Rabu, 23 Juni 2010

Para Pendusta Agama.


Manusia membutuhkan Allah. Karenanya, manusia membutuhkan jalan untuk bisa bekomunikasi dengan Allah. Dan agama adalah sarana bagi manusia untuk mempelajari bagaimana bisa berhubungan dengan Allah. Agama adalah ilmu. Sebuah ilmu yang memberikan berbagai informasi mengenai seluk beluk cara beragama yang benar. Dari mulai ilmu Iman yang banyak membahas tentang keyakinan hati terhadap ketauhidan Allah, tentang para Malaikat, tentang firman-firman Allah yang tertulis dalam Kitab, tentang para UtusanNya, tentang hari akhir atau hari kiamat dan tentang takdir atau ketentuan Allah. Sampai dengan ilmu Islam yang membahas tentang hukum dan tata cara beribadah sehari-hari

Manusia membutuhkan Allah. Tapi yang benar-benar membutuhkan Allah untuk membimbing dirinya selama dalam hidup sangat terbatas jumlahnya. Sedangkan yang membutuhkan hanya dikala dalam keadaan benar-benar sulit sangat banyak bahkan tak terhitung jumlahnya. Mengapa bisa demikian ? Karena manusia banyak yang salah dalam mempersepsi arti kehidupan yang sedang mereka jalani. Sehingga fungsi lima indera yang di berikan oleh Allah kepada kita telah salah pula dalam melakukan semua tugasnya.

Mereka yang benar-benar membutuhkan Allah akan berusaha untuk selalu ingat dalam berbagai situasi dan kondisi. Di saat apapun dan dalam kondisi yang bagaimanapun ingatan kepada Allah menjadi prioritas utama. Tidak ada waktu tanpa kehadiran Allah dalam dirinya. Sehingga pikiran dan tingkah lakunya juga selalu diliputi oleh Allah. Yang menyebabkan kualitas hati dan perilakunya begitu baik dan selalu terjaga kondisi baiknya. Tidak mudah berpikir negatif dan tidak mudah berlaku sembrono dalam tingkah laku. Segala sesuatu sudah dipertimbangkan dengan pikiran yang matang.

Berbeda dengan mereka yang membutuhkan Allah hanya pada saat dia membutuhkannya. Jika situasinya begitu sulit dan sangat tidak menguntungkan bagi dirinya, mereka cepat-cepat ingat untuk meminta tolong untuk segera terlepas dari semua beban yang sedang menghimpit. Tapi jika sudah terlepas dari semua permasalahan, begitu cepat pula mereka untuk lupa dari mengingat Allah. Untuk kemudian tenggelam lagi dalam kesenangan dan kenikmatan duniawi yang menjadi impian mereka. Orang-orang seperti inilah yang dikatakan beragama dikulitnya saja.

Mereka tidak mau isi dalamnya agama, karena mereka telah melihat apa yang telah dilakukan orang-orang alim, yaitu orang-orang yang dalam ilmu agamanya. Mereka melakukan apa yang telah diperintahkan Allah dalam kitab, yang mereka menganggapnya sebagai sesuatu yang sia-sia dan membuang-buang waktu saja. Shalat di lima waktu dengan gerakan yang sama persis, bukanlah sesuatu yang berharga. Hasil yang didapat dari aktifitas shalat yang tidak bisa dirasakan langsung seperti halnya berolah raga yang berakibat tubuh sehat. Mereka menganggap aktifitas membosankan dan tak ada gunanya.

Orang-orang seperti inilah yang nantinya bisa masuk ke dalam golongan orang-orang yang mendustakan agama. Diawal-awal Islam ada orang-orang yang memberi salam dan memuji-muji para sahabat apabila bertemu tapi jika sudah berada jauh ditempat yang terpisah mereka menjelek-jelekkan dan mengatakan bahwa para sahabat nabi itu adalah sekumpulan orang yang bodoh. Kemudian Allah menurunkan satu ayat yang berkaitan dengan Abdullah bin Ubay dan kawan-kawannya.

QS. Al Baqarah : 14.

وَإِذَا لَقُوا الَّذِينَ آمَنُوا قَالُوا آمَنَّا وَإِذَا خَلَوْا إِلَىٰ شَيَاطِينِهِمْ قَالُوا إِنَّا مَعَكُمْ إِنَّمَا نَحْنُ مُسْتَهْزِئُونَ﴿١٤﴾
”Wa idzaa laqulladziina aamanuu qaaluu aamannaa wa idzaa khalau ilaa syatatinihim qaaluu innaa ma`akum innamaa nahnu mustahzi`uun”.

”Dan bila mereka berjumpa dengan orang-orang yang beriman, mereka mengatakan: "Kami telah beriman". Dan bila mereka kembali kepada syaitan-syaitan mereka, mereka mengatakan: "Sesungguhnya kami sependirian dengan kamu, kami hanyalah berolok-olok".

Secara gamblang surat Al Ma`un sudah memberikan gambaran siapa dan bagaimana orang-orang yang mendustakan agama itu. Diantara beberapa ayat tersebut menggambarkan mereka yang disebut telah mendustakan agama dan sebagian lain menjelaskan tentang celakanya orang-orang yang menjalankan shalat bukan karena Allah semata.

QS. Al Maa`uun : 1 – 3.

أَرَأَيْتَ الَّذِي يُكَذِّبُ بِالدِّينِ﴿١﴾
“Ara`aital ladziiyukadzdzibu biddiini”

”Tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama?

فَذَٰلِكَ الَّذِي يَدُعُّ الْيَتِيمَ﴿٢﴾
“Fadzaalikal ladzii yadu`ul yatiim”

”Itulah orang yang menghardik anak yatim,

وَلَا يَحُضُّ عَلَىٰ طَعَامِ الْمِسْكِينِ﴿٣﴾
“Walaa yahudhdhu `alaa tha`aamil miskiini”

”dan tidak menganjurkan memberi makan orang miskin.

Orang yang mendustakan agama adalah orang yang menghardik anak Yatim. Yaitu mereka yang tidak mempunyai rasa belas kasihan dengan anak-anak yatim atau anak-anak yang ditinggal mati oleh bapak-bapaknya. Tidak memberikan hak-haknya seperti yang sudah dianjurkan oleh agama. Bersikap keras karena didasari perasaan tidak suka dan perasaan menganggap bahwa anak yatim sebagai beban untuk orang lain. Yang tidak ada hubungan keluarga dengan dirinya sama sekali.

Pada situasi perang yang berkepanjangan, kebanyakan para istri dan anak-anak kecil berdiam di rumah. Sedangkan para laki-laki banyak yang berangkat berperang. Seperti yang di alami pasukan muslimin pada awal-awal Islam disebarkan. Mereka berperang demi mempertahankan dan memperluas ajaran Islam. Dengan semangat yang tinggi mereka terus berperang dan saling membantu apabila ada pasukan lain di daerah yang lain mengalami kekalahan. Sehingga kepulangan para pasukan tidak pernah bisa diharapkan pada waktu atau saat setelah meraih kemenangan di tempat tujuan awal.

Walaupun setiap kemenangan dalam peperangan membuahkan hasil berupa harta rampasan dari pasukan lawan. Tetapi tidak jarang pula maut datang menjemput sebelum ada keputusan pulang atau kembali ke rumah untuk bertemu sanak keluarga. Dalam kondisi ini akan banyak anak-anak yang menyandang predikat yatim karena bapak-bapak mereka gugur dalam peperangan membela agama Allah. Sehingga keberadaan para anak yatim ini mau tidak mau harus menjadi tanggungan negara atau kaum muslimin yang masih hidup.

Dan Allah telah mengabadikan perintah kepada orang-orang yang mengaku beragama Islam. Mereka mempunyai kewajiban untuk menjaga dan memelihara anak-anak yatim sampai mereka sudah bisa dianggap dewasa. Hingga jelas hak hidup dari setiap manusia yang belum bisa memenuhi kebutuhan hidupnya sendiri karena masih terlalu kecil untuk berusaha. Tapi tidak jarang pula mereka yang masih kecil dan sudah kehilangan orang-tua akibat peperangan justru mempunyai peninggalan harta yang tidak sedikit. Hingga harus ada seseorang yang menjaga dan membelanjakan harta itu sesuai dengan ketentuan yang telah diatur oleh agama. Kemudian setelah dianggap dewasa semua harta tersebut akan diberikan pengelolaannya kepada si anak tersebut.

Permasalahannya adalah jika si anak tersebut tidak ada peninggalan harta atau warisan sama sekali dari orang tuanya. Dan tidak ada saudara dekat yang mempunyai kesanggupan untuk memeliharanya. Hal ini akan menimbulkan permasalahan bagi umat. Sebagian dari orang-orang Islam yang dalam ilmu Iman-nya menganggap bahwa keberadaan anak yatim justru sangat menguntungkan buat diri mereka. Karena mereka bisa menjalankan perintah Allah dalam bersedekah dengan mengasuhnya. Dan amalan ini sangat bisa untuk lebih mendekatkan diri kepada Allah.

Tetapi bagi mereka yang “pelit” atau “kikir” akan menganggap keberadaan anak-anak yatim sebagai suatu beban, karena akan semakin mengurangi harta mereka. Rasa tidak suka ini akan berdampak perubahan sikap terhadap anak-anak yatim. Mereka suka menghardik dan berkata keras serta kasar terhadap mereka. Dan orang-orang seperti inilah yang dianggap sebagai orang yang mendustakan agama. Karena jelas agama menganjurkan untuk menjaga dan memelihara mereka. Tapi mereka bahkan berbuat yang tidak sepatutnya.

Kalau kita mau sedikit berpikir, tidak ada seorangpun anak yang ingin untuk menjadi yatim atau yatim piatu. Dan kalau kita juga mau berpikir lagi, bahwa keberadaan anak yatim – piatu justru memberikan kesempatan buat kita untuk memenuhi perintah Allah. Kita bisa menjadikan moment menjaga dan merawat mereka untuk semakin mendekatkan diri kita pada ridhanya Allah terhadap harta-harta yang kita miliki serta hati yang dipenuhi Iman dan Islam.

Di ayat selanjutnya juga dijelaskan tentang sifat orang yang mendustakan agama, yaitu mereka yang tidak menganjurkan memberi makan orang miskin. Orang yang tidak menganjurkan memberi makan orang miskin, kemungkinan besar juga tidak pula memberi makan orang miskin. Hal ini adalah mengingkari perintah Alllah untuk bersedekah. Dan sedekah adalah perintah Allah yang paling utama setelah shalat. Sebuah amalan yang tidak boleh ditinggalkan oleh seseorang yang mengaku beragama Islam.

Seperti kita ketahui, Islam di bangun di atas lima perkara. Yang pertama adalah syahadat, yang kedua Shalat, ketiga zakat yang didalamnya ada shadaqah, ke empat Puasa dan kelima Haji ke tanah suci. Kelima perkara ini menjadi sesuatu yang tak bisa terpisahkan antara satu dengan yang lainnya. Kecuali Ibadah Haji yang membutuhkan biaya begitu besar, semua perkara yang lain tidak boleh tertinggal barang satupun. Yang jika kita meninggalkan salah satu dari empat perkara tersebut, bisa di kategorikan dalam orang-orang yang mengingkari Islam.

Memberi makan orang miskin adalah bagian dari sedekah. Yaitu suatu perbuatan yang sangat dianjurkan bahkan merupakan perintah dari Allah bagi setiap diri yang mengaku beragama Islam. Sedekah adalah bagian dari pengorbanan atas sebagian harta yang kita miliki sebagai manifestasi atau perwujudan dari rasa kesyukuran kita kepada Allah atas semua nikmat yang telah kita terima. Juga sebagai perwujudan ketaatan kita kepada perintah-perintah Allah dan kepedulian kita terhadap sesama manusia serta kewajiban kita terhadap agama.

Tidak ada orang yang hidup pada saat ini yang menginginkan hidup dalam kesusahan atau kemelaratan. Dimana untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari begitu sulit sekali. Kalaupun mendapatkannya juga belum tentu bisa untuk mencukupi kebutuhan hidup untuk sehari. Kita yang diberi nikmat oleh Allah lebih dari yang mereka dapat kadang tidak pernah bisa berpikir. Bahwa apapun yang ada di dunia ini terbagi dari dua sisi.

Demikian juga keadaan hidup seseorang. Kalau sebagian orang ada yang kaya, pasti ada sebagian yang lain hidup dalam kemiskinan. Seperti juga senang sama susah, jika tidak ada salah satu dari keduanya maka yang lain juga tidak bisa disebut. Sedangkan realitas yang ada mengenai kedua sisi tersebut adalah sebagian yang satu adalah menjadi cobaan bagi sebagian yang lain. Kemiskinan yang kita sandang adalah cobaan dari Allah. Kekayaan harta yang kita punya juga merupakan cobaan dari Allah.

Orang miskin dicoba dengan kemiskinannya. Ketabahannya dalam menghadapi kemiskinan dan kesabarannya dalam menjalani kemiskinan itu sendiri. Semua cobaan tak lain hanya bermaksud bagaimana kita bisa mempertahankan Keimanan kita kepada Allah dengan segala kesulitan hidup yang kita terima dan kita jalani. Tidak satupun seseorang dengan segala kekayaan yang dia punyai menjadikannya mulia di hadapan Allah. Hanya orang-orang yang mempunyai ketakwaan yang tinggi sajalah yang paling mulia di hadapan Allah.

Orang kaya juga dicoba oleh Allah dengan kekayaannya. Jika seseorang bisa memanfaatkan kekayaan yang diberikan kepadanya oleh Allah pada jalan dan rambu-rambu yang sudah ditentukan dalam kitab niscaya kekayaannya akan bisa lebih dekat menuju ridhanya Allah. Jika tidak, waspadalah !. Kita bisa masuk dalam kategori orang-orang yang mendustakan agama Allah. Karena kita enggan memberi makan orang-orang miskin dan tidak pula menganjurkan orang lain untuk memberi makan kepada mereka.

Kadang subyektifitas begitu mempengaruhi pikiran seseorang. Sehingga jika seseorang sudah menjatuhkan penilaian negatif terhadap seseorang yang lain, maka yang terjadi adalah pembunuhan karakter terhadap orang tersebut dengan cara memprovokasi orang lain untuk mendukung tindakannya. Demikian juga, jika ada seseorang dengan kekayaanya membenci orang miskin karena ketidak sukaannya, hampir pasti yang terjadi adalah keengganan untuk memberikan bantuan kepada si miskin dan mempengaruhi orang lain untuk mengikuti tindakannya.

Yang demikian inilah yang di sebut oleh Allah sebagai orang-orang yang mendustakan Agama. Karena agama mengajarkan untuk memberikan sedekah sampai pada batas waktu akhir umur kita kepada mereka yang membutuhkan. Sedangkan kita enggan untuk memberikannya. Hal demikian tak lebih dikarenakan kurangnya pengetahuan tentang agama dan ketidaksadaran diri kita bahwa kita kaya karena mereka miskin. Jika mereka yang miskin menjadi kaya, kemungkinan besar yang akan miskin dan sengsara adalah kita yang saat ini dianggap sebagai orang kaya.

Apakah benar kita orang kaya ? Coba saja dicermati tentang semua yang ada pada diri kita. Setelah itu kita menoleh ke lain orang, adakah mereka yang lebih buruk keadaaanya dari kita ? Adakah dari mereka yang bahkan jauh lebih sengsara dari kita ? Jika ada dan bahkan banyak, maka kita adalah orang-orang yang kaya tapi tidak mampu melihat bahwa kita adalah orang kaya yang penuh nikmat dari Allah. Dan semacam itulah orang-orang yang mendustakan agama.

Mudah-mudahan sedikit tulisan ini ada manfaatnya bagi kita sekalian untuk lebih mengenal diri dan memahami tentang kewajiban-kewajiban sebagai orang yang beragama, sehingga nantinya kita tidak terjerumus karena ketidaktahuan kita tentang bagaimana seharusnya kita berjalan di rel agama dan berperilaku seperti yang di perintahkannya. Mudah-mudahan Allah segera memberikan petunjukNya kepada kita semua dan mudah-mudahan pula kita segera tersadar dari nikmatnya “kantuk” yang sering membuat kita terlena.

Sekian.

Wrote by : Agushar.

Tidak ada komentar: