Selasa, 15 Juni 2010

Warisan yang tak Berarti.


Dengan tertatih-tatih perjuangan Rasulullah saw dan para sahabat berlangsung di tanah kelahiran beliau sendiri di kota Mekah. Kesabaran dan ketabahan serta kekuatan Iman telah melangkahkan kaki Rasulullah dan para sahabat ke tanah Yatsrib atau Madinah. Sambutan yang luar biasa dilakukan oleh penduduk Yatsrib yang telah mengenal dan menyediakan diri dalam Iman dan Islam seakan memberikan pertanda akan semakin luas dan besarnya pengaruh agama ini kelak di kemudian hari.

Hari demi hari berlalu. Dengan keyakinan yang semakin bertambah kuat, bertambah besar pula semangat kaum muslimin. Keyakinan yang begitu dalam dan semangat yang begitu menggelora yang lahir dari berbagai kesulitan yang terlalui, menyebabkan Allah memberikan dukungan dengan mengirimkan malaikat untuk membantu perjuangan Rasulullah dan para sahabat serta kaum muslimin dalam mempersiapkan sebuah perang besar.

Sebuah peristiwa perang yang kelak menjadi legenda sepanjang sejarah Islam, karena hanya dengan sejumlah 300 orang pasukan telah mampu mengalahkan seribu orang lawan lebih. Sesuatu yang hampir tidak bisa diterima akal, karena pasukan lawan terdiri dari orang-orang yang sudah terbiasa berperang dengan jumlah pasukan yang jauh lebih banyak. Kalau bukan karena pertolongan Allah, mustahil pasukan muslimin akan memperoleh kemenangan dalam perang badar tersebut.

Kemenangan dalam perang tersebut telah memberikan suntikan motivasi dan bertambahnya keyakinan akan kebenaran agama baru yang mereka anut. Bahwa mereka tidak salah mengambil keputusan untuk bergabung dengan keyakinan baru dan pemimpin sekaligus seorang nabi yang telah diutus oleh Allah untuk menanamkan ketauhidan dalam hati setiap orang dan menyebarkan kebenaran serta kedamaian dalam kehidupan yang telah sampai pada titik paling mengkhawatirkan yaitu kemusyrikan.

Sebuah kemenangan sedikitnya memberikan rasa bangga. Dan keyakinan bahwa kelak dalam perang yang lain pasti akan menjumpai kemenangan yang sama. Karena Allah pasti akan memberikan bantuannya lagi kepada pasukan yang di pimpin oleh seorang nabi yang menjadi kepercayaan dan tumpuan harapan mereka. Menjadikan kaum muslimin sedikit lengah. Dan teguran Allah dalam perang di bukit uhud cukuplah membuat kau muslimin tersentak dan segera menyadari apa yang telah terjadi pada diri mereka dan kaum muslimin.

Menyadari apa yang telah terjadi dan belajar dari kesalahan yang telah mereka perbuat, kaum muslimin bertekad untuk lebih mempersiapkan diri lebih matang dalam perang yang akan terjadi kelak di kemudian hari. Mereka membangun kekuatan Iman dan kekuatan pasukan perang demi kewibawaan dan kelangsungan Agama mereka. Perang demi perang yang terjadi kemudian selalu mereka menangkan. Dan tibalah saatnya untuk sebuah pekerjaan yang sangat besar, yaitu menaklukkan kota mekah dan membebaskan masyarakatnya dari kebodohan beragama.

Dengan masuknya Khalid bin Walid ke dalam Islam semakin membuat pasukan kaum muslimin begitu kuat. Dan kota Mekkahpun dapat ditaklukkan tanpa terjadi kekerasan setelah menunggu waktu satu tahun dari sebuah perjanjian antara kaum muslimin dengan penduduk Mekkah. Lalu mulailah sebuah perjalanan yang sangat menentukan dari sebuah agama baru yang membawa kebenaran dan menawarkan kedamaian diantara manusia.

Dengan kekuaan Iman dan pesona Islam sebagai sebuah agama pembawa kebenaran. Dalam waktu yang relatif singkat Islam telah menyebar ke berbagai wilayah jazirah arab. Semakin lama semakin jauh wilayah penyebaran Islam. Karena apa ? Kesungguhan Iman telah menurunkan rahmat Allah kepada perjuangan kaum muslimin. Dengan Khalid bin Walid sebagai panglima perang tidak ada satu tempatpun yang sanggup bertahan dari kekuatan pasukan muslimin yang membawa misi kebenaran beragama. Tidak juga pasukan Rumawi, mereka takluk dibawah kewibawaan dan keperkasaan pasukan muslimin.

Namun setelah berabad-abad berlalu dan Islam telah benar-benar membawa rahmat bagi pengikutnya, kekuatan Iman bukan lagi menjadi tumpuan utama dalam sebuah perjuangan. Cahaya iman yang berkilauan yang diwariskan Rasulullah dan para sahabat semakin meredup. Karena telah tergantikan dengan kilaunya cahaya dunia. Rasa persaudaraan yang begitu kuat, saat ini seakan terputus. Semua itu lebih banyak di sebabkan berpalingnya hati dan perut pada materi keduniaan dan nikmatnya aneka makanan yang telah bercampur dengan bumbu-bumbu racikan setan.

Allah memberikan begitu besar nikmat dunia pada sebagian besar negara Islam, tapi sejalan dengan besarnya nikmat yang kita terima luntur pula kecenderungan mencontoh perilaku Rasulullah saw. kebanyakan dari kita hanya sedikit meniru perilaku Rasulullah. Penampilan sehari-hari yang sangat jauh seperti gambaran keseharian Nabi. Menumpuk harta sedemikian banyaknya, yang nabi dan sahabatnya sendiri sangat takut dengan banyaknya harta. Amalan shalat malam yang sangat minim, juga sangat jauh dari perilaku Rasulullah yang mendakwamkannya.

Harta dan kekayaan telah menutup pintu hati kita dari kuatnya Iman seperti yang dimiliki Rasulullah dan para sahabat serta para tabi`it tabi`in di masa lalu. Kekayaan telah menjauhkan diri kita dari fakir miskin dan orang-orang yang teraniaya, padahal Rasulullah dan para sahabat begitu mencintai fakir miskin dan selalu membela mereka yang teraniaya. Karena kecintaan kepada fakir miskin menunjukkan kedekatan kita kepada Allah. Semuanya itu lebih dikarenakan kita mengacuhkan ilmu agama dan ancaman-ancaman Allah yang ada di dalamnya.

Yang lebih memprihatinkan adalah ketidak pedulian kita terhadap saudara-saudara kita yang ketakutan dalam kuatnya cengkeraman orang-orang kafir. Ketidak pedulian yang disebabkan karena ketakutan akan kehilangan dunia. Yang berimbas pada berubahnya kiblat ke-tunduk-an hanya kepada Allah menjadi sebuah ketundukan pada manusia lain yang kita anggap lebih perkasa. Dengan tingginya tehnologi persenjataan yang di miliki oleh orang lain menyebabkan hilangnya “nyali” yang semula begitu kuat menempel pada diri Rasulullah dan para sahabatnya.

Mungkin masih bisa kita temukan beberapa pemimpin Islam yang mewarisi kuatnya Iman dari Rasulullah dan para sahabat tersebut. Tapi itu jumlahnya tidak banyak. Dan pemimpin yang seperti itu tidak hanya berjuang melawan kuatnya lawan nun di seberang lautan. Tapi juga melawan kuatnya “saudara” sendiri yang cenderung ke “lawan”. Saudara sendiri yang haus akan kekuasaan. Suatu sifat yang sebenarnya di wariskan oleh kerajaan atau kekaisaran di luar Islam.

Keadaan dunia saat ini sudah bisa dijadikan cermin, betapa lunturnya warisan “hati” Islam tersebut. Orang-orang kafir begitu leluasa memporak-porandakan sebuah wilayah Islam hanya karena keinginan menguasai “rahmat” Allah yang tercurah di sana. Dan kekalahan demi kekalahan kita terima tanpa bisa harus berbuat apa. Hanya menunggu sebuah kehancuran diri dan harta benda yang kita punya untuk kemudian tunduk dan patuh tanpa kata. Tanpa asa dan tanpa saudara seperti seseorang yang hidup sebatang kara di medan perang dan membiarkan sebuah mesiu menembus dada kita.

Iman kita telah “tidur”. Berganti menjadi sebuah “ketakutan” akan hilangnya dunia dari diri kita. Tidak perduli manusia dari sisi mana saja, kalau hati sudah berpaling pada dunia, niscaya yang tinggal hanya sebuah “ketakutan” yang amat sangat akan kehilangan nikmat-nikmat dunianya. Iman yang seharusnya menyebarkan kekuatan “hati” dalam Islam justru semakin terpendam jauh ke dalam dasar hati yang paling dalam.

Yang terjadi kemudian hanyalah timbulnya ambisi untuk memenuhi keinginan-keinginan pribadi. Membentuk diri menjadi manusia yang bergelimang harta, untuk kemudian menyembunyikan diri dari pandangan mata kaum papa atau fakir miskin. Menjadi lupa. Islam yang semula memberikan kekuatan Iman dan kepedulian pada fakir miskin berganti menjadi sebuah ketidak pedulian dan perasaan tega melihat saudara-saudara se iman kita hancur dalam gempuran musuh-musih Islam. Bahkan terhadap saudara se iman yang sangat dekat letaknya dengan bumi yang kita injak.

Kita semua lupa, kalau bukan karena Islam, niscaya sudah hancur tiap jengkal tanah, kemudian berganti dengan tirani-tirani penghisap darah yang akan menghisap habis seluruh apa yang ada di dalam buminya maupun apa yang ada di dalam dadanya. Kalau bukan karena Allah dan Rasulnya niscaya kita akan benar-benar terhina hidup sebagai manusia. Kalau bukan karena kekuatan Iman Rasulullah dan para sahabat niscaya seluruh bumi ini tidak akan pernah ber-Tuhan pada Allah. Niscaya akan semakin banyak muncul Tuhan-Tuhan lain yang bertebaran di muka bumi ini.

Islam bisa berkembang pesat karena kekuatan Iman pengikutnya. Rahmat Allah turun karena janji Allah kepada orang-orang yang beriman dengan sebenar-benarnya Iman. Dan itu sudah dibuktikan oleh Allah ke tiap jengkal bumi yang menjadi pijakan Rasulullah dan para sahabatnya serta para salaf pada jamannya. Dan kesemuanya itu telah di wariskan kepada manusia-manusia yang hidup setelah mereka. Termasuk semua diri kita yang masih mengatakan bahwa dirinya beriman dalam Islam. Kekuatan Iman dan rahmat dari Allah telah di wariskan kepada kita oleh para pendahulu kita. Kita tinggal menjaganya dan menyebarkannya ke seluruh arah yang bisa kita jangkau.

Allah memberikan pertolongannya kepada kaum muslimin karena kebenaran Iman dan keikhlasan dalam setiap amal perbuatannya. Keberanian menantang maut dan tidak takut terhadap kematian telah pula menarik para malaikat untuk turut berperan dalam setiap langkah besar kaum muslimin dalam berperang. Semangat Iman dan Islam terbukti bisa menjadi penghancur musuh atau lawan. Tak terkecuali di negara yang kita cintai ini.

Tapi apa yang terjadi di dunia saat ini ? Warisan kuatnya Iman dari Rasulullah dan para sahabat serta para salaf telah banyak terkikis oleh gemerlapnya dunia, warisan “hati singa” hanya tertinggal pada diri orang beriman yang hidup dalam kefakiran. Sementara kita yang hidup dalam gelimang harta dan nikmatnya kehidupan semakin menuju ke kerasnya “hati”. Meninggalkan kebiasaan-kebiasaan “bergetar” karena lunak hati dan beningnya jiwa.

Akibatnya ? Kita menjadi manusia yang takut kehilangan. Takut kehilangan semua apa yang kita punya. Kita rela kehilangan Iman sedikit demi sedikit dan menggantinya dengan ambisi dan nafsu-nafsu arahan setan. Dan yang lebih parah lagi, ketakutan akan kematian. Takut aka kematian yang lebih banyak di sebabkan karena lemahnya Iman. Sehingga tidak ada lagi kepercayaan diri untuk berani melakukan sesuatu terhadap saudara-saudara kita yang hidup dalam kesengsaraan akibat perang yang berkepanjangan.

Dan apa yang telah di wariskan oleh Rasulullah dan para sahabatnya berupa kuatnya Iman telah berubah menjadi suatu warisan “hati” yang tak berarti. Karena secara pelan namun pasti kita telah membuang isinya dan menggantinya dengan lembaran-lembaran angka dan “berhala-berhala” emas. Yang senantiasa kita bangga-banggakan di hadapan manusia sebagai bukti bahwa kita telah hidup mulia di dunia yang sebenarnya fana.

Ketakutan yang juga lebih banyak dipengaruhi oleh keyakinan. Bahwa Allah tidak akan menurunkan pertolongannya pada orang-orang yang sekedar hanya beriman di pinggiran agama. Sehingga bayangan kematian selalu nampak di depan mata jika kita membayangkan sebuah pertempuran. Inilah yang membedakan “nyali” antara orang yang beriman dengan sebenar-benarnya Iman dan orang-orang yang asal beriman. Dan Allah lebih tahu tentang kualitas Iman masing-masing orang.

Itulah kenapa kita lebih banyak bersikap membiarkan saudara-saudara kita yang menderita akibat terkaman lawan dan tikaman senjata dari depan dan belakang. Hanya lisan kita yang bereaksi. Mengumpat, mengutuk dan mencaci maki. Lalu setelah puas, kita membeli kesengsaraan saudara-saudara kita itu dengan lembar-lembar bergambar yang belum tentu berarti. Tak ada kekuasaan dan kekuatan untuk ikut melepaskan mereka dari penderitan akibat perang yang berkepanjangan.

Saudara-saudaraku dalam Iman dan Islam yang sedang berada di medan perang, kuatkanlah hati kalian. Karena andalah pewaris “hati” Iman dan Islam yang sebenarnya. Bukan kami yang selalu dalam ketakutan akan datangnya kematian. Jemputlah kematianmu dalam kesyahidan, pertahankan tiap jengkal tanahmu demi ketauhidan. Niscaya Rasulullah akan menyambut kalian di pintu-pintu langit di suatu tempat di sebuah ketinggian.

Kami disini tidak mempunyai kemampuan untuk bisa memberikan dukungan di belakangmu. Karena kami yakin akan terkena peluru lebih dulu dari pada kalian yang ada di depan kami. Kami adalah sekumpulan orang-orang yang “takut” akan kematian. Kami hanya bisa bersama-sama berdo`a, mudah-mudahan pertolongan Allah akan segera datang, mudah-mudahan para malaikat akan selalu berada di samping kalian untuk membentengi kaki dan dada kalian. Agar kalian tetap dapat menegakkan kepala dalam menghadapi lawan yang dibantu pasukan setan.

Agar kalian tetap mempunyai kekuatan untuk melangkahkan kaki ke garis depan. Agar hati kalian menjadi pengobar semangat dalam menghadapi ganasnya lawan. Agar mata dan kepala siap menghadapi kematian dalam kesyahidan untuk mempertahankan tanah yang luhur yang telah di wariskan kepada diri kalian. Kami disini hanya bisa menitikkan air mata. Karena ketidak berdayaan akibat beratnya beban dunia yang kami letakkan di atas punggung kami. Yang sebenarnya telah kami sadari bahwa semuanya itu justru akan membawa diri kami ke dalam dalamnya jurang yang akan menelan diri dan jiwa kami.

Yakinlah bahwa Allah pasti akan menolong orang-orang yang menolong agamaNya. Selamat berjuang saudaraku, Insya Allah Rasulullah menunggu kalian, karena kalian telah berhadapan dengan lawan yang juga menjadi musuh Rasulullah, para sahabat dan seluruh umat Islam.

Sekian.

Wrote by : Agushar.

Tidak ada komentar: