO alias bisa bicara tak bisa kerja. Dalam bahasa jawa “Iso ngomong gak iso nglakoni”. Banyak ide, banyak mengenal metode, tapi semua belum pernah dilakukannya sendiri.

Demikian juga mereka yang menyuruh untuk selalu berbuat baik, api dia sendiri sering melakukan perbuatan yang tidak baik. Menyuruh orang untuk bersedekah tapi dia sendiri tidak pernah mau untuk mengeluarkan hartanya untuk sedekah. Mereka termasuk orang-orang yang sangat dibenci oleh Allah. Seperti firman Allah di atas, amat besar kebencian Allah terhadap orang-orang yang hanya bisa berbicara tanpa pernah mau melakukan apa yang selalu di bicarakannya.

Orang-orang yang seperti ini memang patut untuk dimasukkan dalam kelompok kata “pembohong” besar. Dan seorang pembohong lebih dekat dengan “kemunafikan”. Suatu sifat manusia yang disarankan oleh Islam agar dijauhi. Suatu sifat yang oleh Islam telah di label “jahannam”. Karena kerugian yang ditimbulkannya jauh lebih besar dari manfaat yang bisa diperoleh dari orang-orang “hipokrit” tersebut. Jangan pernah untuk dekat dengan orang-orang yang mempunyai sifat-sifat seperti itu.

Negara kita memang bukan anggota NATO, tapi kita yang ada di negara ini mungkin banyak yang masuk dalam kelompok NATO. Yaitu manusia-manusia yang hanya bisa berbicara tapi tidak pernah bisa melakukan. Mereka banyak tergabung dalam kelompok “komentator”. Hanya berkomentar tapi tidak pernah membuktikan komentarnya. Lihat saja siaran langsung “world Cup”. Yang dikomentari permainan kelas dunia, tapi kita tidak pernah mencicipinya.

Di panggung politik, seseorang bisa banyak berbicara mengumbar janji, tapi satu demi satu janji-janji tersebur mereka ingkari. Demikian juga mereka yang menyuruh anak-anaknya melaksanakan shalat tapi dia sendiri tak pernah melakukannya. Menyuruh anak-anaknya “ngaji”, tapi dia sendiri membiarkan diri dalam kebodohan agama. Menyuruh orang shalat di Masjid, mengikuti majelis jama`ah pembacaan Yaasiin & Tahlil, tapi dia sendiri sangat jarang menghadirinya. Orang-orang seperti inilah anggota-anggota NATO atau NO ACTION TALK ONLY alias hanya pandai bicara tapi tak pernah ada relalisasinya

Memang lebih mudah untuk berbicara dari pada mengerjakannya. Tapi kebiasaan-kebiasaan NATO bukan tidak mungkin kita hindari. Dengan mempelajari ilmu agama yang sudah kita anut selama bertahun-tahun ini lambat laun pasti semua kebiasaan-kebiasaan yang buruk tersebut bisa luntur atau bahkan hilang sama sekali. Tergantung diri kita mau “kaffah” atau tidak dalam beragama Islam.

QS. Al Baqarah : 208.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا ادْخُلُوا فِي السِّلْمِ كَافَّةً وَلَا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ ۚ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ﴿٢٠٨﴾
“Yaa aiyuhal ladziina aamanuud khuluu fiis silmi kaffatan, wa laa tattabi`uu khuthuwaatisy syaithaani, innahu lakum `aduwwum mubin.”

”Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam keseluruhan, dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu.”

Banyak orang beriman kepada Allah, tapi belum bersedia menerima Islam sebagai keyakinan mereka. Ayat itu merupakan seruan untuk masuk secara berbondong-bondong mereka yang mengaku telah beriman kepada Allah. Sekaligus untuk mengingatkan kepada mereka yang beriman dan masuk Islam untuk tidak tanggung-tanggung atau setengah-setengah dalam menerima Islam. Hendaklah mereka beriman dan menjalankan semua apa yang telah di perintahkan dalam kitab Al Qur`an. Jangan hanya berupa kesaksian saja. Karena sebuah kesaksian hanyalah sebuah pengakuan kalau kita masuk ke dalam agama Islam.

Sedangkan Islam adalah sebuah agama dengan dasar Iman dan pemahaman Ilmu. Tentunya pemahaman ilmu Iman dan ilmu Islam itu sendiri. Nah di dalam ilmu Iman itulah kita akan bisa mengubah perilaku-perilaku kita yang tidak sesuai dengan tuntunan-tuntunan yang ada dalam kitab dan sunnah Rasulullah saw. Demikian juga dengan sifat NATO, sifat pembohong, banyak bicara tanpa bukti, menjelekkan orang lain dan memandang baik diri sendiri serta menyebar fitnah, semua sifat-sifat tersebut adalah rekomendasi dari setan.

Dengan mempelajari ilmu Iman, semua sifat tersebut dapat di atasi bahkan bisa hilang sama sekali. Juga dengan memahami Islam dengan semua ilmu yang ada di dalamnya, Insya Allah kita akan bisa menemukan kebenaran, kedamaian dan keindahan dalam kehidupan beragama. Yang akan bisa mengantarkan kita pada akhir kehidupan dalam damai dan indahnya sebuah kematian.

Sekian.

1 komentar:

kholiek toyota mengatakan...

bagus...
* sikap Abu Thalib yg demikian itu memang kondisional (pendapat ini baru sy denger, wawasan baru)
kita tidak tahu apakah hati Abu Thalib beriman saat menjelang kematiannya. kalo memang dlm hidupnya dia tetap kukuh dlm keyakinan lamanya, hanya karena menjaga kondisi saat itu, siapa yg tahu kalo hati sesungguhnya beriman. Wallahu a'lam.

* Semoga kita tidak termasuk dalam NATO.
perlu diingat menulis tanpa action juga termasuk dlm NATO lhhooo....
karna makna "talk" tdk harfiyah berbicara saja pakai mulut, tapi juga lewat tulisan. betul apa bener?

terimakasih yaaa...
sy berkesmpatgan membaca blog Anda.
Salam kenal.