Rabu, 21 Juli 2010

Bukan Tanpa Makna


Yakinkah kita tentang wujudnya Allah ? Yakinkah kita tentang kuasanya Allah ? Yakinkah kita bahwa Allah kuasa untuk berbuat segala sesuatu menurut kehendakNya? Juga yakinkah kita bahwa segala sesuatu bisa datang dan menimpa diri seseorang yang sebelumnya begitu yakin akan keselamatannya, lalu tiba-tiba datang badai yang lantas menghempaskannya? Yakinlah bahwa Allah kuasa untuk melakukan semua yang menurut kita sebelumnya begitu mustahil. Begitu banyak peristiwa yang bisa dijadikan bukti akan kekuasaan Allah terhadap alam semesta ini.

Kita bisa mengatakan bahwa diri kita meyakini semua itu, tapi dalam kenyataan hidup, kita jarang membuktikan keyakinan kita dalam sebuah perbuatan. Kita mencintai hidup dan kehidupan kita. Kita juga mencintai semua apa yang kita punya. Seorang istri atau suami yang kita cintai. Anak-anak kandung yang kita sayangi. Harta benda yang kita bangga-banggakan dan selalu kita hitung-hitung jumlahnya. Dan kita juga meyakini kalau semua itu merupakan nikmat dari Allah, walaupun keyakinan itu masih perlu banyak pembuktian.

Kita juga sering mengatakan bahwa kita harus mensyukuri semua yang kita peroleh saat ini. Tapi kita tidak pernah tahu makna dari kata syukur itu sendiri. Jika di tanya bagaimana kita harus bersyukur, kebanyakan kita menjawab, ya berucap “alhamdulillah”. Jadi kebanyakan kita memaknai syukur hanya sebatas “lisan” saja. Belum bersama “hati” yang ada di dalam dada. Apalagi bersyukur dengan seluruh “jiwa dan raga”. Syukur kita kepada Allah masih kita batasi lisan dan pikiran. Belum banyak menyentuh perwujudan syukur yang sebenarnya. Yaitu mewujudkan diri dalam usaha menuju atau menjadikan diri sebagai manusia yang menghamba pada Allah.

Dalam batas ingatan, seberapa banyak kita mengingat Allah dalam aktifitas hidup kita sehari-hari? Karena Allah maha kuasa untuk menjadikan sesuatu yang hampir mustahil menjadi kenyataan, maka setiap peristiwa atau kejadian yang kita lalui akan menjadi sebuah peristiwa yang selalu membawa makna bagi diri kita. Untuk itu diperlukan pembuktian berdasarkan kejujuran dalam menjawab tentang sikap atau perbuatan setiap melalui sebuah peristiwa sehari-hari tersebut.

Mulailah dari malam sewaktu kita akan pergi tidur. Mungkin kita telah mengajarkan doa ketika akan pergi tidur pada anak-anak kita. Tapi apakah kita sendiri mengamalkannya? Atau justru kita tidak pernah tahu doa tersebut. Padahal waktu atau kesempatan tersebut adalah waktu yang sangat minim untuk sekedar mengingat Allah. Tidakkah kita ingin terlindungi selama dalam tidur kita? Tidakkah kita ingin terhindarkan dari mimpi-mimpi buruk selama dalam tidur? Dan tidakkah kita ingin bangun dalam keadaan masih sehat seperti saat berangkat tidur? Renungkanlah bahwa ingatan kita kepada Allah adalah sesuatu yang sangat besar guna dan manfatnya.

QS. Al An`am : 60

وَهُوَ الَّذِي يَتَوَفَّاكُمْ بِاللَّيْلِ وَيَعْلَمُ مَا جَرَحْتُمْ بِالنَّهَارِ ثُمَّ يَبْعَثُكُمْ فِيهِ لِيُقْضَىٰ أَجَلٌ مُسَمًّى ۖ ثُمَّ إِلَيْهِ مَرْجِعُكُمْ ثُمَّ يُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ﴿٦٠﴾

“Wahuwal ladzii yatawaffakum billaili wa ya`lamu maa jarahtum binnahaari tsumma yab`atsukum fiihi liyuqdhaa ajalum musamma, tsumma ilaihi marji`ukum tsumma yunabbi`ukum bimaa kuntum ta`maluun”

”Dan Dialah yang menidurkan kamu di malam hari dan Dia mengetahui apa yang kamu kerjakan di siang hari, kemudian Dia membangunkan kamu pada siang hari untuk disempurnakan umur(mu) yang telah ditentukan, kemudian kepada Allah-lah kamu kembali, lalu Dia memberitahukan kepadamu apa yang dahulu kamu kerjakan”.

Kemudian saat bangun tidur, tidakkah kita menyempatkan diri untuk sedikit mengingat Allah? Dengan bersyukur lisan dan hati kita memuji kebesaran dan keagungan Allah atas nikmat istirahat dan kembalinya kekuatan yang sebagian telah hilang saat beraktifitas di siang hari kemarin. Yakinlah bahwa Allah kuasa untuk “menidurkan” kita untuk selama-lamanya pada saat kita tidur lelap. Juga betapa banyak mereka yang menemukan diri dan hartanya dalam keadaan hancur disaat bangun tidur. Peristiwa meletusnya gunung merapi dan hancurnya tanggul sebuah bendungan air di jawa barat adalah bukti nyata kuasanya Allah untuk merestui sebuah peristiwa apapun.

Sesaat setelah sampai di tempat tujuan kita mencari karunia Allah, yaitu di tempat dimana kita bekerja. Tidakkah lisan dan hati kita memuji dan meninggikan kalimat Allah karena telah terselamatkannya diri kita dari sebuah perjalanan yang mengandung banyak resiko? Yaitu sebuah resiko musibah kecelakaan yang terjadi selama perjalanan. Yang sudah pula banyak memberikan bukti kepada kita dengan banyaknya kejadian kecelakaan lalu lintas yang menelan banyak korban meninggal dunia. Maka sudah sepantasnyalah kalau kita mengingat dan selalu memuji serta mengagungkan nama Allah dalam setiap peristiwa yang telah kita lewati.

Demikian juga ketika kembali pulang ke rumah dalam keadaan tak kurang sesuatu apapun. Dalam arti kita telah selamat sampai di rumah dan bertemu kembali dengan keluarga kita. Yakinkah kita bahwa Allah tidak melindungi kita dari perjalanan yang sebenarnya banyak mengandung resiko tersebut? Allah telah melindungi kita dari semua musibah atau marabahaya yang sewaktu-waktu bisa mengancam keselamatan kita selama dalam perjalanan pulang dari tempat kerja ke rumah. Juga Allah telah pula melindungi keluarga kita selama kita tinggal seharian di tempat kerja.

Tidakkah ini merupakan kenikmatan yang besar yang diberikan oleh Allah kepada kita? Sudah sepantasnyalah kita memuji dan mengagungkan kebesaraan Allah karena nikmat-nikmat tersebut. Belum lagi sebuah kenikmatan yang lain yang akan kita temui di malam hari. Disamping makanan yang telah disediakan oleh istri kita juga bisa berbagi rasa dan cerita tentang kejadian-kejadian seharian sebagai bentuk curahan hati. Yang karenanya pikiran bisa menjadi lebih relaks dan seakan terlepas semua beban seharian. Bukankah semua itu merupakan sebuah kenikmatan? Maka sudah sepatutnyalah kita bersyukur kepada Allah yang telah memberikan semua nikmat tersebut.

Peristiwa yang terjadi seharian yang kita lalui bukanlah tanpa makna. Jika mau mencermati tentang keterlibatan Allah dalam semua urusan kita, niscaya kita akan selalu berusaha untuk mensyukurinya. Sedangkan pewujudan syukur ada 3 (tiga). Yang pertama adalah wujud syukur hanya di lisan saja. Dengan mengucap “segala puji bagi Allah seru sekalian alam” kita merasa sudah bersyukur, padahal belum tentu kita melibatkan “hati”. Yang kedua adalah wujud syukur di lisan dengan melibatkan hati. Yang ini lebih baik sedikit dari yang pertama, walaupun masih belum menyentuh essensi dari rasa syukur. Yang ketiga adalah wujud syukur dengan lisan, hati dan ketaatan untuk mengabdi kepada Allah dengan berusaha untuk mentaati seluruh perintah dan menghindari seluruh apa yang dilarang.

QS. An Nisaa` : 79

مَا أَصَابَكَ مِنْ حَسَنَةٍ فَمِنَ اللَّهِ ۖ وَمَا أَصَابَكَ مِنْ سَيِّئَةٍ فَمِنْ نَفْسِكَ ۚ وَأَرْسَلْنَاكَ لِلنَّاسِ رَسُولًا ۚ وَكَفَىٰ بِاللَّهِ شَهِيدًا﴿٧٩﴾
“Maa ashaabaka min hasanatin faminallahi, wa maa ashaabaka min sayyi`atin famin nafsika, wa arsalnaaka linnaasi rasuulan, wa kafaa billahi syahiidan”

”Apa saja nikmat yang kamu peroleh adalah dari Allah, dan apa saja bencana yang menimpamu, maka dari (kesalahan) dirimu sendiri. Kami mengutusmu menjadi Rasul kepada segenap manusia. Dan cukuplah Allah menjadi saksi”.

Dalam setiap peristiwa ada kenikmatan dari Allah. Dan semua kenikmatan datangnya adalah dari Allah. Demikian juga setiap peristiwa yang melintas di depan mata kita. Semua membawa makna. Yakni keterlibatan Allah dalam setiap detik dan setiap denyut jantung kita. Jika kita bersikap apatis terhadap terlibat atau tidaknya Allah dalam hidup kita, maka kitapun tidak akan mendapatkan makna atau pelajaran apapun dari peristiwa tersebut. Tapi jika sempatkan untuk merenung tentang semua yang terjadi, insya Allah kita akan mendapatkan jawaban dari semua peristiwa yang terjadi itu pula. Baik yang kita lihat langsung maupun yang terjadi di kejauhan.

Jangan tunda lagi untuk bersyukur kepada Allah dengan sebenar-benarnya syukur. Renungkan setiap kejadian dan temukan hulu dan muara dari semua kejadian tersebut. Niscaya kita akan sampai pada satu pencerahan hati. Lalu lakukan berkali-kali setiap kita menjumpai sebuah peristiwa yang melibatkan alam. Carilah hulu dan muaranya. Usahakan untuk sering membaca kitabullah Al Qur`an. Yakinilah bahwa semua informasi di dalamnya adalah benar. Lakukan setiap hari dan yakinlah bahwa kita punya waktu untuk mempelajarinya.

Taat tidak bisa dicapai tanpa Iman. Sedangkan Iman tidak bisa dibangun tanpa pemahaman. Jika kita merasa sebagai makhluk ciptaan, sudah seharusnya kita mencari siapa yang menciptakan kita. Siapa yang sebenarnya merawat kita hingga kita tumbuh dewasa. Dan siapa pula yang menyebabkan kita hidup sampai saat ini. Kita bisa melihat dan membaca semua tanda-tanda atau ayat-ayat yang ada untuk bisa sampai pada suatu pencerahan batin. Dimana batin akan mengatakan bahwa hanya ada satu dzat yang menyebabkan semua ini bisa terjadi. Hanya ada satu dzat yang bisa menyebabkan kehidupan di muka bumi ini. Hingga datang saatnya kita untuk merajut keyakinan tentang Allah swt.

Tanda-tanda yang lebih mudah untuk dijadikan pertimbangan dalam memahami Allah adalah bergantinya siang dan malam, musim hujan dan musim kemarau, matahari yang pada akhir bulan maret dan akhir bulan september berada tepat di atas garis equator, lalu di akhir bulan Juni berada di belahan utara bumi dan di akhir bulan Desember berada si belahan selatan bumi. Bulan yang sabit menuju ke purnama atau sebaliknya. Semua itu merupakan bahan yang paling terlihat dan paling mudah untuk di pahami bahwa ada sebuah dzat yang mengatur semua peristiwa-peristiwa yang terjadi di alam ini.

Jika keyakinan sudah tertanam, yakinlah bahwa ada segerombolan setan yang selalu mengilkuti langkah kita baik di depan di samping maupun di belakang kita. Jika kita tidak “eling” lan “waspada” seperti kata orang jawa, niscaya kita akan mudah terperangkap dalam bujuk rayunya setan yang memang menggiurkan. Untuk itu kita perlu selalu ingat kepada Allah dan selalu waspada terhadap setiap bentuk tawaran. Baik yang datangnya dari orang yang kita kenal maupun dari orang yang tidak kita kenal yang kadang bertindak sebagai “kurir” setan.

Itulah kenapa kita harus selalu ingat dalam setiap perubahan aktifitas kita. Dari mulai benagkat tidur, bangun tidur, selamat sampai di tujuan, kembali lagi ke rumah dengan selamat pula, waktu mau makan, ke kamar kecil, berkaca, berganti pakaian, masuk keluar masjid. Tujuannya adalah agar kita tidak mudah terperangkap oleh bujukan setan dan semua tingkah laku kita diharapkan merupakan cerminan dari sifat-sifat Allah. Hingga kita bisa merasakan bahwa selama hidup kita bisa benar-benar “bersama” Allah dengan bukti teraplikasikannya “asmaul husna” pada diri kita.

Sekian.

Tidak ada komentar: