Selasa, 13 Juli 2010

Berpalingnya Bola Mata


Kunci dari pada hilangnya Iman adalah berhentinya keterlibatan hati dalam mempertimbangkan sesuatu. Hati tidak lagi dijadikan “dewan penasihat dan pertimbangan” tentang benar atau tidaknya sebuah keputusan yang akan diambil. Juga berpalingnya kelima indera dalam menjalankan fungsinya. Lima indera yang seharusnya digunakan untuk memberikan informasi tentang tauhid dan kuasanya Allah kepada hati, ternyata hanya berhenti pada batas atau sekat antara lima indera dengan hati. Sehingga yang ada hanyalah rasa nikmat dunia atau nikmat material. Yang sama sekali tidak berguna dalam membangun kedekatan diri dengan sebuah dzat yang pernah menciptakan dan paling berkuasa atas segala sesuatu yang ada di alam semesta ini.
Mengapa bisa begitu ?

Karena kita ingin menikmati “informasi” yang mempunyai “rasa” tersebut sampai puas, untuk kemudian membuangnya ke tempat sampah. Hal itu berlangsung terus menerus. Bahkan bisa berlangsung seumur hidup untuk orang-orang yang ingkar tentang kebenaran adanya Allah. Oleh sebab itu tak berlebihan kiranya kalau dikatakan bahwa jihad yang paling berat adalah “menahan” hawa nafsu. Karena hawa nafsu cenderung hanya untuk memenuhi kebutuhan jasmaniah duniawi. Sangat jarang nafsu membawa seseorang pada peningkatan perilaku ibadah. Kalaupun ada prosentasenya sangat kecil sekali. Dan itupun belum bisa dijadikan jaminan akan terus eksis dalam hati.

Marilah kita coba untuk meneliti tentang berpalingnya indera, khususnya “mata” yang ada pada diri manusia. Jumlah indera yang “nyata” ada lima dan selalu kita gunakan sehari-hari sebagai alat penerima atau reaciever. Insya Allah keempat indera yang lain selain mata akan saya coba tulis lain kesempatan. Mata adalah salah satu indera yang bisa menyebabkan seseorang rela untuk menukar Iman yang sudah tertanam dihati dengan sebuah keingkaran terhadap Allah dan kuasaNya terhadap alam semesta.

Mata adalah kamera yang mempunyai fungsi menangkap obyek dan meneruskan data-data obyek yang telah dilihatnya pada otak. Jika mata melihat sesuatu, otak akan mengolah apa yang telah dilihat oleh mata. Lalu otak memberikan kesimpulan apa yang telah dilihat oleh mata. Disamping mengolah data yang masuk, otak juga meneruskan informasi ke hati untuk diolah lagi dan dipertimbangkan apakah sesuatu yang telah kita lihat tersebut membawa manfaat yang baik atau tidak. Jika baik maka mata boleh meneruskan aktifitasnya. Jika tidak membawa manfaat maka mata harus mengalihkan le obyek yang lain yang lebih memberikan manfaat.

Mata akan selalu mencari “sasaran” untuk di lihat. Karena memang demikianlah tugas mata. Apa yang telah di lihat oleh mata diteruskan ke hati oleh otak. Pada otak ada “akal”. Yang bisa membolak balikkan sebuah fakta. Jika seseorang menjadikan akal sebagai pemimpin dalam setiap langkah hidupnya, maka yang terjadi dalam setiap langkahnya hanyalah akal-akalan saja. Tidak pernah bisa mengungkap apakah sebuah langkah sudah berada di jalan yang benar atau justru berada di jalan yang tidak benar.

Otak yang “egois”, pasti akan cenderung untuk menikmatinya sendiri dan tidak tidak perduli apa yang akan dikatakan oleh hati. Karena kita menjadikan akal yang ada di otak sebagai pemimpin langkah kita. Bukannya hati. Jika hati yang kita jadikan pemimpin, pasti ada sebuah tawaran antara benar dan tidak terhadap setiap langkah yang akan kita ambil. Jika kita menghiasi hati kita dengan Iman niscaya langkah kita akan senantiasa berjalan diatas jalan yang benar. Tetapi jika kita menghiasi hati kita dengan sesuatu makhluk selain Allah, maka yang terjadi adalah kesalahan dalam setiap langkah dalam kehidupan kita. Sangat berbeda dengan mereka yang menjadikan hati sebagai pemimpin di setiap langkahnya.

Jika hati mengeluarkan keputusan “tidak” layak untuk dilihat, maka orang yang menggenggam Iman harus segera memalingkan matanya dari apa yang telah dilihatnya. Jika tidak, maka sebagian Iman akan keluar dari hati yang menyebabkan berkurangnya Iman. Dan jika hal ini berlangsung terus menerus bisa dipastikan, Iman akan meninggalkan hati orang tersebut. Apalagi jika mata melakukannya bersama-sama dengan indera yang lain. Maka akan lebih cepat lagi Iman akan meninggalkan hati seseorang.

Fungsi mata yang sebenarnya adalah mencari dan melihat obyek yang bisa dipakai untuk menjelaskan tanda-tanda ada dan eksisnya Allah di alam. Juga digunakan untuk membaca ayat-ayat yang tertulis dalam Al Qur`an. Sehingga tujuan hidup manusia sebagai makhluk ibadah akan bisa tercapai. Tapi dalam kenyataan sehari-hari manusia banyak yang menggunakan mata hanya untuk kesenangan dunia saja. Hanya digunakan untuk mendeteksi sesuatu baik dan berguna secara fisik saja. Dan hanya dinikmati tanpa direnungkan siapa yang telah membuat semua itu dengan begitu bagus indah.

Marilah kita coba sedikit memperhatikan aktifitas mata kita selama sehari semalam. Saat bangun dari tidur, apa yang dilakukan oleh mata kita ? Mungkin melihat Jam dinding lalu mencari air untuk berwudlu kemudian shalat subuh dan diteruskan membaca Al Qur`an. Atau melihat jam dan memastikan, bahwa sesuatu yang dimiliki masih tetap ditempatnya seperti disaat kita berangkat tidur. Kemudian ke kamar mandi untuk cuci muka lantas mencari sesuatu yang bisa dimakan atau menyulut rokok. Lalu duduk-duduk sambil membaca koran. Atau mencari remote televisi dan menghidupkannya untuk melihat sajian-sajian acaranya.

Manakah diantara aktifitas tersebut yang paling sering kita lakukan ? Jika ada aktifitas membaca Qur`an, berarti kita masih peduli dengan diri kita. Masih bisa menggunakan mata sebagaimana fungsinya. Jika kita membaca koran, masih ada “benarnya” walaupun tidak se”benar” membaca Kitabullah Al Qur`an. Mungkin akan semakin menambah wawasan pengetahuan walaupun tidak berefek pada bertambahnya kepahaman ayat-ayat Allah. Masih mending dari pada duduk-duduk dengan tatapan mata kosong yang membuat mata tidak begitu berarti di pagi hari yang sebenarnya penuh arti.

Jika kita melihat televisi, acara apa yang kita perhatikan. Jika acara kajian ilmu agama, berarti kita perduli dengan diri dan Iman kita. Jika berita-berita keduniaan yang kita nikmati, hal itu masih mending. Karena kita tidak akan ketinggalan tentang suatu berita yang akan banyak menjadi pembicaraan orang banyak. Walau tidak banyak berefek pada betambahnya Iman. Jika kita melihat acara “ghibah”, yang banyak mengupas kehidupan pribadi seseorang, terutama sisi negatifnya, maka kita telah melakukan kesalahan dalam menjalankan fungsi mata yang sebenarnya.

Semua tergantung diri kita sendiri. Pagi hari yang diawali dengan shalat dan membaca kitabullah serta keluar rumah sejenak untuk memastikan bahwa malam akan berganti dengan siang adalah awal yang baik untuk sebuah “hari”. Kemudian berpikir sejenak tentang kejadian bergantinya malam ke siang yang membawa bukti bahwa ada sebuah dzat yang membuat malam dan siang selalu berganti atau bertukar, yaitu Allah swt. Yang menyebabkan semua makhluk bisa meneruskan dan menyempurnakan umur yang telah ditetapkan. Yang bisa menyebabkan manusia bisa berusaha mencari karunia-karunia Allah yang begitu berlimpah di alam.

Kemudian di siang hari. Setiap diri mempunyai aktifitas masing-masing yang antara satu dengan yang lain relatif berbeda. Ada yang menuntut Ilmu. Ada yang mencari nafkah. Dan keberadaan serta normal atau tidaknya mata menjadi sesuatu yang sangat vital di siang hari. Sehingga mata yang normal harus bisa menjadi penyebab “kesyukuran” seseorang kepada Allah swt. Aktifitas yang baik disiang hari termasuk “ibadah”. Baik menuntut ilmu atau mencari nafkah untuk keluarga. Dan diantara waktu siang itu ada dua shalat yang harus ditunaikan oleh seorang muslim, yaitu dzuhur dan ashar. Maka apabila tiba waktu shalat tersebut kita harus segera kembali untuk mengingat Allah.

Sepanjang mata digunakan untuk menunjang aktifitas kerja, berarti kita telah memfungsikan mata sesuai dengan kegunaanya. Tapi jika disela-sela ibadah kerja dan menuntut ilmu itu kita menggunakan mata untuk melihat sesuatu yang tidak diperbolehkan oleh agama, maka berarti kita telah mengotori ibadah kita disiang hari tersebut. Sepanjang hanya melihat sekilas mungkin tidak seberapa berarti dosanya. Tapi jika dengan kesengajaan untuk menikmati pemandangan yang “diharamkan”, maka kita telah berlaku zholim pada diri kita sendiri. Dan tidak menggunakan funsi mata dengan seharusnya.

Di malam hari untuk apa paling banyak kita menggunakan mata kita ? Mungkin untuk belajar bagi yang tertarik untuk belajar. Tapi bagi banyak orang penggunaan mata di malam hari sangatlah beragam. Ada yang digunakan untuk membaca. Baik itu kitabullah atau bacaan-bacaan yang lain yang bermafaat untuk menambah keimanan. Ada yang hanya sekedar membaca untuk hiburan, seperti majalah, tabloit yang berisikan aneka berita. Ada yang menggunakan untuk menonton televisi. Dan ini yang paling banyak. Karena memang pada jam-jam tersebut televisi menyajikan tayangan-tayangan yang “merangsang” mata untuk melihat.

Tayangan televisi setelah maghrib sampai tengah malam adalah waktu yang riskan buat mata kita. Karena jam-jam tersebut paling banyak menayangkan acara hiburan. Dari mulai sinetron yang sedikit “berguna” untuk konsumsi Iman sampai dengan tayangan yang benar-benar tidak berguna bagi Iman. Begitu banyak tayangan yang menyajikan aurat wanita yang seharusnya tak boleh terlihat oleh mata. Dada atas yang terbuka, paha yang memang sengaja diperlihatkan. Pakaian yang begitu ketatnya hingga tak berbeda bentuknya antara telanjang dan berpakaian.

Kalau kita tidak hati-hati dan selektif, bukan tidak mungkin mata kita akan terjejali dengan pemandangan-pemandangan yang seharusnya tak boleh dilihat oleh mata orang beriman. Karena budaya televisi mengadopsi tayangan-tayangan negara-negara lain yang tidak mengenal “aurat”. Sehingga tak ada lagi batasan antara setengah telanjang dan berpakaian. Sepertinya ada misi untuk membiasakan mata orang-orang Islam untuk melihat “aurat” wanita yang memang dalam Islam “sangat” tidak diperbolehkan. Seperti sebuah kesengajaan untuk “menjual” aurat demi keuntungan dalam bisnis semata.

Itu yang ada di dalam rumah. Belum lagi pemandangan yang ada diluar rumah. Di banyak tempat hiburan malam yang tersebar di kota-kota besar. Acara mengumbar aurat seperti sudah dilegalkan. Juga yang banyak ditawarkan di cakram-cakram DVD. Jika mata kita sering terjejali dengan sajian-sajian hiburan malam, maka benar-benar kita telah merugikan diri sendiri dan telah salah memanfaatkan mata dari Allah yang melekat di wajah kita. Apalagi kita menikmatinya hampir setiap malam. Sudah bisa dipastikan pula bahwa pikiran kita akan penuh dengan sesuatu yang pernah atau biasa kita lihat tersebut.

Sebenarnya apa yang harus dilihat oleh mata pada saat-saat tersebut selagi tidak ada kesibukan yang positif. Selain membaca ayat-ayat qouliyah yang ada dalam Al Qur`an, kita bisa keluar halaman rumah untuk melihat ke atas atau angkasa. Kita bisa melihat bulan dan berfikir tentang diri bulan. Dari mulai terciptanya bulan sampai pada bersinar dan bulat atau tidaknya penampakan diri bulan. Demikian juga dengan bintang-bintang yang bertebaran di langit. Apa sebenarnya bintang tersebut. Bagaimana terciptanya, untuk apa diciptakan. Semua itu bisa kita explore dengan pikiran kita. Tujuannya adalah agar kita memahami bahwa alam ini ada yang menciptakan. Yang berkuasa atas apa yang ada di dalamnya. Termasuk diri kita.

Lantas apa yang dilakukan oleh mata kita pada saat malam mulai larut ? Mungkin kebanyakan kita mengatupkan mata untuk tidur. Istirahat setelah seharian disibukkan oleh urusan pekerjaan. Tidur ini bisa berakhir sampai mendekati waktu subuh atau bahkan menabrak waktu subuh sampai matahari benar-benar terlihat. Tergantung seberapa kuat keinginan kita untuk melakukan shalat subuh tepat pada waktunya atau justru ingin memperlambat. Atau mungkin memang enggan untuk melakukan shalat subuh. Tapi yang pasti mata digunakan untuk tidur.

Ada sebagian orang yang memilih tidur lebih awal untuk kemudian bangun di malam hari. Mereka membuka mata dan mengambil air wudlu untuk melakukan shalat malam atau membaca Al Qur`an serta memahami maknanya. Dan yang seperti ini bisa dikatakan mengajak mata beribadah untuk lebih mendekatkan diri kepada Allah. Hanya orang yang berkeinginan kuat terhadap Iman sajalah yang akan membuka matanya untuk shalat malam. Keinginan yang lain adalah dekatnya diri dengan Allah dan ampunan serta tempat yang nyaman kelak di akhir kehidupan dunia.

Demikianlah, hendaknya kita memperhatikan kegunaan mata kita dan mengerti manfaat apa yang bisa diambil dari diberikannya mata oleh Allah di bagian wajah kita. Dan senantiasa menggunakan untuk hal-hal yang bermanfaat bagi bertambahnya Iman. Sehingga tujuan akhir dari hidup berupa kematian dalam Iman dan Islam nantinya bisa terwujud serta mendapatkan ridha dari Allah swt.

Sekian.
Ditulis oleh Agushar, 7 Juli 2010.

Tidak ada komentar: